logo
×

Selasa, 30 Oktober 2018

Kisah Rusdi Kirana Pemilik Lion Air, Memulai Bisnis Penerbangan dengan Pesawat Bekas

Kisah Rusdi Kirana Pemilik Lion Air, Memulai Bisnis Penerbangan dengan Pesawat Bekas

NUSANEWS -  Maskapai penerbangan Lion Air saat ini tengah menjadi sorotan berbagai media. Bahkan media Internasional sampai menyoroti buruknya penerbangan di Indonesia. Terlebih dari insiden kecelakaan kemarin pagi, banyak yang jarang tahu sosok Rusdi Kirana.

Rusdi Kirana merupakan sosok di balik berkembangnya bisnis maskapai penerbangan yang berkantor di Jl. Gajahmada, Jakarta Pusat, ini.

Rusdi memulai usahanya sejak remaja dengan berjualan mesin tik merk Brother dari kantor ke kantor. Sementara kakanya, Kusnan Kirana, membiayai sekolahnya.

Pada saat itu penghasilkan Rusdi hanya Rp95 ribu sebulan dari jualan mesin tik. Hingga akhirnya adik-kakak ini memutuskan membuka jasa travel and tour yang mereka beri nama Lion Tour.

Dari sinilah Rusdi dan kakaknya sudah mulai punya mimpi membangun sebuah perusahaan penerbangan dan membuat semua orang Indonesia bisa terbang.

Setelah itu, hanya dengan modal nekat, laki-laki kelahiran 1959 ini mengajukan izin terbang pada 1999 yang baru dikabulkan setahun kemudian.

Rusdi Kirana

Dengan bermodalkan satu pesawat Boeing, itu pun bekas, Rusdi mulai mewujudkan mimpinya, We Make People Fly, yang ia patenkan menjadi slogan Lion Air.

“Kita boleh bermimpi. Tapi kita harus tahu juga caranya mencapai mimpi itu. dengan serius bekerja keras, contohnya,” ujar Edward Sirait, Dirut Lion Air, menirukan pesan Rusdi Kirana, saat diwawancara HAI 2013 lalu. Pada saat itu, Edward masih berposisi sebagai General Affair Director Lion Air.

Atas kerja kerasnya itu, Rusdi pernah dinobatkan sebagai pria terkaya ke-33 fersi Forbes. Tak hanya itu, ia juga disebut sebagai pelopor dalam mendirikan maskapai penerbangan yang bisa dijangkau banyak orang.

Rusdi sadar bahwa bisnis maskapai penerbangan bukanlah yang sepele. Meski begitu, ia punya resep untuk mengatasi semua itu.

Kunci sukses Rusdi Kirana Mempelajari kekurangan

“Dari awal, Pak Rusdi bukan orang airlines. Itu sebabnya, dari awal, walau modalnya sedikit, dia pelajari bisnis ini,” ujar Edward.

Seperti disebut di awal, ketika memulai bisnis ini pada 2000, Lion Air hanya mempunya satu pesawat Boeing bekas untuk melayani dua rute destinasi.

Terus tanam keinginan berpikir dan belajar
Tiga bulan setelah operasi, Rusdi pernah hampir putus asa dan ingin menjual maskapainya itu seharga Rp10 miliar. Berkat istrinya yang mencegahnya, dia bertahan dan mencari solusinya.

Pada 2001, Lion Air menambah lima pesawat Yakolev dari Rusia yang statusnya juga bekas. Saat ini, Lion sudah mulai membuka rute internasional.

Lakukan hal yang belum pernah dilakukan orang lain
Untuk mengembangkan bisnisnya, Lion Air melakukan beberapa terobosan: mengantar tiket langsung ke lokasi/rumah bembelinya dan memberi hadiah Mercedes Benz bagi penumpangnya.

Tak ada yang tak mungkin

Membeli pesawat walaupun tidak ada duit untuk membelinya. Benar, pada 2002-2010, Lion Air mendatangkan 30 pesawat MD McDonnell Douglas dengan cara menyewanya.

Kunci sukses Rusdi Kirana Mempelajari kekurangan

Membeli pesawat bekas lebih banyak masalahnya. Perawatan mahal dan risiko kecelakaannya lebih besar.

Oleh sebab itu, Rusdi Kirana memutuskan untuk tidak membeli pesawat bekas lagi.

“Banyak yang bilang, Lion Air itu kaya banget. Bisa beli banyak pesawat. Sebenarnya, kami cuma pesan. Belum tentu kami beli. Pesawat dikirim satu per satu sampai batas waktu yang ditentukan. Kalau nantinya enggak jadi beli, enggak masalah,” ucap Edward.

2005 – 2025: memesan 430 pesawat Boeing baru.

2013 – 2025: memesan 234 pesawat Airbus baru.

Boeing 737 Max 8 . (Facebook Lion Air Grup)

Terlepas dari segala kemelut yang menyelimuti maskapai Lion Air saat ini, ada beberapa hal yang seharusnya dapat apresiasi. Sebelum Lion Air ada, transportasi udara dianggap sebagai moda transportasi yang mewah karena harganya yang nisbi mahal.

Namun, Rusdi enggak percaha hal itu. Baginya, pesawat sama saja dengan moda transportasi lain, seperti kereta atau bus antarkota-antarpropinsi.

Dari situlah, dia membuat sistem budget airline, sebuah sistem penerbangan yang menarik biaya semestinya.

Alias, cuma menarik biaya sesuai yang diperlukan moda transportasi untuk mengangkut penumpang.

“Apakah hotel akan disebut hotel kalau enggak ada tempat tidur atau kamar mandinya? Enggak kan?” tanya Edward.

“Itu yang kami lakukan di Lion Air. Kami memberikan yang esensi dari sebuah penerbangan. Kalau mau lebih, silakan bayar lebih,” tambahnya.


SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: