logo
×

Jumat, 16 Agustus 2019

Rekonsiliasi Tanpa Tapi

Rekonsiliasi Tanpa Tapi

Lieus Sungkarisma
Penulis adalah Komandan Gabungan Relawan Demokrasi Pancasila (Garda Depan)

Gugatan Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen terhadap Jenderal TNI (Purn) Wiranto ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjadi secerca harapan bagi orangtua korban tragedi Semanggi I. Asih Widodo, ayah korban tragedi Semanggi I, Sigit Prasetyo (mahasiswa YAI), berharap kasus yang menewaskan putra semata wayangnya itu mendapat titik terang.

Kivlan sebagai mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) itu menggugat Wiranto saat kasus 1998 itu yang merupakan Panglima ABRI dan menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas peristiwa itu.

"Anak semata wayang saya hafal Alquran 27 juz dan IPK-nya 3,8, tapi dipaksa mati oleh negara. Bagi saya Wiranto dan Habibie tangkap saja, konkret itu," kata Widodo dalam konferensi pers di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Kamis, 15 Agustus 2019.

"Saya kalau ke makam anak saya, penjaga makam selalu tanya, 'siapa yang bikin mati anak Anda', saya katakan Wiranto itu yang sebentar lagi modar (mati)," ucap Widodo geram.

Sementara itu, salah satu orangtua korban tragedi Semanggi I lainnya, Maria Catarina Sumarsih, juga merasakan hal yang sama, bahwa Wiranto adalah orang yang sangat bertanggung jawab dalam kasus tragedi 1998 itu.

Maka dari itu, ibu dari Benardinus Realino Norma Irmawan alias Wawan, mahasiswa Universitas Atmajaya itu berharap agar kesaksian Kivlan Zen terhadap keberadaan Pam Swakarsa yang disebut-sebut perintah dari Panglima ABRI saat itu harus menjadi acuan negara untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat.

"Kesaksian Pak Kivlan harusnya jadi acuan pemerintah untuk menyelidiki kasus sampai ke tingkat penyidikan," ucap Sumarsih.

Sumarsih menuturkan, Komnas HAM sebagai lembaga negara yang diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus pelanggaran HAM juga sudah melakukan tugasnya. Hanya saja sikap dari Kejaksaan Agung yang sampai saat ini menurutnya masih belum terlihat untuk menuntaskan kasus itu.

"Komnas HAM sudah selesai lakukan tugasnya untuk menyelidiki bersifat pro justitia. Bahkan Komnas HAM siap mendukung Kejaksaan Agung untuk ke tingkat penyidikan, tapi harus ada berkas resmi bukti bahwa Komnas HAM berwenang lakukan penyidikan," paparnya.

Lebih lanjut, Sumarsih meyakini bahwa kasus pelanggaran HAM berat masa lalu itu adalah kesalahan dari oknum pejabat negara, bukan merupakan kesalahan dari lembaga negaranya, sehingga oknum-oknum itu harus bertanggung jawab di depan hukum.

Diketahui, dalam gugatannya, Kivlan menyatakan bahwa Wiranto adalah orang yang bertanggung jawab untuk membayar kerugian dirinya dalam upaya pengerahan massa dari Pam Swakarsa sebanyak 30.000 orang dan sampai saat ini belum dibayarkan. Kivlan mengaku untuk membayar massa aksi tandingan mahasiswa tahun 1998 itu dirinya harus membayar secara pribadi.

Kivlan juga mempertegas bahwa pengerahan PAM Swakarsa itu atas perintah Wiranto untuk mendukung pelaksanaan Sidang Istimewa di MPR RI pada tanggal 10-13 November 1998.

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: