DEMOKRASI.CO.ID - Ketua Umum Front Pembela Islam, Sobri Lubis membantah kecurigaan sebagian kalangan bahwa organisasinya memiliki visi mendirikan negara khilafah di Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) organisasi itu.
Dalam pasal 6 AD-ART FPI disebutkan: “Visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan syariat Islam secara kaaffah di bawah naungan khilaafah Islamiyah menurut Manhaj Nubuwwah, melalui pelaksanaan da'wah, penegakan hisbah dan pengamalan jihad.”
Sobri tak mengingkari teks AD-ART itu, tetapi visi yang ingin diperjuangkan bukanlah menentang pemerintahan yang sah, melainkan perjuangan konstitusional.
“‘…di bawah naungan khilaafah Islamiyah menurut Manhaj Nubuwwah’ artinya sesuai dengan aturan dan semangat: semangat kerja sama, membangun kepemimpinan Islam, satu negeri dengan negeri lain, antarnegara Islam,” katanya dalam forum Indonesia Lawyers Club tvOne pada Selasa, 3 Desember 2019.
Dia merinci, khilafah Islam yang diperjuangkan FPI adalah membangun kerja sama antarnegara untuk dunia Islam: membangun parlemen bersama dunia Islam, memperjuangkan mata uang negara-negara Islam, memperjuangkan kesatuan militer bersama negeri-negeri Islam, penghapusan paspor negara-negara Islam, mengadakan satelit dunia Islam.
“Bukan kita [ingin] mengganti negara Indonesia, tapi kerja sama negara-negara Islam,” ujarnya.
Ketua Pengurus Besar NU Marsudi Syuhud mengkritik ambiguitas konstitusi organisasi FPI yang tak mencantumkan Pancasila meski mengakui asas negara itu. Dia mencontohkan AD-ART NU yang dengan tegas mencantumkan menganut asas Pancasila dan UUD 1945.
Agar mengakhiri polemik Surat Keterangan Terdaftar (SKT), kata Marsudi, sebaiknya FPI mencantumkan Pancasila dalam AD dan ART-nya. “Kalau tegas begitu, tidak akan ada polemik. Tulis dan kasihkan ke Mendagri.”[]