
NUSANEWS - Bank Indonesia (BI) menyatakan dampak menguatnya dolar AS tidak hanya dirasakan rupiah, tapi juga mata uang negara lain.
Awal pekan ini dolar AS nyaris menyentuh Rp 14 ribu, berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor) tercatat Rp 13.894 per dolar
Gubernur BI, Agus Martowardojo menjelaskan pada hari Senin (23/4), dolar AS kembali mengalami penguatan secara meluas (broadbased).
Sama seperti yang terjadi di hari Jumat, penguatan USD masih dipicu oleh meningkatnya yield US treasury bills mendekati level psikologis 3,0 persen dan munculnya kembali ekspektasi kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) sebanyak lebih dari tiga kali selama 2018.
"Kenaikan yield dan suku bunga di AS itu sendiri dipicu oleh meningkatnya optimisme investor seiring berbagai data ekonomi AS yang terus membaik dan tensi perang dagang antara AS dan China yang berlangsung selama tahun 2018 ini," ujar Agus dalam pernyataan tertulisnya dari Washington DC yang diterima redaksi di Jakarta, Jumat (27/4).
Eksesnya, semua mata uang negera maju mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Seperti Jepang Yen (JPY) -0,25 persen, Swiss Franc (CHF) -0,27 persen, Singapore Dolar (SGD) -0,35 persen dan Euro (EUR) -0,31 pesen.
"Dalam periode yang sama, mayoritas mata uang negara emerging market, termasuk Indonesia, juga melemah," imbuh Agus.
Agus menambahkan, untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya, BI telah melakukan intervensi baik di pasar valas maupun pasar SBN dalam jumlah cukup besar.
Dengan upaya tersebut, rupiah pada hari Jumat sempat terdepresiasi sebesar -0,70 persen, pada hari Senin hanya melemah -0,12 persen, lebih rendah daripada depresiasi yang terjadi pada mata uang negara-negara emerging market dan Asia lainnya, seperti Philipine Peso (PHP) -0,32 persen, India Rupee (INR) -0,56 persen, Thailand Baht (THB) -0,57 persen, Mexican Peso (MXN) -0,89 persen, dan Afrika Selatan ZAR -1,06 persen.
Gambaran serupa juga tampak dalam periode waktu yang lebih panjang. Dengan dukungan upaya stabilisasi oleh BI, sejak awal April (mtd), IDR melemah -0,91 persen, lebih kecil daripada pelemahan mata uang beberapa negara emerging market lain, seperti THB -1,04 persen, INR -1,96 persen, MXN -2,76 persen, ZAR -3,30 persen.
Demikian pula, sejak awal tahun 2018 (ytd) rupiah melemah -2,35 persen, juga lebih kecil daripada pelemahan mata uang beberapa negara emerging market lain seperti BRL -3,06 persen, INR -3,92 persen, PHP -4,46 persen, dan TRY -7,17 persen.
Agus memastikan BI akan terus memonitor dan mewaspadai risiko berlanjutnya tren pelemahan nilai tukar rupiah, baik yang dipicu oleh gejolak global seperti dampak kenaikan suku bunga AS, perang dagang AS-China, kenaikan harga minyak, dan eskalasi tensi geopolitik terhadap berlanjutnya arus keluar asing dari pasar SBN dan saham Indonesia.
SUMBER