logo
×

Jumat, 26 April 2019

Menyoal Usul Pembentukan TPF Dugaan Kecurangan Pemilu 2019

Menyoal Usul Pembentukan TPF Dugaan Kecurangan Pemilu 2019

NUSANEWS - Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar mengusulkan pembentukan komisi atau tim independen untuk mencari fakta dug­aan kecurangan pemilu. Haris mengklaim telah mengusulkan hal tersebut jauh hari, karena menganggap Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tidak mampu bekerja sendirian.

Menurutnya, tim pencari fakta bisa diben­tuk dari sejumlah komisi yang relevan dengan permasalahan yang ada, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tim Pencari Fakta (TPF) ini diharapkan bisa membuktikan dan menunjukkan akar per­masalahan kepada masyarakat. Agar, setelah Pemilu, pemimpin terpilih bisa mendapat legiti­mas publik.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan KASN menolak untuk bergabung andai TPF be­nar-benar dibentuk. Mereka menilai, penanganan dugaan kecurangan pemilu sepenuhnya menjadi wewenang Bawaslu.

Koordinator Juru Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiga Uno, Sudirman Said sepakat dengan pembentukan TPF. Pihaknya pun mendorong masyarakat sipil mengonsolidasikannya.

Sudirman menilai, usul Haris tergolong wajar, mengingat maraknya dugaan kecurangan di berbagai daerah. Menurut Sudirman, sejauh ini BPN sudah mengumpulkan banyak bukti kecurangan di berbagai daerah.

Sebetulnya apa alasan Haris Azhar mengusulkan dibetuknya tim tersebut? Apakah dia memang menemukan indikasi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif? Bagaimana pula pandangan Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo- Ma'ruf Amin mengenai usulan ini? Berikut penu­turan lengkapnya.

Haris Azhar: Petunjuk di Sosmed Banyak, Tinggal Diolah

Kenapa Anda mengusulkan pem­bentukan tim untuk mencari fakta dugaan kecurangan Pemilu? 

Permasalahan semakin rumit. Ada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) 90 orang yang meninggal, ada banyak surat suara tercoblos, C1 yang tertukar, sistem online yang ngedrop dan lain se­bagainya. Melihat banyak masalah yang muncul ini, saya berpendapat, penyelenggara pemilu perlu di-back up oleh tim yang ajeg, biar semuanya bisa diselesaikan.

Kapan mengusulkannya? 

Saya sebenarnya sudah mengusul­kan pembentukan TPF ini sebelum Pemilu. Waktu itu, saya merespons soal aparatur sipil negara (ASN) dan polisi ramai di media sosial (sosmed). Terus ada pertanyaan, ramai di sosmed begini terus bagaimana. Saya bilang harus dijemput, jangan menunggu laporan.

Itu sejarah munculnya usulan tersebut, karena waktu itu beberapa Komisi bilang, kalau ada yang lapor akan kami tangani. Menurut saya, mestinya jangan menunggu laporan. Mestinya jemput bola biar bisa disele­saikan. Karena, petunjuk di sosmed itu sudah banyak, tinggal diolah, dite­lusuri, kerja bareng saja Ombudsman dan komisi-komisi negara.

Hanya itu alasannya? 

Nah, begitu Pemilu, semakin tam­pak indikasi kekacauan-kekacauan itu. Saya sebetulnya lebih termotivasi lagi memperkuat usulan itu, ketika ada hampir 100 orang petugas KPPS meninggal. Mereka diduga kelelahan menangani Pemilu Serentak.

Hampir 100 orang meninggal itu, pertanda apa? 

Ini berarti levelnya masalahnya sudah serius. Masak dalam hitungan jam, bisa ada seratusan orang men­inggal. Katanya ini pesta demokrasi, masak bisa sampai begitu.

Ada yang bilang, mereka pahla­wan demokrasi segala macam, tetapi jangan dihilangkan dong ada yang meninggal. Kok, cuma mereka yang dibilang pahlawan demokrasi. Kan ada juga itu yang ngangkat-ngangkat, mengalami berbagai kesulitan saat ngirim surat suara. Pas mereka men­inggal, kok tidak ada yang memberi gelar pahlawan. Iya kan.

Substansi usulan Anda apa sih? 

Saya bukannya mau cari apresiasi untuk itu, tapi ayo kita bongkar apa yang salah di penyelenggaraan ke­marin.

Mari kita cari tahu semua permasalahannya, sehingga kita tahu kenapa bisa sampai seperti itu. Jangan dis­kriminatif bongkarnya. Kita bongkar secara keseluruhan. Ada yang men­inggal, ada yang dicurangi, ada yang apa dan lain sebagainya.

Tapi, untuk menyelesaikan masalah Pemilu, sudah ada mekanismenya, seperti melalui Bawaslu, DKPP, MK dan Gakkumdu... 

Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu cuma mengurusi teknis penyeleng­garaan, kasus per kasus.

Mereka tak bisa memotret secara keseluruhan masalahnya. Mereka tidak akan bisa melihat seperti apa nih gambarnya.

Jika tim itu dibentuk, apa yang akan dikerjakan Bawaslu dan DKPP? 

Bawaslu dan DKPP biar saja jalan terus, kasus per kasus. Saya lagu cari fakta-faktanya untuk di-drafkan. Bisa tukaran info dengan Bawaslu, tenang saja, tak usah khawatir akan bentrok dan semacamnya.

Banyak yang mengamati Pemilu seperti BPN Prabowo-Sandi dan para pemerhati Pemilu. Tinggal disalurkan menggunakan mekanisme yang ada... 

Beda dong, mereka itu kan par­tisipan. Kami melakukan itu buat masyarakat, bukan untuk kepentingan 01 atau 02. Kami pro 007.

Tadi Anda bilang, makin ter­motivasi karena banyak petugas yang meninggal. Itu kan bukan kecurangan Pemilu... 

Iya memang, tapi itu juga bagian dari buruknya proses penyeleng­garaan Pileg dan Pilpres. Bahkan ini sebetulnya menunjukkan, masalah­nya lebih gawat lagi. Kalau ada kecurangan itu wajar. Bukannya saya memaklumi atau menerima adanya kecurangan, tapi dalam Pemilu hal semacam itu bisa terjadi.

Tapi, ini ada sekitar 100 orang yang meninggal, diduga gara-gara sistem penyelenggaraan Pemilu. Ini sistem apa sampai makan korban begitu. Bahkan, ini bisa jadi pukulan balik, karena orang bisa jadi makin males nyoblos karena khawatir nanti ada yang meninggal lagi.

Jhonny G. Plate: Tak Perlu TPF, Pemilu Sudah Berjalan Baik

Bagaimana tanggapan TKN soal usulan pembentukan TPF kecuran­gan Pemilu?

Haris Azhar itu kan yang mengusul­kan golput. Tidak perlu itu bentuk TPF. Untuk apa bentuk TPF, orang KPU sedang bekerja kok. Yang perlu sekarang ini adalah kita mengawal sama-sama, agar KPU dan Bawaslu berjalan dengan baik. Sehingga, Pemilu yang sudah berjalan dengan baik ini, terjaga sampai pengumuman hasil Pileg dan Pilpres oleh KPU.

Usul pembentukan TPF tidak tepat? 

Kan sudah berjalan dengan luar biasa Pemilu sekarang ini. TPF untuk apa. Apakah ada kecurangan yang sistematis, terstruktur dan massif. Kan tidak ada itu.

Bukankah ada sejumlah kasus? 

Memang ada berbagai kasus, tapi itu bisa diselesaikan melalui mekan­isme yang diatur oleh undang-undang. Sengketa rekapitulasinya silahkan ke Bawaslu, sengketa perhitungan suar­anya silahkan ke MK diselesaikannya. Untuk sengketa etiknya silahkan ke DKPP, sengketa pidana pemilunya silahkan ke Gakkumdu. Sudah ada semua mekanismenya.

Dunia saja mengapresiasi Pemilu Indonesia, yang diakui sebagai Pemilu yang baik dan berhasil. Karena, ini merupakan Pemilu Serentak pertama di Indonesia, yang terbesar di dunia. Kita sudah memberikan sumbangsih bagi demokrasi dunia, karena Pemilu berjalan lancar, luber, dan jurdil.

Tapi menurut dia, banyak kasus dugaan kecurangan dalam Pemilu ini? 

Apakah kalau kasus, sudah pasti itu salah. Belum tentu. Kasus itu baru aduan-aduan yang harus diperiksa kebenarannya. Kok, sudah ada usulan TPF. Buat apa. Apalagi, pemerintah itu harusnya nggak campur tangan dalam Pemilu. Pemilu itu urusannya penyelenggara pemilu, yaitu KPU, Bawaslu, DKPP, dan semua instrumen yang diatur oleh undang-undang.

Mereka itu melaksanakan Pemilu secara mandiri kok. Kenapa bawa-bawa pemerintah untuk periksa lembaga yang sedang bekerja. Saya kira usulan itu tidak relevan untuk diusulkan sekarang. Apalagi, belum ada buktinya, KPU masih bekerja menghitung hasilnya.

Saran Anda? 

Sekarang masih rekapitulasi, wak­tunya bagi kita untuk mengawasi supaya penghitungannya itu akurat. Kok, langsung mau bentuk TPF. Saya kira usulan itu tidak relevan, yang relevan saat ini adalah kita menga­wasi perhitungan suara ini dengan baik, sampai penetapan pemenang. Kalau ada kasus-kasus, salurkan itu melalui mekanisme yang diatur undang-undang.

Apakah mekanisme yang diatur dalam UU sudah cukup? 

Undang-undang sudah meng­aturnya dengan baik, termasuk soal perhitungan suara. Undang-undang sudah mengatur adanya saksi penga­was dari Panwaslu. Pemilu sebelum­nya nggak ada tuh saksi pengawas. Jadi, semakin nggak mungkin itu ada yang massif.

Kalau masih ada kecurangan, kumpulkan buktinya dan laporkan. Kalau dugaan pelanggarannya pidana pemilu, bawa ke Gakkumdu. Ada kasus pidana Pemilu, bukan berarti pemilunya sendiri yang salah. Kita harus menjaga agar Pemilu kita ini berjalan dengan baik, sehingga proses pemilunya itu legitimate, penyeleng­gara pemilunya legitimate, dan hasil pemilunya juga legitimate.

Jangan kita terjebak dalam usaha-usaha mendelegitimasi terhadap penyelenggara pemilu, usaha dele­gitimasi terhadap proses pemilu, dan usaha mendelegitimasi hasil Pemilu, karena itu bahaya sekali. Sekarang Pemilu kita ini sudah berjalan dengan baik kok. Jadi ke depan tinggal kita perbaiki lagi, kita koreksi kekuran­gannya saja.

Menurut Haris Azhar dari awal sudah ada masalah, yaitu menge­nai netralitas ASN dan polisi, juga banyak masalah lainnya. Apa tang­gapan Anda? 

Lho, ASN dan Polri netral kok. Kalau Pak Haris Azhar merasa ada ASN dan anggota Polri yang tidak netral, silahkan buktikan barang itu dong, laporkan dong. Ini kan baru satu statment, harusnya statmen itu didukung data. Soal netralitas itu kan sudah diatur dalam undang-undang.

Kalau memang ada, laporkan mereka, tapi disertai bukti-bukti. Kalau memang ada yang melanggar, kami setuju mereka dihukum. Tapi kan tidak bisa asal bicara, nanti anggota Polri marah lho. Dia sekarang sedang bekerja menjaga keamanan Pemilihan umum.

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: