logo
×

Senin, 09 Juli 2018

Target Jokowi 10 Juta Lapangan Kerja Masih Berat Sebelah

Target Jokowi 10 Juta Lapangan Kerja Masih Berat Sebelah

NUSANEWS - Penyerapan tenaga kerja masih belum sebanding dengan lapangan kerja yang tersedia di era Pemerintahan Jokowi.

Selain jumlah lapangan kerja yang belum memadai, pemerintah dianggap hanya memperbanyak kuantitas pekerja tanpa membenahi kualitasnya.

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Opsi) Timboel Siregar menyampaikan, target pemerintahan Jokowi yang berjani menyediakan 10 juta lapangan kerja, masih jauh dari harapan.

Dia menjelaskan, laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut sejak 2015 hingga saat ini ada kenaikan jumlah rakyat yang bekerja dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) semakin menurun, tidak riil di lapangan.

"Penciptaan lapangan kerja 10 juta dalam lima tahun pemerintahan Jokowi, masih berat sebelah,” ujar Timboel Siregar, dalam keterangan persnya.

Sebagai contoh, papar dia, menurut laporan BPS 2017, jumlah penduduk umur 15 tahun ke atas yang termasuk angkatan kerja berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2017 mencapai 131,55 juta orang.

Jumlah tersebut naik sebanyak 3,88 juta orang apabila dibandingkan dengan keadaan Februari 2016 (127,67 juta orang) dan naik sebanyak 6,11 juta orang jika dibandingkan dengan keadaan Agustus 2016 (125,44 juta orang).

Namun demikian, jumlah pembukaan lapangan kerja masih didominasi oleh sektor pertanian. Dibandingkan Februari 2016 ke Februari 2017 pekerja di sektor pertanian naik 1.34 juta.

"Tapi di sektor pertanian, pekerja lebih didominasi oleh pekerja paruh kerja yang tidak lama bekerja, berdasarkan masa tanam," tutur Timboel.

Lalu, lanjut Timboel, jumlah kenaikan jumlah rakyat yang bekerja itu harusnya juga lebih didetailkan, seperti berapa pekerja yang bekerja paruh waktu. Data pekerja paruh waktu Februari 2016 ke Februari 2017 terjadi peningkatan.

Tingkat pekerja paruh waktu Februari 2017 mencapai 22,53 persen. Hal ini dapat diartikan, dari 100 orang yang bekerja, terdapat sekitar 23 orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu dan tidak punya keinginan untuk menambah pekerjaan (jam kerja).

Tingkat pekerja paruh waktu ini mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan Februari 2016 maupun Agustus 2016 dengan peningkatan masing-masing sebesar 1,09 persen poin dan 2,89 persen poin.

"Saya berharap pekerja paruh waktu bisa dikurangi dengan didorong menjadi pekerja full waktu yaitu bekerja 35 jam ke atas. Hal ini tentunya terkait dengan upah yang akan diterima. Upah pekerja paruh waktu tentunya relatif tidak bisa memenuhi penghasilan yang layak, paling tidak upah minimum," tuturnya.

Hal lain, menurut Timboel, terkait angkatan kerja berdasarkan tingkat pendidikan. Berdasarkan hasil Sakernas Februari 2017, secara nasional tidak menunjukkan perubahan yang signifikan kontribusi angkatan kerja menurut tingkat pendidikan jika dibandingkan dengan Februari dan Agustus 2016.

Angkatan kerja pada Februari 2017 sebagian besar masih didominasi oleh mereka yang hanya tamat sekolah dasar yaitu sebesar 56,44 persen. Angkatan kerja yang menyelesaikan sekolah menengah sebesar 28,13 persen, sementara untuk tamatan sekolah tinggi hanya sebesar 12,26 persen. Kondisi yang kurang baik ini ditunjukkan pula dengan masih adanya angkatan kerja yang tidak pernah sekolah sekitar 3,17 persen.

"Mereka bisa didorong oleh pendidikan dan pelatihan vokasional. Jadi ke depan saya berharap pemerintah lebih meningkatkan kualitas angkatan kerja kita, tidak hanya meningkatkan kuantitas angkatan kerja," pungkasnya.

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: