
NUSANEWS - Kalangan Dewan DKI Jakarta mempertanyakan uang rakyat sebesar Rp4,4 triliun mengendap di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemprov DKI Jakarta. Uang yang mengendap tersebut merupakan sisa pemberian Penyertaan Modal Daerah (PMD) yang diberikan Pemprov DKI Jakarta dari tahun 2006 sampai dengan Juni 2017 ke sejumlah BMUD.
Ketua Fraksi Partai Golkar Jakarta, Ashraf Ali, mengakui, dirinyalah yang menemukan dana triliunan yang mengendap di sejumlah BUMD tersebut.
"Kebetulan yang menemukan data ini saya. Nah sekarang ini lagi ramai dibahas oleh dewan," terang Ashraf di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Kamis (15/11/2018).
Ashraf yang juga duduk di Komisi C membidangi anggaran ini meminta mengendapnya dana PMD disejumlah BUMD ini harus segera ditelusuri.
Disisi lain, Ketua DPRD Jakarta, Prasetio Edi Marsudi, meminta kepada para BUMD untuk segera mengembalikan uang rakyat tersebut.
"Kok aneh, duit rakyat bisa diendapkan begitu. Pokoknya kami minta itu semua duit rakyat harus cepat dibalikan ke kas daerah," tegas pria yang akrab disapa Pras di Jakarta, Kamis (15/11/2018)
Diakui Pras, dari tahun ke tahun sejumlah BUMD memang kerap mengajukan PMD dengan dalih pengembangan usaha. Dan nilai pengajuan PMD yang mereka ajukan nilainya tidak sedikit bisa mecapai ratusan miliar rupiah bahkan bisa mencapai triliunan rupiah.
"Tapi ternyata dari PMD yang kami setujui tidak mereka gunakan sesuai dengan kebutuhan yang mereka ajukan ke kami. Ternyata uang PMD ini mereka endapkan ke sujumlah bank," jelasnya.
Untuk diketahui, dari data yang dihimpun Harian Terbit, sejumlah BUMD yang mengendapkan duit rakyat diantaranya, PT MRT Jakarta Rp494.371.716.585, PT Jakarta Tourisindo Rp6.593.464.820, PT Transportasi Jakarta Rp177.455.768.299, PT Food Stasion Cipinang Rp26.787.751.090, PT Jakpro Rp2.554.515.557.394, PD Dharma Jaya Rp118.842.182.473, PD Pal Jaya Rp288.597.202.518, PT Pasar Jaya Rp398 238.339.413, PD PAM Jaya Rp305.677.335.146, dan PD Pembangunan Sarana Jaya Rp66.783.187.432.
Rp2,6 Triliun
Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah, mengatakan, APBD DKI Jakarta mengendap hingga Rp4,4 triliun di sejumlah BUMD DKI selama bertahun-tahun. Ia juga mengakui bahwa, dana itu merupakan PMD untuk BUMD yang tidak terpakai.
Adapun BUMD mulanya mengajukan PMD untuk mengerjakan proyek tertentu tetapi proyek itu tak terealisasi. "Ada 10 BUMD (yang PMD-nya mengendap), jadi sisa uang yang mengendap di BUMD itu Rp4,4 triliun sekian," kata di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (15/11/2018).
Dari Rp4,4 triliun itu, Saefullah menyebut ada sekitar Rp2,6 triliun yang masih bisa diserap. BUMD DKI akan menggunakan anggaran itu untuk proyek yang diajukan dalam proposal mereka.
"Yang Rp2,6 triliun, itu masih on progress, dia sesuai dengan proposal dan ada yang proses lelang sekarang, itu masih akan dikerjakan," kata dia.
Kemudian, sisa PMD sekitar Rp650 miliar yang mengendap di PT Jakarta Propertindo akan dikembalikan ke kas daerah dalam waktu dekat. PMD itu diberikan pada 2013 untuk mengakuisisi PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), namun tak terealisasi.
Saefullah menyampaikan, pengembalian PMD itu sudah tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD Perubahan 2018. Pemprov DKI juga sudah membuat peraturan gubernur (pergub) untuk mengatur mekanisme pengembalian PMD itu. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tinggal meneken pergub tersebut.
"Itu PMD Jakpro untuk akuisisi Palyja. Yang Rp650 miliar ini sudah diamanatkan di dalam perda perubahan kemarin (APBD Perubahan 2018), itu menjadi pemasukan, sekarang pergubnya sudah ada," ucap Saefullah.
Sementara sisanya, yakni sekitar Rp1,18 triliun, belum diputuskan nasibnya. Menurut Saefullah, sisa PMD Rp1,18 triliun itu bisa jadi dikembalikan juga ke kas daerah atau direalokasi untuk proyek lain. Namun, realokasi PMD belum memiliki dasar hukum.
"Ini (dasar hukumnya) baru mau dibahas," ujar dia.
SUMBER