logo
×

Rabu, 23 Mei 2018

Tersangkakan Netizen, Polisi Jangan Jadi Alat Pemerintah

Tersangkakan Netizen, Polisi Jangan Jadi Alat Pemerintah

NUSANEWS - Indonesia adalah negara demokrasi berlandaskan hukum, yang seharusnya  menjamin kebebasan berkumpul dan berserikat serta berpendapat, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Adalah langkah yang tidak tepat, menangkap beberapa warga hanya karena membuat postingan di media sosial, dengan tuduhan ujaran kebencian terkait aksi teroris.

“Apa yang dilakukan (posting) oleh masyarakat itu bukanlah hate speech berbau SARA, yang memang layak untuk ditangkap. Mereka lebih kepada penyampaian opini atau pendapat," kata Mardani Ali Sera, wakil ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kepada INDOPOS di Jakarta, Selasa (22/5).

Menurut Mardani,  Indonesia adalah negara hukum yang seharusnya  menjamin kebebasan berkumpul dan berserikat serta berpendapat, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. "Dalam era demokrasi yang diikuti dengan keterbukaan informasi plus sarana komunikasi, kian mudah bagi hampir tiap orang untuk berpendapat. Negara mesti menghadapinya dengan dewasa, dengan cerdas bukan dengan kepanikan atau pendekatan kekuasaan," ucapnya.

Dia menyatakan, Indonesia bukanlah Uni Soviet dengan KGB-nya yang tiap hari mematai-matai dan menangkap warga. "Kita negara demorasi. Dan aparat adalah alat negara, bukan alat pemerintah," tegas penggagas gerakan #2019GantiPresiden itu.

Jika pendekatan kekuasaan tanpa edukasi dan tanpa kedewasaan memandang bahwa demokrasi memang bising, maka, menurut Mardani, semakin wajar rakyat mendorong dan mendukung gerakan ganti presiden di pemilu 2019.

"Kalau terus-terusan yang dilakukan aparat seperti ini,  saya yakin justru rakyat makin berontak dan ujungnya adalah #2019GantiPresiden," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah orang ditangkap dan dijadikan tersangka oleh polisi, setelah memposting kalimat yang meragukan pengeboman di sejumlah daerah sebagai aksi murni teroris. Salah satunya adalah dosen Universitas Sumatera Utara (USU) Himma Dewiyana Lubis alias Himma. Ia kini berstatus tersangka, hanya gara-gara memposting kalimat “Skenario pengalihan yg sempurna... #2019GantiPresiden”. Sama sekali tak ada menyebutkan postingannya itu terkait bom Surabaya. Namun ia kemudian diciduk dan  dijadikan tersangka.

Demikian juga dengan seorang pilot Garuda Indonesia Oxky. Ia dinonaktifkan oleh manajemen Garuda, karena men-share postingan milik akun bernama Sofyan, dan menambahkan komentar “Duududuu…” pada saat share postingan milik Sofyan. Postingan yang ia share menuliskan,”Terkuak sudah kebenarannya, media asing lebih jujur daripada media lokal sendiri. Pelaku bom bunuh diri ternyata tidak pernah ke Syuria, dan pelaku ini dijebak diminta mengantarkan paket ke 3 gereja disurabaya, supaya lebih cepat sampai ke 3 lokasi karena akan dipakai oleh para jemaat gereja yg akan beribadah di hari minggu itu. Maka anaknya si ibu ini juga ikut mengantar ke lokasi yg berbeda, tapi ternyata dari belakang ada algojo yg sudah siap memencet remote kontrol untuk meledakkan bom di lokasi2 tersebut, begitu pula Bom yg meledak di Mapolres Surabaya, yg membawa Bom adalah seorang tukang ojek yg diminta membawa paket ke Mapolres tersebut dengan upah 100rbu. Sungguh cara yang BIA*** hanya demi Hausnya kekuasaan, Muslim yg menjadi kambing hitam."

Terpisah, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI yang membidangi Ketenagakerjaan Saleh Daulay mengaku heran penonaktifan pilot Garuda Indonesia itu dilakukan secara sepihak, tanpa menghormati asas praduga tak bersalah.

"Terkait pilot garuda, menurut saya, pihak management perlu melakukan klarifikasi dan pendalaman. Harus jelas betul motif, niat, dan agenda di balik postingannya. Jika benar-benar terbukti membahayakan, barulah pilot dapat dipecat dan diproses sesuai ketentuan yang ada," kata Saleh kepada Saleh kepada INDOPOS di Jakarta,  Selasa (22/5).

Saleh yang juga wakil Sekjen DPP Partai Amanat Nasional (PAN)  ini menyesali tindakan kepolisian yang langsung memberikan status tersangka kepada para netizen tersebut.

Ia menjelaskan,  penanganan masalah pelanggaran UU ITE sudah sepatutnya dilaksanakan secara berhati-hati. Pasalnya, ada banyak aktivitas dunia maya yang sangat rawan disangkakan melanggar hukum. Tentu saja termasuk postingan berbagai dinamika sosial politik yang ada di tanah air.

"Untuk itu, saya berharap polisi menangani masalah itu secara adil dan terbuka. Belum tentu mereka yang memposting sesuatu yang dinilai melanggar hukum memiliki niat jahat. Bahkan menurut pengakuan salah seorang tersangka, dia hanya memposting ulang postingan orang lain," tukasnya.

Ia pun mengaku prihatin atas penangkapan seorang dosen USU, Himma. Dikarenakan kehadiran Himma sangat dibutuhkan oleh keluarganya.

"Saya tidak membela mereka yang disangka melanggar ini. Saya hanya ingin mendorong bagaimana agar mereka diperlakukan secara adil. Mereka memiliki tanggung jawab bagi keluarganya. Apalagi seorang ibu yang sangat diperlukan oleh anak dan suaminya," tandasnya.

Lebih lanjut,  dirinya juga mengimbau kepada para  netizen lainnya agar berhati-hati dalam melakukan postingan di media sosial.

"Saya mengimbau semua pihak untuk menjadikan masalah ini sebagai bahan pelajaran. Tidak semua kejadian yang ada bisa dikomentari secara sembarangan. Para netizen diharapkan lebih arif dalam bersosialisasi dan berkomunikasi di dunia maya. Hal penting diperhatikan mengingat UU ITE sangat ketat dalam mengatur soal-soal seperti ini," tutupnya.

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon turut mengkritik aksi penangkapan tersebut. Dalam kicauannya, Fadli meminta kepolisian membebaskan Dosen USU tersebut. Padahal pelaku sudah mengaku dan menyesal.

"Ini bentuk nyata kriminalisasi thd kebebasan berpendapat yg dijamin konstitusi. Bebaskan Dosen USU," tulis Fadli Zon.

Sementara,  politisi Gerindra Ferry Juliantono saat ditemui dalam acara hasil survei Indobarotemer menegaskan, kepolisian jangan semena-mena menangkapi netizen yang dinilai arah postingan nya menyudutkan pemerintah.

"Ya saya kira polisi harus adil lah," tegasnya kepada INDOPOS.

Sama halnya dengan Saleh Daulay,  dirinya juga mengimbau netizen berhati-hati jika menuliskan status terkait pemerintah. "Ya pastinya harus hati-hati," ujarnya.

Sementara,  Ketua DPR RI Bambang Soesatyo yang juga ditemui di acara Indo Barotemer mengaku, menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada kepolisian.  "Saya kira kepolisian berbuat pasti karena ada perbuatan.  Dan percayakan semuanya kepada aparat," ujar politisi Golkar ini singkat.

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: