DEMOKRASI.CO.ID - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah baru saja menerbitkan obligasi global atau surat utang global dengan nilai US$ 4,3 miliar atau Rp 68,8 triliun (kurs Rp 16.000). Surat utang ini merupakan surat utang denominasi dolar AS terbesar sepanjang sejarah yang diterbitkan pemerintah Indonesia.
"Ini penerbitan terbesar di dalam sejarah penerbitan US dolar bond oleh pemerintah Republik Indonesia," katanya dalam teleconference, Selasa (7/4/2020).
Sri Mulyani menuturkan, surat utang ini terdiri dari tiga jenis. Pertama, RI 1030 dengan tenor 10,5 tahun dengan nilai US$ 1,65 miliar dengan yield 3,90%.
Kedua, RI 1050 bertenor 30,5 tahun dengan nilai US$ 1,65 miliar. Obligasi ini memiliki yield 4,2%.
Ketiga, RI 0470 dengan jatuh tempo 50 tahun. Nilai yang diterbitkan US$ 1 miliar dengan yield 4,50%.
"Kami menerbitkan ini dalam rangka menjaga pembiayaan secara aman dan sekaligus menambah cadangan devisa bagi BI," katanya.
Sri Mulyani juga menuturkan, penerbitan obligasi ini merupakan yang pertama diterbitkan sejak COVID-19 diumumkan.
"Ini negara pertama yang menerbitkan sovereign bond sejak pandemi COVID-19 terjadi. Untuk diketahui sejak pandemi diumumkan Februari sampai Maret tidak ada satu negara pun di Asia yang masuk global bond karena volatilitas dan gejolak yang besar," ungkapnya.
Cetak Rekor Lain
Lanjut Sri Mulyani, obligasi dengan tenor 50 tahun merupakan seri terbaru yang diterbitkan pemerintah. Surat utang ini merupakan surat utang dengan tenor terpanjang.
"Kemudian SBN seri yang ketiga, dan ini adalah seri baru yang belum diterbitkan sebelumnya adalah RI 0470. Jatuh tempo atau tenor 50 tahun yaitu jatuh tempo 15 April 2070 besarnya US$ 1 miliar dengan tingkat yield 4,5%," ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan, adanya surat utang ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap rekam jejak dan pengelolaan keuangan pemerintah.
"Penerbitan tenor 50 tahun yang pertama kali dilakukan Republik Indonesia juga merupakan tenor terpanjang yang dilakukan pemerintah. Ini secara implisit menunjukkan kepercayaan investor terhadap track record dari kondisi ekonomi dan pengelolaan keuangan negara," paparnya.
"Kita memang memanfaatkan 50 tahun ini karena preferensi investor global tenor bond jangka panjang cukup kuat," tutupnya. [df]