
DEMOKRASI.CO.ID - Pembawa acara program Mata Najwa di Trans 7, Najwa Shihab bertanya ke Masinton Pasaribu, Anggota Komisi III DPR RI dan Inisiator RUU KPK.
Diketahui, pertanyaan Najwa Shihab ke Masinton Pasaribu tersebut mengundang sorak para penonton di studio program Mata Najwa di Trans 7.
Saat itu, Najwa Shihab bertanya ke Masinton Pasaribu, soal kehadiran Masinton Pasaribu di DPR saat di DPR gelar Rapat Paripurna Pengesahan Revisi UU KPK.
"Tapi sebelumnya saya ingin cek. Bang Masinton anda hadir di rapat kemarin? Anda hadir atau titip absen?"
Sontak pertanyaan Najwa Shihab itu, bikin Masinton Pasaribu bereaksi, seraya sorak penonton di acara program Mata Najwa di Trans 7.
"Oooh," ucap singkat Masinton Pasaribu sambil tertawa sesuai mendengar pertanyaan Najwa Shihab saat itu.
"Sebentar kita tanya" ucap Najwa Shihab sambil menenangkan sorak penonton di studio program Mata Najwa.
"Itu, ya.. Itu jadi pandangan dari fraksi itu saya yang menyampaikan. Cuman tidak dibacakan. Jadi kalau ditanya hadir saya ini, bisa di cek"
"Kehadiran fisik saya di DPR itu, selama saya menjadi anggota DPR Itu 80 persen ke atas," klaim Masinton Pasaribu di depan Najwa Shihab.
"Ok. Jadi kalau kemaren dari 200 yang hadir 80, itu berarti teman-teman saja yang pada titip absen?" tanya Najwa Shihab kembali.
Masinton Pasaribu pun kembali menjawab pertanyaan Najwa Shihab tersebut.
"Ya bukan titip absen sebenarnya mereka datang," ucap Masinton Pasaribu seraya disambut sorak dari penonton.
"Sebentar.. sebentar..." ucap Najwa Shihab.
"Jadi begini Mbak Nana. Mereka datang ya, kemudian ada beberapa aktivitas DPR"
"Termasuk ada kegiatan di Lemhanas. Itu kerja sama Lemhanas dengan DPR" kata Masinton Pasaribu.
Simak video lengkapnya di akun YouTube Narasi Tv terkait acara program Mata Najwa di Trans 7 yang bertema "KPK: Kiamat Pemberantasan Korupsi":
Jelaskan ICAC Hongkong, Masinton Disoraki Penonton
Melansir TribunWow, Anggota Komisi III DPR Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu disoraki penonton karena ditanya berulang kali oleh presenter Najwa Shihab mengenai lembaga anti korupsi di Hong Kong.
Hal ini terjadi saat Masinton Pasaribu menjadi narasumber dalam program Mata Najwa bertema 'KPK: Kiamat Pemberantas Korupsi', dilansir TribunWow.com dari saluran YouTube Najwa Shihab, Kamis (19/9/2019).
Dalam program tersebut hadir pula Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif, dan Pakar Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar.
Mulanya Zainal menanyakan mengenai logika siapa yang akan mengawasi dengan pengawas yang ditetapkan dalam revisi UU KPK, terbaru.
"Pengawasan itu dua jenis, ada pengawasan yang bersifat lembaga, ada pengawasan yang bersifat sistem. Kalau kita pakai logika bahwa semua sistem harus diawasi secara lembaga, pertanyaan saya DPR siapa yang ngawasin?," ujar Zainal.
"Rakyat yang ngawasin," ujar Masinton sambil tertawa.
Zainal lantas mengatakan benar bahwa yang memilih yang mengawasi.
"Rakyat itu kan metode terpilih, itu sistem, karena sistem yang ngawasin," kata Zainal.
"Kalau pakai metode yang Anda sebutkan yang dipilih, Anda juga awasi KPK, kan Anda juga yang milih."
"Kan sama melalui pansus. Jadi tidak penting ada lembaga tersendiri untuk itu," sambung Zainal.
Kemudian Zainal mengatakan jika dewan pengawas dibentuk untuk turut mengawasi seperti halnya KPK, maka siapa yang mengawasi dewan pengawas.
"Yang kedua adalah kalau mengawasi dewan pengawas, mengawasi KPK dianggap luar biasa dan butuh dewan pengawas, maka pengawas ini harus luar biasa."
"Karena tidak mungkin mengawasi yang luar biasa kalo dia tidak mungkin luar biasa. Pernyataan saya siapa yang mengawasi dewan pengawas?," tanyanya.
"Haruskah dibutuhkan lagi dewan untuk dewan pengawas?," ungkapnya mengundang tawa penonton studio.
"Karena dewan pengawas itu bagian dari KPK," tambah Laode.
Mendengar hal itu pun Masinton kemudian memberikan contoh mengenai lembaga anti korupsi di Hong Kong, Independent Commission Againts Corruption (ICAC)
"Lembaga Hong Kong itu, ICAC-nya itu memiliki 2 organ pengawasan. Jadi ada ICC, Independent Complaints Committee, dan ada Operations Review Committee, ORC," sebut Masinton sambil membaca selebaran kertas di mejanya.
Laode dan Zainal Arifin mendengar hal itu lantas mengatakan sudah mengetahui hal tersebut.
"Saya bekerja dengan mereka jadi saya tahu persis," ujar Laode.
"Sebentar, yang Anda ketahui tentang ICC itu apa jadinya?," tanya Najwa Shihab kepada Masinton.
Ia meminta penjelasan Masinton yang membuatnya jadi contoh.
"Satu kewenangan besar tanpa ada pengawasan yang kuat," ujar Masinton terhenti.
Penonton studio Mata Najwa ramai bergemuruh.
Najwa Shihab kembali meminta agar Masinton bisa menjelaskan masksudnya.
"Dari mulai komplain masyarakat, penerapan hukumnya segala macam, sudah jelas, penerapan hukumnya segala macam" sebut Masinton terbata-bata.
"Apakah penyadapan kemudian penyitaan segala macam dan sebagainya itu ada?" kata Najwa Shihab.
Najwa Shihab terlihat tak puas dan berulang kali bertanya dan meminta agar Masinton menjelaskan hal tersebut.
Laode yang mendengar lantas memberikan penjelasan.
"Bang Masinton enggak bisa jelaskan, sini saya saja. ICAC Hong Kong itu ada dua pengwasannya, satu internal, satu eksternal, yang internal itu sama dengan pengawas internal KPK yang sekarang. Ya?," ujar Laode.
Masinton terlihat ingin berbicara namun hanya membiarkan Laode menjelaskan.
"Sedangkan yang eksternal itu kamu tahu berapa orangnya? 28 orang, seperti bolt. Tapi dia tidak bisa menyetujui surat pro justice atau apa, saya ini sering ke Hong Kong, bekerja sama, sering. Jadi wakil rakyat itu harus paham," sindir Laode mengakhiri.
Lihat videonya dari menit ke 1.56:
KPK Mengaku Tak Dilibatkan DPR
Sebelumnya, Laode M Syarif mengatakan KPK sama sekali tak dilibatkan untuk ikut melakukan revisi Undang Undang KPK.
Laode menuturkan KPK sama sekali tak dilibatkan dalam proses tersebut, bahkan untuk diberikan susunan draf revisi UU KPK itu sendiri.
"Misalnya ada undang-undang yang kami terima, kami bukan dapatkan dari DPR, bukan juga dari pemerintah," keluh Laode di depan presenter Najwa Shihab, Rabu (18/9/2019).
Namun mereka mendapatkan draft tersebut dan hanya akan mengatakan bahwa itu datang dari hamba Allah atau sosok yang anonim.
"Jadi kalau ada (yang bertanya) 'Dari mana kalian dapat?', 'Dari hamba Allah' saya bilang," ujarnya.
"Apakah minta ke DPR tapi tidak di beri atau bagaimana?," tanya Najwa Shihab.
Laode menuturkan memang seharusnya KPK diberi bahkan sebelum revisi UU KPK disahkan.
"Begini jadi kan harusnya bukan setelah jadi juga baru diberi. Harusnya diberikan itu sejak awal. Saya beri contoh, makanya kaya ujian tesis saya bawa banyak dokumen," katanya.
"Anda membawa banyak bukti?," tanya Najwa Shihab.
"Ya bukan bukti, misalnya kami dulu mendapatkan surat dari DPR, misalnya ini kan waktu saya masuk di KPK itu waktu itu isu perubahan undang-undang, ini surat 3 Februari 2016. Waktu itu kami dimintai pendapat, akhirnya semua pimpinan menyuruh saya untuk mewakili KPK untuk pergi," cerita Laode dipotong Najwa Shihab.
"Baik Pak Syarief, sebelum masuk terlalu detail, jadi Anda memberikan contoh itu 2016 tapi sekarang tidak pernah dilalui?," tanya kembali Najwa Shihab.
"Tidak sama sekali," jawab Laode singkat.
"Anda merasa ikut bertanggung jawab sebagi pimpinan KPK, akhirnya KPK mati dan dikebiri pada saat komisionernya salah satunya Laode Syarief?," tanya Najwa Shihab kembali.
"Ya pada saat itu saya merasa 'Kenapa ya harus di zaman saya harus seperti ini?' tetapi apakah yang harus saya kerjakan untuk menyelamatkan itu. Padahal pemerintah dan DPR kaya menutup pintu untuk kami," jawab Laode.
Kronologi Pengesahan KPK'>Revisi UU KPK
Revisi UU yang dianggap melemahkan KPK ini resmi diusulkan menjadi inisiatif DPR RI dalam rapat paripurna pada Kamis (5/9/2019), dikutip dari Kompas.com, Selasa (17/9/2019).
Seluruh anggota DPR yang hadir di rapat paripurna pun kompak menyatakan setuju.
Tidak ada fraksi dari mana pun yang mengajukan keberatan atau interupsi.
Dan tak ada pula perdebatan antara parpol pendukung pemerintah dan papol koalisi.
Akan tetapi, Jokowi dalam mempertimbangkan revisi UU KPK hanya butuh waktu enam hari dan langsung menyetujuinya.
Padahal Jokowi memiliki waktu 60 hari.
DPR lantas mengetuk palu tanda pengesahan revisi UU KPK, Selasa (17/9/2019).
Pada Selasa (17/9/2019) itu juga suasana begitu sendu di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Para pegawai KPK pulang agak larut untuk menggelar aksi untuk suarakan duka cita.
Melalui disahkanya Revisi Undang-Undang KPK atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, para pegawai menganggap telah hilang taring lembaga bentukan tahun 2002 ini untuk memberantas korupsi. (CC)