DEMOKRASI.CO.ID - Sejumlah kalangan mengapresiasi tindakan penangkapan terhadap pelaku penyerangan dan teror terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan.
Apresiasi itu antara lain disampaikan oleh kalangan anggota DPR RI.
Aboebakar Alhabsyi adalah anggota Komisi III DPR yang mengapresiasi penindakan yang dilakukan oleh Kepolisian.
Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan DPR dan Ketua DPP PKS Bidang Dakwah Wilayah Kalimantan ini menjelaskan, kepercayaan masyarakat kembali tumbuh terhadap institusi kepolisian khususnya dalam keadilan untuk Novel Baswedan.
"Saya menyampaikan apresiasi atas pengungkapan kasus yang sudah berjalan 2,5 tahun tersebut," katanya.
Lamanya perjalanan kasus Novel Baswedan antara lain diketahui, diduga terjadi sebagai dampak pelakunya adalah orang dari kepolisian.
Oknum tersebut melakukan aksinya dan sekian lama tidak ditindak.
Hal itu sangat kontras misalnya dengan cepatnya penanganan yang dilakukan kepolisian misalnya terhadap Luthfi Alfiandi, sosok pembawa bendera yang viral dalam aksi demonstrasi untuk menolak revisi UU KPK.
"Tertangkapnya dua pelaku penyiraman terhadap novel Baswedan tentunya memberikan secerah harapan di tengah masyarakat."
"Hal ini juga mengikis apatisme yang selama ini diyakini bahwa perkara ini akan gelap ditelan waktu," katanya.
Tentunya, kata Aboebakar Alhabsyi, pengungkapan kasus ini kembali menguatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.
"Progres penanganan kasus penyiraman air keras ini Menegaskan bahwa perkara ini tidak ditinggalkan atau dilupakan."
Namun demikian, kata Aboebakar Alhabsyi, terungkapnya profil pelaku yang merupakan anggota aktif di Polri juga menjadi tanda tanya untuk masyarakat.
"Kenapa hal ini bisa terjadi, apa motif para pelaku?"
Karena, kata Aboebakar Alhabsyi, mereka adalah penegak hukum dan penjaga keamanan.
"Hal ini perlu diungkap dengan jelas, sehingga tidak menimbulkan spekulasi di publik."
Selain itu, kata Aboebakar Alhabsyi, peran mereka juga harus diuraikan.
"Apakah melakukan atas inisiatif sendiri atau sebenarnya ada aktor intelektualnya, ini perlu didalami oleh penyidik."
"Tentunya kita ingin perkara ini bisa selesai dengan tuntas."
Sebagaimana diketahui, seperti institusi keamanan pada umumnya, tindakan kepolisian di antaranya dilakukan oleh perintah atasan.
Seiring peristiwa penyerangan yang dilakukan terhadap Novel Baswedan diduga berkaitan erat dengan perusakan buku merah bukti penyerahan sejumlah uang terhadap petinggi Polri.
Saat penyerangan itu terjadi, Polri ada di bawah pimpinan Tito Karnavian.
Secara terpisah, diberfitakan sebelumnya, Alghifari Aqsa adalah kuasa hukum Novel Baswedan, menyinggung kasus buku merah sebagai salah satu pemicu penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
Setidaknya, Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebutkan enam kasus high profile yang ditangani oleh Novel Baswedan sebagai pemicu teror air keras.
Ia tidak menampik, enam kasus yang disebutkan oleh TPF bisa jadi motif penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.
Namun menurutnya, TPF lupa menyebutkan kasus buku merah.
"Ada satu lagi, yaitu kasus buku merah," ujar Alghiffari di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2019).
Alghiffari menjelaskan, Novel Baswedan memang bukanlah penyidik langsung dalam kasus tersebut.
Tapi, katanya, seminggu sebelum disiram air keras, Novel Baswedan mengetahui akan ada penyerangan terhadap salah satu penyidik KPK.
Alhasil, Novel Baswedan kemudian menghubungi teman-temannya di kepolisian, untuk mengamankan tim penyidik KPK tersebut.
"Akhirnya tidak sampai ada penyerangan, cuma laptopnya dicuri dan itu terkait kasus buku merah," ungkap Alghiffari.
Atas dasar itu, kata Alghiffari, penyerangan terhadap Novel Baswedan juga berkaitan dengan kasus buku merah, yang justru tidak disebutkan oleh TPF pada konferensi pers kemarin siang.
"Makanya tetap ada keterkaitan menurut saya. Kalau mau memasukkan enam kasus, buku merah dimasukkan juga."
"Selain hilangnya laptop yang isinya berkas-berkas buku merah, kemudian robekan buku merah, kenapa ini kemudian dihilangkan dari dugaan-dugaan (TPF) itu?"
"Kalau mau fair ya ada tujuh, ada buku merah," tegas Alghiffari.
Istilah buku merah merujuk pada buku tabungan berisi transaksi keuangan CV Sumber Laut Perkasa milik Basuki Hariman.
Buku itu menjadi salah satu bukti dalam kasus korupsi yang menjerat pengusaha daging dan anak buahnya, Ng Fenny, dalam kasus suap ke hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar.
Buku itu pula yang membuat dua penyidik KPK Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisaris Harun dipulangkan ke Polri.
Dua mantan penyidik KPK itu diduga telah merobek 15 lembar catatan transaksi dalam buku bank tersebut.
Lalu, membubuhkan tip ex untuk menghapus sejumlah nama penerima uang dari perusahaan Basuki.
Perobekan itu terekam dalam CCTV di ruang kolaborasi lantai 9 Gedung KPK pada 7 April 2017.
Ada pun isi lembaran buku yang hilang tersebut berisi catatan transaksi keuangan yang dibuat oleh Bagian Keuangan CV Sumber Laut Perkasa Kumala Dewi Sumartono.
Sejumlah aliran dana diduga mengalir ke petinggi Polri.
Sebelumnya, TPF bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian melalui konferensi pers, hanya membuka hasil upaya dalam menelisik kaitan-kaitan peristiwa penyerangan terhadap Novel Baswedan dengan sejumlah kasus yang ditangani KPK sebelumnya.
Dari hasil penyidikan TPF Polri, diduga penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan berkaitan dengan kewenangan Novel Baswedan saat menangani satu dari enam kasus yang ditangani KPK.
Termasuk, satu kasus yang pernah ditangani Novel Baswedan saat bertugas di Polres Bengkulu.
Enam kasus tersebut di antaranya kasus e-KTP, kasus mantan ketua MK Achil Mochtar (kasus daging sapi), kasus Sekjen Mahkamah Agung, Kasus Bupati Buol, lima kasus wisma atlet, serta kasus burung walet di Bengkulu.
Ada pun rekomendasi tersebut diberikan TPF Polri agar dilakukan pendalaman atas prosedur penanganan atau dalam pengusutan enam kasus tersebut.
Anehnya, TPF Polri justru menyatakan masih ada kemungkinan penyerangan Novel Baswedan berkaitan dengan kasus lainnya selain keenam kasus tersebut.
Sebelumnya, TPF Polri gagal mengungkap pelaku maupun dalang di balik penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang terjadi pada 11 April 2017 silam.
Sepanjang pemaparan hasil laporan di Mabes Polri, kemarin, tim sama sekali tidak menyebut nama pelaku atau dalang penyerangan.
Anggota TPF Polri Nur Kholis, dalam paparannya hanya merekomendasikan pada Polri untuk menyelidiki lebih lanjut tiga orang tak dikenal yang diduga kuat terlibat kasus itu.
Tiga orang tersebut adalah satu orang yang mendatangi kediaman Novel Baswedan pada April 2017, dan dua orang yang ada di Masjid Al Ikhsan dekat kediaman Novel Baswedan pada 10 April 2017.
"TPF rekomendasikan kepada Polri untuk mendalami fakta keberadaan satu orang tidak dikenal yang mendatangi kediaman korban pada tanggal 5 April 2017."
"Dan dua orang tidak dikenal yang duduk di dekat masjid," ujar Nur Kholis di Mabes Polri, Rabu (17/7/2019).
Sebelumnya Wartakotalive memberitakan, tim gabungan ini dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian lewat Surat Keputusan nomor: Sgas/ 3/I/HUK.6.6/2019.
Tim yang beranggotakan 65 orang itu memiliki masa tugas selama enam bulan dan sudah habis pada 7 Juli 2019.
Tim pakar gabungan investigasi kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan, bakal mengumumkan hasil rekomendasi pada Rabu (17/7/2019) hari ini.
"Akan menyampaikan hasilnya secara komprehensif. Nanti akan didampingi dari Divisi Humas dan Bareskrim," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (15/7/2019).
Hasil rekomendasi tersebut akan dipakai tim teknis yang khusus dibentuk oleh Bareskrim Polri.
Meski begitu, hasil rekomendasi itu belum akan mengumumkan sosok tersangka.
Namun, kata Dedi Prasetyo, hasil investigasi selama enam bulan itu akan berguna bagi langkah lanjut penyidikan di Polri.
"Tentunya masih belum (ada tersangka), masih dalam proses penyidikan yang lebih mendalam lagi," tutur Dedi Prasetyo.
Menurut Dedi Prasetyo, hasil tim gabungan pakar hanya bersifat rekomendasi yang sifatnya terbuka.
Sebelumnya, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yang dibentuk Kapolri, telah selesai melakukan tugasnya.
Hasil investigasi TGPF selama enam bulan, diserahkan ke Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Selasa (9/7/2019) malam.
Anggota TGPF Hermawan Kiki Sulistyo menyebut, ada tiga jenderal aktif yang turut diperiksa selama masa investigasi pihaknya.
Namun, ia tak membeberkan siapa jenderal tersebut serta asal institusinya, apakah Polri atau TNI.
Menurutnya, semua hasil investigasi akan dibeberkan pihaknya pekan depan, setelah hasil dibaca dan diterima Kapolri, Selasa malam.
"Pada kasus ini, ada tiga jenderal aktif yang diperiksa. Juga ada jenderal bintang tiga," kata Hermawan di Mabes Polri, Selasa (9/7/2019).
Hermawan mengatakan, tiga jenderal tersebut diperiksa merujuk pada penyelidikan yang telah dilakukan.
Ia memastikan TGPF bekerja secara independen.
“Semua kami periksa lagi sesuai dari hasil penyelidikan yang lama. Kami bekerja independen. Berdasar penyelidikan yang dilakukan tim dahulu."
"Kami ada dari Polri, Polda Metro, Ombudsman, Komnas HAM, kan ada laporannya,” ujarnya.
Sementara, anggota TGPF Nurcholis mengatakan, hasil investigasi pihaknya akan disampaikan ke publik pekan depan.
Ia memastikan laporan investigasi yang disusun telah lengkap.
"Saya pastikan laporan sudah lengkap. Tim teknis akan menyiapkan," ucap Nurkholis di Mabes Polri, Selasa (9/7/2019).
Nurkholis menyebut, laporan tersebut telah disampaikan pada Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
"Karena setelah diskusi hari ini tentu kami sangat menghargai masukan dari Pak Kapolri."
"Dan juga walaupun secara substansi menurut kami tidak banyak berubah, tetapi layaknya sebagai sebuah laporan, tentu harus ada perbaikan di sana-sini," tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Hendardi yang juga anggota TGPF menyebut hasil investigasi tersebut merujuk pada sebagian penyelidikan Polri sebelumnya.
Tim kemudian melakukan pengembangan seperti memeriksa saksi, dan reka ulang tempat kejadian perkara.
"Itu yang kami coba uji kembali, termasuk adalah kegiatan reka ulang TKP, penjelajahan saksi-saksi terhadap alibi-alibi, termasuk mengembangkan saksi-saksi."
"Kenapa kami ke Ambon, ke Malang, dan lainnya, itu dalam rangka pengembangan saksi-saksi, bukan pelesiran," ungkap Hendardi.
Novel Baswedan diserang oleh dua pengendara motor pada 11 April 2017, seusai Salat Subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Pelaku menyiramkan air keras ke arah kedua mata Novel Baswedan, sehingga mengakibatkan mata kirinya buta.
Sebelumnya, tim advokasi Novel Baswedan, mengungkap fakta baru terkait pelaku penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.
Alghiffari Aqsa, salah satu penasihat hukum Novel Baswedan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, menyebut adanya keterlibatan oknum anggota kepolisian dalam teror penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK itu.
Alghiffari mengaku mendapat informasi tersebut dari salah satu anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Novel Baswedan pada Mei 2019.
"Ada satu poin penting yang disampaikan bulan (Mei) lalu oleh salah satu tim gabungan," kata Alghiffari di Gedung Merah Putih
KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (20/6/2019).
"Yaitu adanya kuat dugaan keterlibatan oknum anggota kepolisian dalam kasus kekerasan terhadap Novel Baswedan," sambungnya.
Tim advokasi hari ini akan mendampingi Novel Baswedan untuk diperiksa oleh penyidik Polda Metro Jaya di Gedung KPK.
Salah satu hal yang ingin diklarifikasi oleh tim advokasi, kata Alghiffari, adalah ingin menguatkan bukti adanya keterlibatan oknum anggota kepolisian tersebut.
"Kami hari ini ingin mengklarifikasi hal tersebut, dan ingin agar fakta-fakta tersebut dieksplorasi di pemeriksaan kasus Mas Novel Baswedan," paparnya.
"Mas Novel Baswedan sudah di dalam (Gedung KPK), sudah siap," imbuhnya. [tn]