logo
×

Rabu, 08 Mei 2019

Mereka Memanggilnya UBN

Mereka Memanggilnya UBN

Saya lihat sebuah tayangan video, saat itu dirinya sedang berbicara di atas mimbar. Dia berkata..

“Seandainya, hukum di Indonesia ini tidak berkeadilan, dan hukum tidak memuat rasa keadilan umat Islam. Pertanyaannya, yang mau aksi bela Islam jilid 4 super damai..angkat tangan”

Matanya memandang ke ribuan jemaah yang duduk bersila di hadapannya. Tangannya mengangkat sebagai tanda siapa yang inginkan aksi bela Islam jilid 4 dengan super damai jika hukum di negara ini tidak memenuhi rasa keadilan bagi umat.

Hanya ada beberapa orang yang acungkan jari, tidak banyak..mungkin hanya di bawah 10 orang. Kembali dirinya berbicara..

“Yang ingin revolusi, angkat tangan ..”

Seluruh jemaah di hadapannya sontak mengangkat tangan. Dan ia pun meminta jemaah berdiri, saat itu juga jemaah berdiri sambil kepalkan tangan ke atas.

“Allahu Akbar..”

Jemaah yang hadir menjawab panggilan revolusi. Inilah yang di takutkan penguasa saat ini, panggilan revolusi dari rakyat yang di sambut dengan tanpa ada rasa takut merupakan ancaman bagi kekuasaan yang mereka idamkan.

Seorang UBN bukanlah provokator. Ia hanya menjelaskan bagaimana perasaan umat saat ini, perasaan umat di era joko widodo yang memainkan politik belah bambu.

Di satu sisi Jokowi mengangkat umat Islam yang di wakili oleh kelompok yang selalu menjual cinta Pancasila, namun di sisi lain, ia mengajak umat Islam yang di angkatnya, untuk membantunya membenci kelompok yang saat ini tertuduh radikal. Kelompok yang selalu kritis pada pemerintah. Kelompok yang selalu mengancam eksistensi pemerintah.

Umat Islam terpecah di masa kepemimpinan Jokowi. Terjadi salah asih dan asuh yang ia terapkan. Ada anak tiri dan ada anak kandung. Adu domba dan menciptakan ruang permusuhan yang semuanya di atur oleh tangan yang tidak mempunyai batas kekuasaan.

UBN awalnya hanyalah seorang ustad biasa, di bandingkan tokoh NU, dirinya bukanlah apa2. Namun satu kelebihan beliau di bandingkan tokoh2 NU, beliau mempunyai rasa yang sama dengan umat saat ini. Rasa keadilan yang terasa di tinggalkan.

Ketika umat berharap pada pejabat pemilik kekuasaan, tapi mereka tidak mendapatkan apa yang mereka mau. Ketika batas2 yang selama ini di gariskan malah di injak2 secara leluasa, umat bertanya dalam kelompoknya.

“Apakah kita harus diam diri melihat segala ketidak Adilan ini?”

Tokoh2 agama seperti imam besar, UBN, Abdul Somad, dll..terkadang dalam khotbah yang mereka bawakan selalu meminta tanggapan penguasa.

Pesan sudah sering mereka sampaikan, permintaan sudah acap kali mereka kirimkan. Namun perlakuan sebaliknya yang mereka terima.

Di tuduh radikal, anti Pancasila, HTI, ISIS..sudah gak terhitung lagi fitnah yang tertuju pada mereka.

Padahal yang mereka perankan saat ini adalah mengambil peranan orang2 yang merasa menjadi wakil rakyat. Saat para wakil rakyat terbelenggu bicara, coba tanya pada hari nurani, pada siapa umat mengadu?

Saat banyak ulama menjadi menurut pada penguasa, saat banyak kyai mengunjungi istana dan tersenyum saat bersantap di dalamnya, siapa lagi ulama yang bisa dijadikan arah dan mendengar curahan hati umat?

Penguasa adalah pelayan umat, penguasa bukanlah sang raja yang harus di berikan angguk kepala atas apa yang dia lakukan. Segala suara dari umat adalah kritik dan kontrol atas kinerjanya. Jika kritik yang di berikan di anggap ancaman, maka ada pengkhianatan yang di lakukan.

UBN harus di cari kesalahannya. Kasus pencucian uang atas dana umat yang sukarela di berikan, seolah ada kerugian atas penggunaan dana itu.

UBN bukanlah yusuf Mansyur yang tau kemana berkiblat agar kasus memegang dana umat bisa terselamatkan. UBN adalah dirinya dengan segala keinginannya.

Dia adalah ulama yang rela menerima fitnah atas apa yang dia lakukan demi umat yang mempercayainya.

Dalam status tersangka saat ini, UBN tersenyum. Dalam senyum itu dia melemparkan pesan pada barisan umat yang selalu bersamanya.

“Jangan berhenti berjuang, perjuangan ini bukan Seorang UBN semata. Walau UBN tersandera, walau UBN terjeruji besi, walau UBN di lenyapkan sekalipun, perjuangan ini akan selalu ada dan harus tetap membara”

Bung Hatta dan bung Karno di asingkan oleh Belanda agar memudarkan perjuangan rakyat. Tapi Belanda gagal membendung semangat perjuangan rakyat. Tanpa bung Karno dan bung Hatta, perjuangan tetap berkobar. Karena bung Karno dan bung Hatta sudah melahirkan semangatnya pada rakyat Indonesia.

Tak akan habis pejuang di barisan kami, satu terbungkam akan lahir ribuan yang siap menghujam.

Untuk mu…UBN

*Penulis: Setiawan Budi (Pegiat Media Sosial)

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: