logo
×

Kamis, 08 Agustus 2019

Perang Dagang, Jepang Makin Keras, Korsel Tak Gentar

Perang Dagang, Jepang Makin Keras, Korsel Tak Gentar

DEMOKRASI - Setelah dalam beberapa waktu Jepang melakukan manuver-manuver ekonomi terhadap Korea Selatan, kini nampaknya Jepang sudah 'melek' dengan risiko dari aksi beraninya tersebut.

Setelah pada 1 Juli Jepang membatasi ekspor untuk tiga kelas bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan semikonduktor yang sangat dibutuhkan oleh industri teknologi Korsel seperti Samsung Electronics dan SK Hynix.

Pada Jumat lalu (2/8) Jepang kembali mengambil langkah yang lebih luas, yaitu dengan mengeluarkan Korsel dari "whitelist" Jepang yang berisi 27 negara yang diberikan keistimewaan atas regulasi ekspor Jepang.

Sikap berani yang ditunjukan oleh pemerintahan Shinzo Abe ini berawal dari keinginan Jepang agar Korsel berhenti menuntut ganti rugi atas kerja paksa selama penjajahan Jepang karena menurut Jepang persoalan tersebut telah diselesaikan dalam Perjanjian 1965 dengan membayar kompensasi sebesar 500 juta dollar AS pada saat itu.

"Korsel terlihat tidak menepati janjinya terhadap permasalahan buruh kerja paksa. Secara otomatis, kita (Jepang) harus menganggap kontrol ekspor kita gagal," ujar Abe dalam Talkshow di televisi.

Namun, dikutip dari Foreign Policy, nampaknya sanksi yang diberikan Jepang tidak menunjukkan 'konsistensi', terlihat dari beberapa pernyataan yang bertentangan diantara pejabat-pejabat Jepang.

Menteri Perdagangan Jepang, Hiroshige Seko sebelumnya telah menekankan aspek teknis, bahwa hal ini akan berimbas pada keamanan nasional Jepang.

Jepang sendiri mengaku telah berusaha membicarakan hal ini dengan Korsel selama berbulan-bulan, namun mendapatkan penolakan.

Sementara Korsel menyangkal pernyataan Jepang dan mengutuk tindakan Jepang dengan membawanya ke PBB, serta ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan menyebut tindakan tersebut telah melanggar perdagangan global.

Kepala Juru Bicara Kantor Kabinet, Yoshihide Suga mengatakan, kontrol ekspor digunakan untuk alasan keamanan nasional.

"Korea Selatan tidak menawarkan solusi yang memuaskan atas masalah mantan pekerja di Semenanjung Korea dan kami tidak bisa tidak mengatakan bahwa hubungan dan kepercayaan kedua negara telah rusak parah," katanya.

Meski demikian, nampaknya Pemerintah Jepang harus bersiap menghadapi risiko yang diakibatkan ulahnya sendiri. Korsel diketahui merupakan mitra dagang Jepang terbesar setelah AS dengan keuntungan sekitar 20 miliar dollar AS pada tahun 2018. Dengan adanya tindakan Jepang, tentu akan memengaruhi perekonomian nasional Jepang.

Korea Selatan sendiri menyatakan telah bersiap untuk menginvestasikan miliaran dollar AS untuk menciptakan industri mandiri agar tidak bergantung pada Jepang. Sementara itu pada saat yang sama warga Korsel secara serentak memboikot barang-barang Jepang dan membatalkan perjalanan ke Jepang.

Diketahui jumlah wisatawan Korea Selatan ke Jepang jatuh 50%  beberapa pekan terakhir. Padahal tahun sebelumnya Korsel menyumbang 7.5 juta wisatawan yang menjadi salah satu pendapatan terbesar bagi Jepang.

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: