
NUSANEWS - Jatuhnya Lion Air JT-610 jatuh di perairan Tanjung Karawang, menjadi tragedi kelam bagi Tanah Air.
Tragegi tersebut pun jelas meninggalkan luka mendalam, utamanya bagi keluarga korban.
Namun yang cukup membuat bingung adalah, pesawat yang membawa 189 penumpang beserta kru dan awak kabin itu adalah pesawat baru.
Disebutkan, pesawat nahas itu adalah tipe generasi terbaru 737 MAX 8 yang diproduksi pada 2018.
Pun, baru mulai dioperasikan sejak dua bulan lalu atau pada 15 Agustus 2018.
Mengutip BBC, kini fokus pun tertuju pada pesawat yang mulai dikomersialisasi pada 2017 tersebut yang sekaligus menjadi insiden besar pertama yang melibatkan pesawat sejenis.
Pihak Lion Air sendiri menyatakan mengatakan pada Juli kalau mereka sangat bangga dengan pesawat baru yang mereka punya sebanyak 218 unit.
Kepala Komisi Keselamatan Transportasi Nasional Soerjanto Tjahjano mengatakan, awalnya pilot dilaporkan memiliki kontrol lalu lintas udara radio di Jakarta meminta izin untuk kembali tak lama setelah lepas landas.
Namun, kabar lain menyebutkan, sehari sebelumnya, pesawat itu lebih dulu mengalami masalah teknis pada hari Minggu.
Yakni pada penerbangan Denpasar di Bali ke Jakarta.
Pesawat menunjukkan, pembacaan kecepatan udara pada instrumen kapten tidak dapat diandalkan, serta pembacaan ketinggian berbeda pada instrumen kapten dan perwira pertama.
Lion Air belum mengonfirmasi laporan itu, tetapi ini bisa jadi masalah teknis yang tidak ditentukan yang oleh pimpinan perusahaan yang mengatakan bahwa pesawat yang terbang dari Denpasar ke Jakarta telah bermasalah.
CEO Lion Air Edward Sirait mengatakan, masalah ini telah diselesaikan sesuai prosedur. Lion Air saat ini mengoperasikan 11 pesawat dengan model yang sama.
Analis Aviation, Gerry Soejatman kepada BBC menyatakan bahwa biasanya pesawat tua yang memiliki risiko kecelakaan paling tinggi.
Tetapi sekarang ternyata pesawat yang baru juga bermasalah.
“Jika itu sangat baru, kadang-kadang ada hambatan yang hanya menampakkan diri setelah mereka digunakan secara rutin dalam tiga bulan pertama,” ulasnya.
Analis lain, Jon Ostrower dari publikasi penerbangan The Air Current mengatakan, selalu ada masalah pada pesawat baru.
Tapi biasanya, jauh dari sesuatu yang akan mengancam keselamatan sebuah pesawat terbang.
Kedua analis itu sama-sama bersenada, masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan pasti tentang apa yang salah dengan Penerbangan JT-610.
“Saya tidak tahu apa yang akan membuat pesawat baru ini mengalami kecelakaan,”
“Ada banyak faktor berbeda yang dapat menyebabkan kecelakaan seperti ini,” kata Ostrower kepada BBC.
Untuk diketahui, catatan keselamatan penerbangan di Indonesia memang buruk.
Meskipun ahli lain percaya bahwa faktor-faktor seperti kesalahan manusia atau pengawasan yang buruk lebih mungkin berada di balik tragedi Senin.
Menurut Boeing, seri 737 MAX adalah pesawat dengan penjualan tercepat dalam sejarahnya dan telah mengumpulkan hampir 4.700 pesanan dengan jenis yang sama.
MAX 8 telah dipesan oleh maskapai penerbangan termasuk American Airlines, United Airlines, Norwegia, dan FlyDubai.
Sementara, pengamat penerbangan Ross Aimer mengaku ragu maskapai penerbangan di Indonesia, termasuk Lion Air, melakukan kontrol secara intensif pada pilot dan pesawatnya.
Dilansir dari Global news, CEO dari Aero Consulting Experts itu menjelaskan bahwa model Boeing yang jatuh di Tanjung Karawang adalah jenis baru.
Boeing tipe ini memiliki banyak teknologi baru.
Menurut pilot senior mantan pilot United Airlines ini, sebagian besar maskapai penerbangan akan menawarkan pelatihan untuk pilot yang menggunakan pesawat baru.
Tetapi tidak jelas apakah Lion Air melakukannya.
“Saya tidak yakin Lion Air melakukan pelatihan ekstensif terhadap pilot mereka. Mereka tidak memiliki catatan keamanan yang bagus, mereka dilarang dari wilayah udara Uni Eropa selama beberapa tahun,” ujar Aimer.
Namun pakar penerbangan tersebut mengaku sulit untuk menyalahkan perusahaan pesawat dengan dalih pelatihan, dan menyarankan maskapai lain untuk mengambil tindakan, sampai penyebab kecelakaan itu ditentukan.
“Mereka harus dapat mengekstrak suara dan perekam data segera, yang akan memberi kita semua indikasi dari apa yang sebenarnya terjadi,” kata Aimer.
Founder Aviation Safety Network, Harro Ranter juga meragukan hal yang sama.
Dia meragukan maskapai tidak dapat melatih atau merekrut pilot yang cukup berkualitas.
Sebab seharusnya maskapai penerbangan akan berjuang untuk mengelola pertumbuhan yang cepat.
“Indonesia memang menonjol. Mereka memang memiliki beberapa kecelakaan yang sangat buruk di masa lalu,” kata Ranter.
“Sulit untuk menilai apakah mereka telah membuat kemajuan yang cukup bagus menyangkut kontrol dan standart keamanan,” ujarnya.
SUMBER