logo
×

Sabtu, 16 November 2019

Anies Baswedan Bilang 'Poya Mothig Poya Haha', Bahasa Apa Itu?

Anies Baswedan Bilang 'Poya Mothig Poya Haha', Bahasa Apa Itu?

DEMOKRASI.CO.ID - Anies Baswedan mencantumkan kalimat 'Poya mothing poya haha' dalam karangan bunganya kepada Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama). Bahasa jenis apa yang digunakan Gubernur Jakarta itu?

Itu adalah bahasa walikan Jogja (Yogyakarta) atau bahasa kebalikan gaya Jogja, tempat kampus UGM berada. Karangan bunga Anies yang memuat bahasa walikan Jogja itu terlihat di Musyawarah Nasional (Munas) XIII Kagama, di Hotel Grand Ina Bali Beach, Sanur, Denpasar, Bali, Jumat (15/11/2019).

'Poya mothig poya haha' artinya adalah 'tidak punya duit tidak apa-apa'. Bagaimana bisa artinya menjadi begitu? Menerjemahkan bahasa walikan Jogja memang harus melewati jalan sedikit memutar. Mari kenali bahasa gaul masa silam itu.

Bahasa Walikan

Anies Baswedan memang mahasiswa UGM angkatan 1989. Pantas saja dia tidak asing dengan bahasa walikan Jogja. Soalnya, bahasa walikan memang populer di kalangan umum Jogja pada era '80-an.

Dilansir dari buku 'Urip Mung Mampir Ngguyu: Telaah Sosiologis Folklor Jogja' karya Sidik Jatmika, bahasa walikan adalah hasil dekonstruksi terhada aksara Jawa yang sudah mapan.

Konon, pengguna awal bahasa walikan ini adalah para gentho, gali, garong, alias preman. Copet, maling, dan rampok menggunakan bahasa ini supaya percakapan mereka tidak diketahui otoritas Orde Baru kala itu. Namun lama kelamaan, bahasa ini mulai dipahami orang non-kriminil.

Ada pula versi sejarah heroiknya yang juga populer, bahasa walikan digunakan oleh pejuang-pejuang zaman dulu supaya percakapan mereka tidak dipahami penjajah Belanda. Entah mana versi sejarah yang benar, belum ada yang cukup meyakinkan sejauh ini.

Yang jelas, pada dekade '80-an di Jogja, bahasa walikan mulai menjadi bahasa gaul. Anak-anak muda Kota Pelajar mulai sering menggunakan 'boso walikan' ini.

Sebenarnya ini bukan sepenuhnya 'bahasa' dalam artian formal, melainkan hanya ragam bahasa yang tidak resmi dan tidak baku, alias bahasa slang. Pemakaiannya pun bukan diterjemahan dalam satu kalimat penuh, melainkan hanya sepotong-sepotong, atau kata-kata tertentu saja yang dibalik.

Sejauh pemahaman penulis, bahasa walikan Jogja lain dengan bahasa walikan Malang yang caranya langsung dibalik lewat cara bacanya. Misalnya, bila di Malang, kata sapaan 'mas' menjadi 'sam'. Tapi di bahasa walikan Jogja, kata sapaan 'mas' menjadi 'dab'. Versi Jogja sedikit lebih memusingkan.

Foto: Ristu Hanafi/detikcom

Istilah dari bahasa walikan Jogja yang populer selain 'dab' antara lain ada 'dagadu', artinya 'matamu'.

Belakangan, ada lagu dangdut hip-hop berjudul 'Kimcil Kepolen' yang dinyanyikan oleh sederet penyanyi, termasuk Via Vallen. Dalam liriknya, ada kata-kata, "Pancene kowe pabu, nuruti ibumu, jare nik ra Ninja ra oleh dicinta (Emang dasar kamu pabu, nurutin ibumu, katanya kalau nggak Ninja nggak boleh dicinta)."

Persis, kata 'pabu' dalam lirik itu adalah bahasa walikan Jogja. 'Pabu' artinya 'anjing', termasuk kata-kata vulgar.

Selain itu, Iwan Fals dulu juga pernah menggunakan nama samaran 'Pitat Haeng'. Nama samaran itu dia gunakan sebagai keterangan pencipta lagu 'Pak Tua' milik grup musik 'Elpamas'. Nama samaran Iwan Fals itu juga menggunakan kaidan bahasa walikan Jogja.

Masih banyak lagi istilah dari bahasa walikan Jogja yang sering digunakan di Jogja, yakni 'japemethe: teman sendiri', 'themon: perempuan', 'hongib: polisi', 'lotse: minum'.

Tentu saja itu diterjemahkan dari bahasa Jawa standar ke bahasa walikan, bukan dari bahasa Indonesia ke bahasa walikan. Begini cara membalik Bahasa Jawa biasa ke bahasa walikan Jogja:

I. Pahami baris Aksara Jawa

(1) Ha Na Ca Ra Ka
(2) Da Ta Sa Wa La
(3) Pa Dha Ja Ya Nya
(4) Ma Ga Ba Tha Nga

II. Balik barisnya

Bila hendak menerjemahkan kata dalam bahasa Jawa ke bahasa walikan Jogja, maka baliklah huruf-huruf di baris (1) ke huruf di baris (3), juga sebaliknya. Serta, baliklah huruf di baris (2) ke huruf di baris (4), berlaku pula sebaliknya.

Langsung saja, ambil satu contoh. Mari menerjemahkan kata 'mas' ke dalam bahasa walikan Jogja. Kata 'mas' dalam penulisan Aksara Jawa berarti memerlukan huruf Ma dan huruf Sa. Cermatilah huruf Ma dan Sa pada baris Aksara Jawa di atas.

Ma berada pada baris (4). Maka Ma harus dibalik ke huruf yang ada di baris (2) yang sejajar. Perhatikanlah, huruf yang sejajar dengan Ma di baris ke (2) adalah huruf Da.

Sa berada pada baris (2). Maka Sa harus dibalik ke huruf yang ada di baris (4) yang sejajar. Huruf yang sejajar dengan Sa di baris (4) adalah huruf Ba.

Maka, Ma dan Sa (Mas) dibalik menjadi Da dan Ba (Dab). Mas=Dab.

Penerjemahannya tentu tidak terlalu kaku. Bila sulit diucapkan maka bisa dimodifikasi. Harus diingat, ini adalah bahasa gaul, jadi 'presisi' bukanlah yang utama, yang utama adalah kemudahan dalam melafalkannya.

Foto ilustrasi, tak ada hubungannya dengan berita (Arbi Anugrah/detikcom)

Gampang bukan? Tentu tidak, apalagi yang tidak akrab dengan bahasa Jawa dan Aksara Jawa. Maka, daripada berlelah-lelah membalik sendiri, lebih baik hapalkan saja kata-kata populer dalam bahasa walikan Jogja.

Di bawah ini ada beberapa kata-kata itu, termasuk kata-kata vulgar yang perlu Anda tahu supaya mengerti bila sedang diumpat diam-diam oleh orang yang paham bahasa walikan.

poya: ora (tidak)
mothig: duwit (uang)
haha: papa (apa-apa)
dagadu: matamu
dab: mas
pahin: apik
japemethe: cah'e dewe (teman sendiri/anggota kelompok)
dosing: mobil
pisu: ibu
sahan: bapak
haladh: pangan (makan)
soco: bojo (istri/pacar)
hongibi/hongib: polisi
patub: agus (nama populer pria Jawa)
lotse: minum (minum, biasanya minuman keras)
pagob: atos (keras, menyebut watak seseorang)
pabu: asu (anjing)
saciladh: bajingan

Dan masih banyak lagi. Salam, japemethe!
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: