logo
×

Minggu, 23 September 2018

Pertanyaan Ade Irma Suryani yang Tak Pernah Sempat Dijawab: 'Papa, Apa Salah Adek?'

Pertanyaan Ade Irma Suryani yang Tak Pernah Sempat Dijawab: 'Papa, Apa Salah Adek?'

NUSANEWS - Bocah kecil itu terkulai lemah dengan tubuh berdarah-darah.

Ia tak berdaya tanpa tahu apa yang terjadi sebenarnya. Tembakan itu telah merobek punggungnya hingga peluru menembus limpa.

Setelah enam hari dirawat, bocah kecil nan lucu itu pun menghembuskan nafas terakhir.

"Papa...apa salah adek?" demikianlah kalimat yang tertulis di lukisan Ade Irma Suryani dengan latar belakang Jenderal Besar Abdul Haris Nasution di Museum Jendral AH Nasution di Jl Teuku Umar 40 Menteng.

Ade Irma Suryani tak pernah memeroleh jawaban atas pertanyaan tersebut.

Nama Ade Irma Suryani Nasution memang tak bisa dipisahkan dalam peristiwa paling kelam sejarah Indonesia.

Ade Irma yang saat itu baru berusia 5 tahun, meninggal akibat tertembak peluru pasukan cakrabirawa yang merangsek masuk ke dalam rumahnya untuk menangkap sang ayah.

Dalam peristiwa yang terjadi pada 1 Oktober 1965 sekitar pukul 03.45 tersebut, ajudan AH Nasution, Lettu Pierre Tendean juga ikut menjadi korban. Ia diculik lalu dibunuh di Lubang Buaya.

AH Nasution yang selamat dalam peristiwa itu melukiskan perasaannya lewat sebaris kalimat yang tertulis di nisan Ade Irma.

"Anak Saja jang tertjinta. Engkau telah mendahului gugur sebagai perisai Ajahmu"

Apa yang sebenarnya terjadi saat itu?

Yanti Nurdin Nasution, anak pertama AH Nasution, menjelaskan detik-detik mencekam tersebut.

Sebagaimana dilansir laman Facebook Museum of Jenderal Besar Dr. AH. Nasution, berikut petikan kesaksiannya :

Saat itu umur saya 13 tahun, saya tidur di kamar seberang kamar ibu dan bapak Nasution, saat terjadi ribut-ribut disertai tembakan saya terbangun kemudian saya berusaha menyelamatkan diri dengan melompat jendela samping yang tingginya 2 meter, sampai tulang kaki saya patah yang saya rasakan sakitnya sampai sekarang, paha kaki saya yang kanan penuh dengan pen penyambung tulang.

Dengan menahan rasa sakit saya cari ajudan dan saya beritahu tentang tembakan di kamar bapak saya, terus saya sembunyi di kamar para ajudan.

Tak berapa lama terjadi ribut-ribut di ruang jaga dan ajudan pak Nas Lettu Czi Pierre Tendean diculik.

Sampai pagi saya bersembunyi. Setelah hari menjelang pagi ibu saya mencari saya sambil menggendong adik saya Ade Irma Suryani yg terluka terkena tembakan oleh pasukan Cakrabirawa.

Saat itu ayah saya sudah melompat pagar Kedubes Irak bersembunyi di belakang tong untuk menyelamatkan diri dari penculikan dan pembunuhan.

Ibu saya membawa adik saya ke RSPAD untuk dioperasi untuk mengambil peluru yang bersarang di limpanya.

Beberapa kali adik saya dioperasi.

Saat menunggu operasi, saya terus menangis, adik saya bilang "kakak jangan menangis, adik sehat".

Terus adik saya tanya ke ibu saya "kenapa ayah mau dibunuh mama"?

Adik saya dirawat beberapa hari di RSPAD, tanggal 6 oktober adik saya dipanggil Allah swt.

Dalam hati saya bertanya : Kenapa PKI mau membunuh ayah saya. Apa salah ayah saya?

Puji syukur alhamdulillah ayah saya dapat menyelamatkan diri atas anjuran ibu saya, namun ajudan dan adik saya menjadi korban.

Adapun dalam peristiwa Pemberontakan G30S/PKI tersebut, enam pejabat tinggi dibunuh, meliputi :

1. Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
2. Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
3. Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
4. Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
5. Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
6. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)

Sementara Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut.

Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.

Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.

Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban meliputi :

1. Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J. Leimena)
2. Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
3. Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: