logo
×

Sabtu, 14 April 2018

Jangan Pasung Kebebasan Berpendapat Rocky Gerung

Jangan Pasung Kebebasan Berpendapat Rocky Gerung

NUSANEWS - Dukungan untuk Rocky Gerung datang dari SETARA Institute. Ucapan Rocky soal kitab suci adalah fiksi dinilai sebagai diksi ilmiah. Karena itu, Rocky tak layak dipolisikan.

Dalam keterangan pers Direktur SETARA Institute, Hendardi, Jumat (13/4), pelaporan atas Rocky Gerung ke Polda Metro Jaya, kembali mempertegas bahwa delik penyebaran kebencian atas dasar SARA dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE dan juga delik penodaan agama dalam Pasal 156a KUHP adalah pasal karet yang tidak memiliki batasan presisi pada jenis-jenis tindakan seperti apa delik itu bisa diterapkan.

"Dengan rumusan yang sumir delik-delik semacam itu bisa menjerat siapapun," beber Hendardi. SETARA Institute adalah organisasi yang concern pada masalah hukum dan kemanusiaan.

Menurut Hendardi, sejak awal SETARA Institute menganggap bahwa ketentuan-ketentuan di atas adalah bermasalah dan memasung kebebasan dan hak asasi manusia. Kasus Rocky dan juga Ade Armando, adalah contoh nyata terbaru bagaimana kebebasan berpendapat dipasung dan bisa dikriminalisasi.

Hendardi Ketua Setara Institute (Foto: Rafyq Alkandy/kumparan)

"Apa yang dikatakan Rocky tentang diksi fiksi adalah bagian dari pengetahuan ilmiah yang bisa diuji secara logis dalam Ilmu Logika. Sebagai pengetahuan, maka Rocky bebas menyampaikannya dan bahkan justru memberikan pencerahan banyak orang yang selama ini melekatkan keburukan dan sifat negatif pada diksi yang netral itu," beber Hendardi.

Karena itu, maka seyogyanya pandangan Rocky cukup dijawab dengan pandangan yang membantahnya bukan dengan pelaporan pidana. Apalagi pernyataan itu disampaikan dalam forum diskusi dan tegas sekali tidak ada pretensi dan niat jahat merendahkan agama, kelompok, dan lainnya.

"Kepolisian semestinya pula tidak gegabah memproses laporan-laporan kasus seperti itu karena kebabasan sesungguhnya hak setiap warga negara yang bisa dinikmati dan bukan dipasung. Pembatasan kebebasan berpendapat akan mematikan nalar kritis warga yang justru dibutuhkan untuk memperkuat dan mendewasakan kita berdemokrasi," urai Hendardi.

"Agar tidak menjadi keranjang sampah laporan-laporan kasus seperti ini, apalagi banyak didasari oleh motif-motif politik, Polri mesti memiliki pedoman kerja yang rigid dan akuntabel dalam menangani laporan warga. Karena Polri bukan alat konstestasi politik, maka kecermatan menangkap motif pelaporan adalah bagian kunci yang harus menjadi pertimbangan Polri dalam bertindak. Jika tidak peka dan presisi dalam bertindak, trial by the mob akan menjadi pola penegakan hukum di Republik ini," tutup Hendardi.

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: