DEMOKRASI.CO.ID - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menerbitkan Surat Menteri BUMN S-336/MBU/05/2020 tertanggal 15 Mei 2020. Surat tersebut ditujukan kepada Direktur Utama BUMN untuk meastikan unit usaha kembali bekerja 25 Mei 2020 mendatang.
Surat tersebut pun beredar dan mendapat tanggapan beragam dari berbagai kalangan sehingga menimbulkan misinformasi. Pasalnya, 25 Mei bertepatan dengan libur hari raya Idul Fitri.
Menaggapi hal ini, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga memastikan sudah ada kesalahpahaman. Bahkan, dia menyebut tidak ada kewajiban karyawan BUMN mulai bekerja pada 25 Mei.
“Mengenai adanya informasi yang mengatakan bahwa Kementerian BUMN wajibkan karyawan BUMN untuk bekerja tanggal 25 Mei itu adalah hoax, kami tidak pernah katakan ada kewajiban kerja tanggal 25 Mei,” ujar Arya Sinulingga, Senin (18/5).
Dia mengemukakan tanggal itu adalah fase-fase di mana kalau keadaan new normal terjadi seiring pandemik Covid-19 yang belum berlalu.
“Jadi kalau ada tulisan atau pemberitaan yang katakan tanggal 25 Mei karyawan BUMN wajib kerja, itu adalah berita hoax. Mudah-mudahan ini menjadi pelurusan pemberitaan bagi kawan-kawan semua,” ungkapnya.
Terpisah, Deputi Bidang SDM, Teknologi, dan Informasi Kementerian BUMN, Alex Denni menjelaskan, aturan tersebut hanyalah contoh pedoman umum yang harus selesai dibuat pada tanggal 25 Mei 2020.
Hal itu merupakan langkah antisipatif dalam merespon kebijakan pemerintah.
"Terkait dengan lampiran S-336 di mana salah satunya berisi informasi bahwa karyawan BUMN yang berusia di bawah 45 tahun untuk masuk kerja, adalah contoh pedoman umum yang harus selesai dibuat pada tanggal 25 Mei 2020, sebagai langkah antisipatif dalam merespons kebijakan pemerintah, yakni dengan mempersiapkan diri lebih awal guna proses sosialisasi dan persiapan internal lainnya secara lebih optimal," jelas Alex.
Lanjut Alex, pelaksanaan skema new normal khususnya di BUMN akan tetap menunggu keputusan pemerintah, dalam hal ini yakni Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan.
Pertimbangan penerapan lainnya, kata dia, juga mengikuti kebijakan daerah di mana BUMN tersebut beroperasi.
"Adapun konteks dan realisasinya, tetap dilakukan dengan berpedoman pada komando kementerian/lembaga terkait serta keunikan masing-masing klaster/sektor, dan/atau kewenangan pemerintah daerah," pungkasnya. []