
NUSANEWS - Usai terungkap kebohongan dan resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus berita hoax ‘drama setan’ ciptaannya sendiri, sejumlah spekulasi mengikuti Ratna Sarumpaet.
Salah satunya, adanya dugaan bahwa ibunda Atiqah Hasiholan itu tidak ‘bekerja’ sendirian.
Ada pihak-pihak selain Ratna, yang menjadi penentu dalam gerakan penyebaran berita hoax tersebut.
Terlebih, capres koalisi oposisi Prabowo Subianto sampai menggelar konferensi pers terkait hoax itu.
Bagi kubu Prabowo-Sandi, tindakan Ketua Umum Partai Gerindra itu adalah sebagai bentuk kepedulian terhadap Ratna.
Terlebih saat hoax itu terjadi, Ratna adalah salah satu tim sukses koalisi oposisi, yakni juru kampanye nasional nomor urut 42.
Menanggapi hal itu, Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens menduga ‘drama setan’ Ratna itu sudah dirancang sedemikian rupa.
Ia juga meyakini, Ketua Presidium Gerakan Selamatkan Indonesia (GSI) ke Santiaga, Chile, itu juga merupakan bagian dari skenario usai gagal menebar hoax atas penganiayannya.
“Saya melihat tiket keberangkatan Ratna ke Chile sudah disiapkan,” ujar Boni di Jakarta, Sabtu (6/10).
Alasan lain adalah, usia Ratna yang kini mencapai 70 tahun.
“Jadi ini ada rancangan, tak mungkin ibu berusia 70 tahun melakukannya seorang diri, pasti ada perencanaan matang,” lanjutnya.
Boni menambahkan, kebohongan Ratna pada dasarnya bukan masalah utama. Sebab, ibunda selebritis Atiqah Hasiholan itu menyampaikan kebohongannya di ranah privat.
Bahkan, kata Boni, Ratna juga tidak pernah menyebarkan kebohongannya soal lebam di wajahnya melalui media sosial (mendos).
Sebab, Ratna menyampaikan pengakuannya sebagai korban penganiayaan kepada Prabowo, Sandiaga, Fadli Zon ataupun Amien Rais melalui ruang tertutup.
Hanya saja, sambung Boni, kubu Prabowo-Sandi menyikapi lebam di wajah Ratna dengan membuat interpretasi secara berlebihan dan membuat insinuasi kebablasan.
Tujuannya, tidak lain adalah menyudutkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Seolah-olah negara menjadi biadab dan rezim Jokowi otoriter. Merekalah yang membuat kebohongan RS menjadi fenomena politik,” katanya.
Karena itu, Boni mendesak kepolisian segera mengusut tuntas kasus Ratna.
Menurutnya, tidak mungkin orang-orang pintar dan berpendidikan di kubu Prabowo-Sandi serempak menyebut Ratna menjadi korban penganiayaan.
“Tak mungkin juga ini kebodohan kolektif atau sakit jiwa berjemaah yang tiba-tiba. Lebih masuk akal kalau ini diatur jauh hari,” katanya.
“Saya ingin katakan, dalam kasus RS ini terjadi kedunguan bersama yang seperti virus baru mengidap para politikus oposisi,” pungkas Boni.
Untuk diketahui, Ratna Sarumpaet sendiri memang sama sekali tak mengungkap berita hoax penganiayaan dirinya itu kepada publik.
Pertama kali kabar itu mencuat adalah saat sejumlah politisi dari kubu Prabowo-Sandi membeberkannya.
‘Drama setan’ itu sendiri dibiarkan Ratna bergulir. Bahkan ia sampai ‘mengadu’ kepada Prabowo yang kemudian menggelar konferensi pers.
Namun, polisi memiliki bukti-bukti kuat tak terbantahkan bahwa Ratna tidak dianaiaya seperti cerita hoax yang dibeberkan.
Baru setelah itu, Ratna menggelar konferensi pers dan mengakui bahwa cerita penganiayaannya adalah bohong.
Hal itu kemudian diikuti dengan permintaan maaf kubu koalisi oposisi yang mengaku telah menjadi ‘korban’ hoax Ratna.
Sementara, polisi sendiri akhirnya Ratna sebagai tersangka setelah menangkapnya saat hendak terbang ke Santiago, Chile.
Dalam perkembangannya, polisi menjerat Ratna dengan tiga pasal terkait berita hoax yang dibuatnya.
Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-undang No 1 Tahun 1946.
Selain itu, polisi juga menyangkakan Ratna dengan UU No 11/2008 pasal 28 jo pasal 45 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dengan jeratan pasal tersebut, Ratna terancam hukuman penjara 10 tahun.
Penetapan tersangka ini, setelah penyidik melakukan penyelidikan dari hasil laporan Polisi tanggal 2 Oktober 2018.Kemudian melakukan pendalaman dengan menyita beberapa barang bukti yakni tagihan Rumah Sakit Bina Estetika.
Juga terhadap buku catatan operasi serta beberapa saksi-saksi dari pihak rumah sakit.
SUMBER