
NUSANEWS - Hadayang, salah seorang pengungsi korban gempa tsunami dan gempa bumi di Sulteng, tidak menduga pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lasinrang, Kabupaten Pinrang, mengenakan biaya perawatan penyakit yang dideritanya akibat bencana alam pekan lalu.
“Disuruh bayar Rp1,7 juta oleh pihak rumah sakit,” ucap Tullah, kerabat korban, Sabtu (6/10/2018) malam.
Tullah mengungkapkan, kondisi Hadayang memang cukup parah sebelum ia diungsikan ke rumah kerabat di Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang.
Selain luka di sekucur tubuh, Hadayang juga menderita penyakit dalam.
Selama dua hari dalam perawatan sesekali lumpur keluar dari mulutnya dan tidak bisa diajak komunikasi.
Hadayang mengaku sempat terseret gelombang tsunami pada saat peristiwa itu.
“Kasihan, karena korban ini betul betul membutuhkan bantuan tapi malah di suruh bayar. Setahu kami ada keringanan dari pemerintah khusus korban bencana di Sulteng,” sesal Tullah.
Bahkan, kata Tullah, pihak rumah sakit tersebut juga tidak mengakomodir kartu sakti BPJS Kesehatan milik korban
“Kami terpaksa kami minta keluar. Untuk biaya medis dan rawat inapnya selama kita bayar,” katanya.
Kepada wartawan, pihak RSUD Lasinrang Pinrang mengakui adanya biaya yang harus dipenuhi oleh pasien korban bencana tersebut.
Diagnosa korban itu terindikasi penyakit dalam dan harus dirawat di ruang Eterna.
Namun Anti mengaku, pihaknya memang mengetahui jika yang bersangkutan itu memang korban gempa asal Palu dan menolak BPJS korban karena berdomisili Palu.
“Jadi pasien itu memang termasuk korban pengungsi asal Palu. BPJSnya kami tolak karena warga Palu. Perawat mendiagnosa korban ini sakit bukan karena dampak bencana alam makamya kami minta biaya perawatan,” kata Anti, Bagian Humas RSUD Pinrang.
Namun Anti mengaku pihaknya akan menyampaikan hal itu ke Direktur RSUD untuk mencari solusi.
SUMBER