
AKHIRNYA Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) 120/2018 tentang pulau palsu hasil reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Dalam pergub-nya, Anis mengeluarkan ketetapan bahwa pulau palsu reklamasi akan dikuasai pemprov Jakarta dan menunjuk Jakarta Propertindo (Jakpro) sebagai pengelola semua hasil reklamasi atau pulau palsu dan bangunan di atasnya.
Dalam Pergub tentang pengelolaan hasil reklamasi terebut diatur bahwa tanah hasil reklamasi yang dimaksud yakni Pulau C, Pulau D, dan Pulau G akan dikelolah penuh oleh Jakpro selama 10 tahun.
Kondisi nyata tanah pulau palsu hasil reklamasi di tiga pulau palsu itu, Pulau C dan D dibangun oleh PT Kapuk Naga Indah, anak perusahaan PT Agung Sedayu Grup. Sementara Pulau G dibangun PT Agung Podomoro Land melalui PT Kencana Unggul Sukses, pemilik anak perusahaan PT Muara Wisesa Samudra.
Begitu pula di Pulau D telah berdiri dengan sejumlah bangunan yang sudah jadi dan pengembangnya juga telah mengantongi Hak Guna Bangunan (HGB). Pulau C dan G sudah diuruk namun dihentikan pembangunannya oleh pemprov Jakarta.
Adapun Jakpro sebagai penguasa baru pulau palsu reklamasi, dalam pengelolaannya diberi keleluasaan soal pendanaan pembangunan sarana dan prasarana bisa berasal dari modal perusahaan, patungan modal perusahaan dengan badan usaha lainnya yang sah, penyertaan modal Pemerintah Daerah, hibah yang sah dan tidak mengikat, pinjaman dan/atau bentuk pendanaan lain dari badan investasi pemerintah, dan atau bentuk pendanaan lain yang sah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Melihat skema pendanaan dalam pengelolaannya ini keberadaan pengeloaan pulau reklamasi hanya berpindah tangan ke Jakpro sebagai pemegang perizinan. Pihak swasta mana pun tetap akan bisa masuk sebagai patner pemodal pengelolaan. Artinya Jakpro tidak lebih sebagai perusahaan “penjual izin” atas pengelolaan semua aset pulau palsu hasil reklamasi.
Pihak perusahaan yang awalnya membangun dan sekarang ditendang oleh pemprov Jakarta, selanjutnya masih bisa masuk kembali menguasai pulau palsu buatannya atas nama kerja sama modal pengelolaan.
Jadi para perusahaan yang ditendang oleh Anis bisa kembali membangun pulau palsu karena PT Jakpro tidak hanya modal dengkul berupa kekuasaan perizinan saja.
Sementara Jakpro sendiri tidak punya uang atau dana maka akan membuka tangan kepada para perusahaan yang ditendang dan semua aset pulau palsu akan kembali ke tangan kalian.
Kesempatan kembali ke pulau palsu itu secara terang-terangan juga dikatakan oleh Anis bahwa dia akan tetap mengizinkan pengembang untuk menguasai sebagaian pulau yang dibangunnya.
Untuk itu perusahaan para pengembang pulau palsu reklamasi punya peluang untuk kembali karena memiliki uang sementara Jakpro hanya modal dengkul perizinan.
Pengembalian penguasaan itu bisa juga dilakukan para perusahaan pengembang bisa melakukan gugatan Kebijakan Penghentian Reklamasi oleh Pemprov Jakarta ke pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan itu dimungkin karena para pengembang sudah memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah di pulau palsu reklamasi, sementara Jakpro tidak punya sertifikat atau kepemilikan apa pun.
Peluang ini akan lebih banyak bisa dimenangkan oleh para pengembang awal mengambil kembali pulau palsu hasil reklamasi yang mereka bangun. Secara hukum juga upaya menggugat ini sangat mendukung kepastian hukum dalam berinvestasi karena pembatalan atau penutupan usaha reklamasi pulau palsu adalah merusak proyek dengan investasi dana sangat besar.
Berangkat dari situasi tidak jelasnya sikap Anis Baswedan sebagai gubenur Jakarta dalam perkara pulau palsu reklamasi ini, mengungkap adanya upaya penguasaan sepihak dengan mengatas namakan kepentingan publik.
Seperti diatur dalam Pergub 120/2018 bahwa pelaragan dan penutupan pulau palsu itu justru dibuka kembali melalui sebuah BUMD bernama Jakpro sebagai pemegang kekuasaan izin pengelolaan.
Melalui Jakpro ini para perusahaan termasuk pengembang awal diberi masuk mengelola pulau palsu reklamasi asal bisa memberi uang atas nama kerja sama dengan BUMD tersebut.
Artinya, apa pula artinya dilarang, ditutup dan kemudian dibuka kembali swasta masuk menguasai lagi? Jadi kampanye Anis Sandi saat Pilkada Jakarta lalu menolak reklamasi wujudnya jadi mengambil alih untuk menguasai saja, bukan benar-benar menolak.
Rupanya penolakan itu hanya janji atas nama massa penolak reklamasi yang melihat adanya pengrusakan kehidupan bagi warga Jakarta. Tetapi jadinya hanya menolak penguasaan oleh para pengembang awal untuk diambil kekuasaannya oleh kepentingan khusus gubernur Anis Baswedan. Ujung-ujungnya perizinan itu untuk cari uang saja, ya UUD, Ujung-Ujungnya Duit dengan menjual perizinan pengelolaan.
Untuk itu saya bertanya kepada para kawan-kawan aktivis yang menjadi tim sukses Anis Sandi yang menolak proyek reklamasi pulau palsu Pantai Utara Jakarta dan sekarang sudah menjadi Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), bagaimana upaya kalian sekarang? Apakah memang seperti ini perjalanan gerakan penolakan terhadap reklamasi yang kalian maksud saat kampanye mendukung pasangan Anis Sandi?.[***]
Azas Tigor Nainggolan
Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA)
SUMBER