DEMOKRASI.CO.ID - Sebuah penelitian menunjukkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan bisa mendapatkan peluang yang sangat besar dalam pemilihan presiden 2024 jika bisa menangani krisis Covid-19 dengan baik.
Penelitian yang dilakukan oleh ISEAS Yusof Ishak Institute yang berbasis di Singapura itu ditulis Ahmad Najib Burhani, bertajuk "Anies Baswedan: His Political Career, Covid-19, and the 2024 Presiential Election" dan dirilis pada Selasa (19/5).
Dalam penelitiannya, Ahmad mengungkapkan, popularitas Anies saat ini sudah membuat saingan politiknya ketar-ketir dengan pilpres 2024. Karena alasan itu lah, muncul usulan untuk kembali ke sistem pemilihan tidak langsung.
Anies, lahir dari seorang pejuang nasional telah tumbuh menjadi seorang intelektual muslim yang progresif. Perjalanan politik Anies dimulai dengan rasa kepeduliannya terhadap pendidikan Indonesia. Hingga pada 2014, Presiden Joko Widodo dalam periode pertamanya memilih Anies sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Namun jauh sebelum itu, dikenal sebagai seorang yang memiliki pendekatan rasional. Pidato-pidato penuh dengan data dan perspektif historis selalu membangunkan rasa persatuan dan optimisme. Tak ayal, sosok Anies menjadi tokoh yang disukai oleh banyak kalangan.
Bahkan pada Maret 2011, jurnalis Australia, Duncan Graham menyebut Anies sebagai tokoh yang tepat untuk memimpin Indonesia.
"Anies Baswedan telah mendapatkan 'hal yang benar' untuk menjadi presiden masa depan," ujar Graham.
Kendati begitu, Ahmad menjelaskan, pandangan publik Indonesia mulai berubah pada Anies ketika ia masuk dalam bursa pencalonan Gubernur DKI Jakarta 2017.
Pada saat itu, Anies yang merupakan muslim moderat mendekati Rizieq Shihab, pemimpin Front Pembela Islam (FPI) untuk mendapatkan dukungan dan "mengendarai" gerakan 212. Di mana saingannya, Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok tengah dilanda isu penistaan agama.
Sosok Anies yang memiliki citra dengan menjunjung tinggi keberagaman juga seketika hancur saat pidatonya pada Oktober 2017 yang mengisyaratkan sentimen "pro-pribumi" menjadi kontroversi.
Meski begitu, Ahmad mengatakan, dengan kontroversi tersebut, popularitas Anies tetap lah tinggi. Dalam kepemimpinannya, Anies selalu berdiri di antara dua pandangan publik "Gabener dan Goodbener".
"Banyak orang juga yang meragukan kemampuannya sebagai pemimpin nasional. Walaupun ia adalah orator fasih yang mampu menghiptonis, (namun) kurangnya perkembangan di Jakarta digambarkan para kritikus sebagai indikasi ketidakmampuan Anies," tulis Ahmad.
Tetapi, saat ini, Anies seakan bangkit. Respons Anies terhadap pandemik Covid-19 seakan bisa meluluhkan pandangan tersebut, kata Ahmad.
Anies adalah yang pertama menutup tempat-tempat rekreasi, mendesak warga untuk tetap di rumah, dan mengunci Jakarta.
"Seperti yang sudah diperkirakan, dia dikritik dan dikecam oleh banyak pihak, termasuk pemerintah. Mereka merasa keputusan Anies memicu ketakutan di publik," papar Ahmad seraya mengatakan pada saat yang sama, Anies justru dipuji.
Naik turunnya pandangan publik terhadap Anies terus terjadi pada awal penanganan Covid-19 di Jakarta, bahkan hingga saat ini.
Penanganan Covid-19 oleh Anies menjadi salah satu yang paling ditunggu-tunggu. Bukan karena berpengaruh terhadap krisis, namun lebih jauh, itu bisa menjadi salah satu faktor kuat bagi Anies untuk 2024.
"Krisis ini memberinya kesempatan untuk memenangkan hati dan pikiran, dan menjadi batu loncatan untuk upayanya dalam pemilihan presiden 2024," ujar Ahmad.
Selain itu, hubungan Anies dengan Rizieq Shihab juga kemungkinan besar akan tetap berpengaruh dalam elektabilitasnya. Meski hal tersebut tidak mengubah popularitas Anies yang saat ini hanya berada di bawah Prabowo Subianto dan di atas Puan Maharani. (Rmol)