logo
×

Jumat, 08 Mei 2020

BPK Soroti Naiknya Pertumbuhan Ekonomi RI Tak Sejalan dengan Utang Pemerintah

BPK Soroti Naiknya Pertumbuhan Ekonomi RI Tak Sejalan dengan Utang Pemerintah

DEMOKRASI.CO.ID - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai pengelolaan utang pemerintah pusat kurang efektif. Pandangan itu muncul seusai BPK menilai efektivitas pengelolaan utang pemerintah pusat selama 2018 hingga kuartal III 2019. 

“Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pengelolaan utang pemerintah pusat kurang efektif untuk menjamin biaya minimal dan risiko terkendali serta kesinambungan fiskal,” tulis laporan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019 BPK, Selasa (5/5). 

Salah satu penyebab pengelolaan utang pemerintah yang tak efektif tersebut, salah satunya karena strategi pengembangan pasar surat berharga negara (SBN) domestik yang belum meningkatkan likuiditas pasar SBN secara efektif. 

Penerapan kebijakan pengembangan pasar SBN serta dampaknya terhadap pencapaian pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid juga dinilai masih memiliki kelemahan dalam perencanaan maupun pelaksanaan untuk mencapai target atau arah kebijakan. 

Indonesia merayakan listing dua Surat Berharga Syariah Negara senilai USD.

BPK juga menilai pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif tidak memiliki parameter dan indikator pencapaiannya. Kebijakan dan strategi pengelolaan utang pemerintah yang dituangkan dalam dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran belum dapat diukur pencapaiannya. 

Hal tersebut karena pemerintah belum memiliki laporan pertanggungjawaban atas kebijakan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif. Definisi dan indikator kegiatan produktif dalam pemanfaatan utang belum jelas diungkap dalam dokumen perencanaan pemerintah. 

“Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tidak selaras dengan pertumbuhan utang, mengindikasikan tujuan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif sesuai dengan Renstra DJPPR belum sepenuhnya tercapai,” jelasnya. 

BPK juga menilai terdapat peningkatan belanja bunga utang, dan pemanfaatan utang sebagian besar masih untuk pembiayaan utang jatuh tempo dan bunga utang (refinancing) sepanjang 2014–2019. 

“Akibatnya, pencapaian pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif tidak dapat diukur secara memadai, dan kesinambungan fiskal dan kemampuan membayar kembali utang pemerintah pada masa mendatang berpotensi terganggu,” tulisnya. 

BPK pun memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk menyusun kerangka kerja mengenai manajemen risiko keuangan negara, parameter hingga indikator pembiayaan, menyempurnakan kebijakan dalam penetapan yield, dan menetapkan kebijakan monitoring dalam menetapkan estimasi yield surat utang.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat total utang pemerintah pusat mencapai Rp 4.778 triliun selama 2019. Utang ini naik Rp 360 triliun dibandingkan periode 2018 yang hanya Rp 4.418 triliun. 

Selama tahun lalu, pemerintah membayar bunga utang Rp 275,54 triliun, tumbuh 6,82 persen dari realisasi 2018. 

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi selama 2019 sebesar 5,02 persen. Angka ini pun melambat dibandingkan 2018 yang sebesar 5,17 persen. (*)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: