
NUSANEWS - Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin, merespons pernyataan Presiden PKS Sohibul Himan soal kampanye negatif (negative campaign) yang diperbolehkan dalam Pemilu 2019.
Ngabalin pun mempertanyakan imbauan tersebut. Menurut dia, seharusnya, kampanye dilakukan semata-mata untuk menyampaikan gagasan, pikiran dan adu program.
"Jadi berarti memang cara-cara kotor, dong, kalau begitu? Enggak boleh, orang 'kan mengadu gagasan, mengadu ide, menjual program toh, kalau macam Pak Jokowi (Joko Widodo) 'kan sekarang enggak pakai kampanye lagi, beliau nyata. Pak Jokowi 'kan TKN (tim kampanye nasional)-nya lebih banyak, sebagai pendamping beliau lah, karena masyarakat yang mengkampayekan sendiri Pak Jokowi.
Kalau pakai (kampanye) negatif, pakai apa? menuduh orang PKI (Partai Komunis Indonesia)? atau menuduh Pak Ma'ruf (Amin)?" ujar Ngabalin kepada kumparan, Senin (15/10).

Ngabalin meminta agar imbauan itu dicabut. Pasalnya, ia menilai, seruan Sohibul telah menyesatkan dan tidak memiliki tanggung jawab ke publik.
"Bukan budaya kita, itu kotor. Kita enggak mendidik orang seperti itu, punya tanggung jawab ke publik, mengelola info yang masuk ke akal dan pikiran. Kenapa harus pakai negative campaign? Bagaimana itu?" imbuhnya.
Pernyataan Sohibul itu sebelumnya dilontarkan dalam konsolidasi PKS yang digelar di Hotel Bumi Wiyata Depok, Minggu (14/10). Di hadapan para kader, Sohibul mengaku tak mempermasalahkan jika ada sisi negatif kubu lawan yang diungkapkan ke publik selama masa kampanye.
Menurutnya, kampanye negatif yang dimaksud adalah mengangkat kelemahan lawan berdasarkan fakta yang ada.
Asalkan, kata Sohibul, dengan komposisi lebih banyak diisi oleh kampanye positif, lalu sisanya untuk kampanye negatif. Meski demikian, Sohibul menegaskan, kampanye hitam alias black campagin yang mengandung fitnah, tetap tidak boleh dilakukan.
"Silahkan antum melakukan positive campaign-nya 80 persen, masuk ke negative campaign 20 persen. Itu boleh. Sebab publik harus tahu calon ini apa kelemahannya," kata Sohibul.
"Catatan berikutnya adalah, memang masyarakat memiliki persepsi dan tradisi tertentu dalam menyikapi pemilu.
Ada yang buruk dan positif. Sehingga, kita jangan pernah menyerah pada kebiasaan buruk masyarakat," pungkasnya.
SUMBER