logo
×

Senin, 24 Desember 2018

Blak-blakan Mahfud MD Soal Freeport dan Bela Sudirman Said dari Fadli Zon

Blak-blakan Mahfud MD Soal Freeport dan Bela Sudirman Said dari Fadli Zon

NUSANEWS - Kisah direbutnya pertambangan Freeport ternyata masih belum berhenti. Sejarah pun diulas lagi oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Pada postingan twitternya, dia memaparkan alur keterlibatan pemerintah serta DPR.

Bermula ketika Sudirman Said (SS) menjabat sebagai Menteri ESDM pada periode 2014-2016.

“KISAH FREEPORT DAN SUDIRMAN SAID. Ini perlu saya cuitkan agar jelas. Pada November 2015, Menteri ESDM Sudirman Said (SS) melaporkan Ketua Setya Novanto kepada Majelis Kehormatan DPR (MKD) karena dugaan melakukan pelanggaran etik dalam proses Perpanjangan kontrak Freeport. Publik gaduh,” posting akun @mohmahfudmd, Senin (24/12).



“Ternyata ada dugaan Ketua DPR itu meminta jatah saham dalam upaya Perpanjangan kontrak dengan Freeport. Ada 2 hal dalam kasus ini: 1) Ada kasus pejabat negara meminta bagian saham kepada perusahaan sehingga kasusnya disebut Kasus Papa Minta Saham; 2) Ada upaya memperpanjang kontrak dengan Freeport,” lanjut Mahfud.



Rupanya, laporan Sudirman Said ke MKD tidak menuai hasil yang diharapkan. Justru, banyak anggota parlemen mendukung Setnov saat itu. Dan bahkan, mereka mempertanyakan alasan Perpanjangan kontrak tersebut.

“Kasus Papa Minta Saham ditindaklanjuti dengan pemeriksaan resmi oleh MKD, tapi banyak teman-teman Setya Novanto yang membelanya di DPR. Persoalan meluas menjadi pertanyaan: Mengapa Freeport mau diperpanjang? Adalah lebih baik kalau kontrak tidak diperpanjang dan Freeport kita kuasai,” cuitnya.



Tak lama, postingan Mahfud membawa nama Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut justru mendukung DPR agar tidak memperpanjang Kontrak Karya Freeport.

“Benar juga, mengapa harus dilakukan Perpanjangan kontrak dengan Freeport? Banyak yang mendukung agar kontrak dengan Freeport diakhiri, tak perlu dinego-nego segala, langsung kita kuasasi 100 persen. Luhut Binsar Panjaitan (LBP) juga berpendapat begitu, katanya Sudirman tak berkonsultasi dengan Presiden,” katanya.




Dirinya pun juga mendukung hal yang serupa dengan Luhut dan DPR atas persoalan Perpanjangan kontrak tersebut yang membuat perdebatan.

“Saya pun berpendapat seperti itu. Nasionalisme saya terusik jika sehabis kontrak Freeport masih diperpanjang. Sebab, selama ada Freeport selain terjadi perusakan alam dan pengerukan kekayaan secara tidak adil, juga terjadi banyak pelanggaran HAM terhadap rakyat Papua. Logisnya, Freeport harus diakhiri,” ujarnya.



Dan Fadli Zon saat itu menginginkan SS untuk dipidanakan karena telah melanggar undang-undang minerba. Mahfud pun turut mendukung usulan tersebut.

"Pertanyannya, mengapa Sudirrman Said mau melakukan Perpanjangan. Jangan-jangan dia yang mendapat sesuatu tapi menuding ke Setya Novanto. Dari gedung DPR Sudirman dikeroyok. Bahkan Fadli Zon (FZ) berteriak agar Sudirman dipidanakan krn melanggar UU Minerba. Sudirman Said dipojokkan," cuit dia.

"Setelah membaca UU saya juga setuju dan ikut bicara kepada media bahwa Sudirman melanggar UU Minerba dan bisa dipidanakan. Saya heran, Sudirman yang bersih dan nasionalis melakukan itu," lanjut dia dalam cuitnya.

Namun, SS mengajak dirinya untuk bertemu dan membahas alasan dari Perpanjangan kontrak Freeport. Ketika bertemu, SS menghadapi sebuah dilemma karena ancaman Freeport yang akan membawa ke jalur hukum perdata internasional.

Sebab, posisi Freeport saat itu sejajar dengan pemerintah sehingga bisa mengancam Pemerintah Indonesia untuk melakukan arbitrasi.

"Sudirman mengatakan dirinya melakukan langkah yang benar di antara dilemma yang dihadapinya dan dia menegaskan bahwa langkahnya sudah dilaporkan kepada Presiden. 'Saya juga tak mau menyerahkan SDA kita kepada pihak asing yang mengakibatkan kerugian bagi bangsa dan negara', kata Sudirman," tulis Mahfud.

“Dan Sudirman menunjukkan UU dan dokumen kontrak yang mengagetkan. Di dalam Kontrak Karya dengan Freeport dicantumkan pemberian keistimewaan kepada Freeport sehingga dengan kontrak itu Freeport selalu mengatakan pihaknya bisa membawa kasus itu ke Arbitrasi Internasional jika kontrak diputus begitu saja,” ungkapnya.



Di dalam kontrak, tertulis jika Freeport bisa memperpanjang kontrak 2x10 tahun dan pemerintah tidak dapat menolaknya tanpa alasan rasional. Kemudian, tertulis juga jika kontrak berakhir, maka pemerintah harus membeli saham Freeport sesuai harga yang diajukan perusahaan.

“Setelah membaca itu saya bilang, 'Sudirman benar, lawan Setya Novanto dan kawan-kawan di DPR, saya akan mendukung dari luar', Mengapa? Karena menurut hukum 'sebuah kontrak' yang menyandera dan menjerat seperti itu memang hanya bisa diakhiri dengan kontrak baru melalui negosiasi. Tak bisa diakhiri begitu saja,” katanya.

"Menurut hukum setiap kontrak (perjanjian) berlaku sebagai UU bagi pihak-pihak yang membuatnya. Setiap isi kontrak mengikat seperti UU. Kontrak hanya bisa diakhiri dengan kontrak baru melalui asas consensual," tegasnya.



Mahfud kembali menjelaskan, setiap perjanjian kontrak harus menyesuaikan dengan undang-undang yang diterbitkan oleh pemerintah. Namun, dari penjelasannya, Kontrak Karya pada tahun 1991 tersebut dianggap tidak sah karena adanya penyuapan. Ketidaksahan itu berlaku apabila diputuskan oleh pihak pengadilan.

“(12) Menurut hukum setiap kontrak (perjanjian) berlaku sebagai UU bagi pihak-pihak yang membuatnya. Setiap isi kontrak mengikat seperti UU. Kontrak hanya bisa diakhiri dengan kontrak baru melalui asas consensual. Ada yang nanya, "apakah kontrak tetap mengikat jika dibuat dengan penyuapan?,” ujarnya.




“(13) Seperti kata RR (Rizal Ramli), kontrak itu dibuat melalui penyuapan kepada mentamben saat itu, sehingga kontrak itu cacat dan tidak sah. Tapi itu harus diputus oleh peradilan pidana dulu, dan peradilan pidana untuk kasus korupsi/penyuapan daluwarsanya adalah 18 tahun. KK itu terjadi tahun 1991, daluwarsa pada 2009,” lanjut dia.



Pemerintah pada 2009, mulai bertindak menerbitkan undang-undang baru dengan mengubah sistem Kontrak Karya menjadi badan usaha. Undang-Undang No.4 tahun 2009 yang mengatur tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sempat ditentang oleh Freeport McMoran Inc (FCX), induk perusahaan dari PT Freeport Indonesia (PTFI).

“(14) Maka itu, pemerintah mengeluarkan UU No. 4 tahun 2009 tentang Minerba yang mengubah sistem KK menjadi izin usaha. Freeport menolak dan mengatakan UU itu hanya berlaku bagi perusahaan baru. Perjanjian hanya bisa berakhir dengan perjanjian baru. Itulah yang ditempuh oleh pemerintah,” katanya.



Ancaman arbitrasi kerap dilayangkan Freeport, cukup membuat pemerintah berpikir mencari celah agar tidak kehilangan pertambangan emas tersebut. Selama 18 tahun, pemerintah bernegosiasi alot terhadap Freeport dan pada akhirnya, Jumat (21/12) lalu, tambang tersebut sebesar 51 persen kembali ke pangkuan ibu pertiwi.

“(15) Pertanyaannya, mengapa pemerintah tidak melayani ke Arbitrasi Internasional? Pemerintah sudah menyatakan siap ke Arbitrasi jika usaha mengambil 51 persen saham gagal. Tapi, masalahnya, jika kalah maka Indonesia akan kehilangan Freeport untuk selamanya, apalagi kasus pidananya sudah daluwarsa,” kembali Mahfud menjelaskan.


Jadi menurutnya, keruwetan Freeport berawal dari sistem Perpanjangan Kontrak Karya yang dimulai tahun 1991. Jika dipermasalahkan lagi soal KK saat ini, secara hukum tidak berlaku lagi dari pendapatnya.

“(16) Jadi kemelut Freeport dimulai oleh Perpanjangan KK tahun 1991 karena menurut Pak RR ada suap 10 juta dolar AS. Isinya memang menguntungkan Freeport. Tapi secara hukum kasus ini sudah daluwarsa karena sudah lewat dari 18 tahun. Seharusnya kalau mau dipidanakan se-lambat-lambatnya ya tahun 2009. SELESAI, TABIK,” tulisnya mengakhiri cuitan.






SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: