
DEMOKRASI.CO.ID - Pengamat politik Ujang Komaruddin meyakini, Partai Nasdem tidak akan keluar dari koalisi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.
Kendatipun Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh melakukan manuver politik sedemikian rupa.
Mulai dari menjalin kedekatan dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sampai saling sindir dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebaliknya, pengajar di Universitas Al Azhar Indonesia ini meyakini, Nasdem bakal jadi ‘bad boy’ di internal koalisi.
“Walaupun ada di koalisi Jokowi, namun Nasdem sepertinya akan jadi anak nakal, bad boy,” katanya dikutip PojokSatu.id dari RMOL, Minggu (10/11/2019).
Caranya, bisa dengan melontarkan kritik kepada Jokowi dan kebijakan-kebijakannya.
“Di saat yang sama, walau ada dalam barisan koalisi Jokowi, Nasdem akan mencari teman dari pihak oposisi,” ulasnya.
Dengan menghitung untung rugi keluar dari koalisi, Nasdem akan tetap menjadi pendukung namun tidak lagi loyal seperti di periode sebelumnya.
Menurutnya, manuver Surya Paloh itu tak lepas dari kekecewaan kepada Jokowi.
Khususnya terkait posisi Jaksa Agung yang diberikan kepada ST Burhanuddin yang dianggap memiliki afiliasi ke PDIP.
“Jaksa Agung yang tadinya kader Nasdem saat ini posisinya diberikan ke PDIP,” hemat dia.
Selain itu, ia juga menilai Nasdem kecewa dengan penyusunan Kabinet Indonesia Maju.
“Surya Paloh tak diajak bicara dan Nasdem dapat jatah tiga menteri yang tidak strategis,” papar dia.
Juga, tentu saja, masuknya Partai Gerindra dan Prabowo ke dalam koalisi pemerintah.
Terlebih, Ketua Umum Partai Gerindra itu adalah rival utama di pilpres lalu yang malah diganjar posisi sebagai Menteri Pertahanan.
“Masuknya Gerindra telah mengubah peta politik internal koalisi Jokowi,” pungkas Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini.
Hal senada juga diungkap pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, manuver yang dilakukan Surya Paloh itu menunjukkan sinyal kuat sakit hati.
Utamanya atas berbagai keputusan Presiden. Termasuk penunjukkan ST Burhanuddin sebagai Jaksa Agung dan masukknya Gerindra ke dalam koalisi.
Kondisi itu, disebutnya tidak sehat dan menunjukkan korsleting di internal koalisi Jokowi-Ma’ruf.
“Ini sudah tidak sehat ke depannya. Di internal parpol koalisi sendiri saling sindir, sehingga kabinet Jokowi tak ada ‘honeymoon’,” katanya, Minggu (10/11/2019).
“Sudah banyak korsleting, arus pendek yang menyemburkan asap di mesin koalisi. Sebenarnya tak baik,” jelasnya.
Kendati demikian, manuver yang dilakukan Surya Paloh itu tak bisa jadi dasar penilaian soal loyalitas Nasdem kepada pemerintahan Jokowi.
“Karena waktunya masih panjang,” ucap Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini.
Akan tetapi, sambungnya, tidak bisa dibantah bahwa ada sinyal kuat Nasdem akan mengikuti langkah PKS dan PAN di era pemerintahan SBY dahulu.
“Jadi dia di dalam pemerintahan, tapi merecoki juga dari dalam. Tak tegak lurus terhadap presiden,” ulasnya.
Salah satu hal yang bisa dilakukan Nasdem adalah berbeda sikap dengan pemerintahan, utamanya melalui perwakilan di parlemen.
“Memang ada gelagat ke sana, tapi butuh waktu untuk benar-benar memastikannya,” pungkasnya. [psid]