
NUSANEWS, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkesan tidak adil jika enggan menetapkan konglomerat Sjamsul Nursalim sebagai tersangka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Pejabat yang mengeluarkan surat keterangan lunas atau SKL sudah menjadi tersangka. Lalu menjadi tidak fair pihak yang menerima keuntungan dari kebijakan itu tidak ditetapkan menjadi tersangka," ujar pakar hukum, Margarito Kamis, kepada redaksi beberapa saat lalu (Senin, 22/5).
Pihak Sjamsul Nursalim menerima keuntungan riil dari SKL yang dikeluarkan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Tumenggung. SKL sendiri diluncurkan berdasarkan Instruksi Presiden 8/2002.
SKL itu bermasalah karena ternyata Sjamsul baru melunasi Rp 1 triliun dari Rp 4,75 triliun utang tersisa. Sedangkan sisa Rp 3,75 triliun tidak pernah dibayarkan.
Menurut doktor hukum asal Ternate ini, KPK hanya menumpuk kasus korupsi bila tidak menetapkan status tersangka atas konglomerat yang kini diduga berdiam di Singapura itu.
"KPK harus adil, jangan menumpuk korupsi. Kalau ada dua pelaku, lalu diambil satu menjadi tersangka, semua dihantamkan ke Syafruddin Temenggung itu," jelas dia.
Margarito berharap KPK tidak ciut nyali menghadapi konglomerat yang merugikan negara. Dia menyebut orang-orang dengan kemampuan ekonomi raksasa seperti Nursalim adalah persoalan paling krusial yang dihadapi KPK.
"KPK mesti berani menghukum orang-orang kayak dia, jangan yang kecil-kecil saja. Orang yang punya kekuatan ekonomi itu yang paling krusial dihadapi. Mereka harus dibongkar," pungkas Margarito. (rm)