logo
×

Sabtu, 04 Juli 2020

Soal Kemarahan Dan Ancam Reshuffle Kabinet, Prima: Tidak Ada Salah Prajurit, Yang Ada Salah Komandannya

Soal Kemarahan Dan Ancam Reshuffle Kabinet, Prima: Tidak Ada Salah Prajurit, Yang Ada Salah Komandannya

DEMOKRASI.CO.ID - Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima), Sya’roni mengatakan bahwa presiden Joko Widodo atabu Jokowi tidak sepatutnya mempublikasikan kemarahan kepada menteri-menterinya dihadapan seluruh rakyat Indonesia.

“Muncul kesan, Presiden Jokowi ingin melempar tanggung jawab atau cuci tangan,” kata Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima), Sya’roni. Seperti dikutip dari RMOL.id (04/07/2020).

Sya’roni juga mengatakan bahwa menteri tidak pantas disalahkan karena sejak awal tidak ada visi misi menteri, yang ada visi misi presiden.

“Menteri adalah bawahan Presiden. Seharusnya Presiden lah yang memikul tanggung jawab tertinggi. Istilahnya, tidak ada salah prajurit, yang ada salah komandannya. Atau, ing ngarso sung tulodo,” ujar Sya’roni.

Lebih lanjut Sya’roni mengatakan bahwa Jokowi tidak pantas mempermalukan para bawahannya atau mengancam reshuffle didepan publik. Karena sejatinya hal itu bukan ciri seorang negarawan.

Apabila Jokowi menganggap perlu untuk melakukan reshuffle karena menteri yang diangkat dinilai tidak kapabel, maka sebaiknya langsung direshuffle saja, tidak perlu mengancam atau mempermalukannya di hadapan publik.

“Pada periode kedua ini, idealnya Presiden Jokowi tidak salah lagi dalam memilih menteri. Pengalaman pada periode pertama bisa dijadikan pembelajaran untuk perbaikan di periode kedua,” terang Sya’roni.

Menurut Sya’roni, kemarahan Jokowi itu membuktikan bahwa ia belum memahami kapasitas para bawahannya. Atau bisa juga Jokowi tidak belajar dari periode pertamanya.

“Misalnya pada periode pertama, pertumbuhan ekonomi selama 5 tahun tidak memenuhi target, namun menterinya masih dipertahankan. Berarti ini salah Jokowi sendiri,” sebut alumnus UIN Syarief Hidayatullah Jakarta ini.

Presiden Jokowi pada waktu lalu tidak menyebutkan secara spesifik menteri yang mana yang kerjanya biasa-biasa saja. Hal ini menurut Sya’roni yang menggiring publik untuk membuat dugaan atau kesimpulan semaunya.

 “Contohnya, kemarahan Jokowi atas lambatnya pencairan insentif untuk tenaga medis. Dugaan publik bisa tertuju kepada dua kementerian yang terkait yaitu Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan. Mestinya Jokowi cukup memanggil keduanya, mengurai dimana permasalahannya. Bila terbukti tidak kapabel, maka bisa langsung direshuffle. Tidak perlu marah-marah di depan publik,” tutupnya.[rmol/aks/nu]
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: