logo
×

Jumat, 07 Agustus 2020

Muncul Gerakan Kotak Kosong Jelang Pilkada Solo, Gibran: Tak Masalah!

Muncul Gerakan Kotak Kosong Jelang Pilkada Solo, Gibran: Tak Masalah!

DEMOKRASI.CO.ID - Menjelang pelaksanaan Pilkada Solo 2020 yang berpotensi diikuti calon tunggal, mulai bermunculan gerakan mendukung kotak kosong. Gibran Rakabuming Raka mengaku tak mempermasalahkannya.

Gibran mengatakan, tak mempermasalahkan ada atau tidak ada lawan di Pilkada Solo. Hal tersebut menurutnya berada di ranah KPU.

“Itu kan yang menentukan KPU. Tidak masalah (ada atau tidak ada lawan),” kata Gibran di sela acara Musyawarah Ranting se-Kecamatan Pasar Kliwon, di Ndalem Mloyokusuman, Baluwarti, Solo, Kamis (6/8/2020).

Senada disampaikan Ketua DPC PDIP Solo FX Hadi Rudyatmo. Rudy tak mempermasalahkan hal tersebut.

Rudy mengatakan kadernya sudah memanaskan mesin untuk memenangkan Gibran-Teguh. Ada ataupun tidak ada lawan bukan masalah baginya.

“Ada lawan kita bekerja, tidak ada lawan kita juga bekerja, itu karena perintah partai, bukan perintah saya,” kata Rudy di lokasi yang sama.

Menurutnya, gerakan kotak kosong tersebut juga tidak melanggar aturan. Hal tersebut sebagai bentuk jalannya sebuah demokrasi.

“Nggak masalah gerakan kotak kosong, PDIP tetap jalan. Saya tanggung jawab di PDIP, silakan saja kotak kosong, karena diatur boleh kotak kosong ya nggak masalah,” katanya.

Diketahui, saat ini baru muncul nama Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa yang diusung PDIP dan didukung hampir seluruh partai politik di Pilkada Solo. Ada satu pasang calon perseorangan, namun masih harus melewati proses persyaratan KPU.

Diberitakan sebelumnya, Pilkada Solo 2020 berpotensi hanya memunculkan calon tunggal, yakni pasangan Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa yang diusung PDIP. Sejumlah aktivis kota muncul siap bergerak untuk mengampanyekan kotak kosong.

Dukungan untuk kotak kosong salah satunya datang dari aktivis budaya Kota Solo, Zen Zulkarnaen. Menurutnya, kemunculan sosok calon tunggal adalah bukti sistem demokrasi yang tidak berfungsi.

“Saya pikir, kalau tidak ada penyeimbang, itu tidak sehat untuk demokrasi. Saya mendorong kotak kosong dalam konteks seperti itu. Jadi ada pihak yang mengkritisi dalam konteks demokrasi,” kata Zenzul, sapaannya, saat dihubungi detikcom, Kamis (6/8/2020).

Menurutnya, kondisi perpolitikan di Solo hingga hari ini tampak tidak sehat. Sebab, hampir seluruh partai politik mendukung satu calon. Belum lagi adanya sukarelawan hingga tim yang aktif di media sosial.

“Ini sebagai harapan akan adanya aspirasi masyarakat. Kalau saat ini kan sangat oligarkis. Jadi kotak kosong sebagai koreksi. Kalau suara kotak kosong besar, parpol dan elite wajib mengoreksi,” kata dia.

Namun dia menegaskan, yang dia lakukan bukan sebagai kampanye golput. Jika betul Gibran melawan kotak kosong, justru dia berharap masyarakat berbondong-bondong ke TPS mencoblos kotak kosong.

“Kalau golput tidak begitu memberi koreksi. Hasilnya tetap jadi. Kalau kotak kosong kan ada perlawanan. Kalau ternyata menang, pilkada harus tunda, batal, harus ada koreksi pada pilkada selanjutnya,” katanya.

Pegiat kota lainnya, Andi Setiawan, memiliki pandangan serupa. Bahkan dia menilai kondisi saat ini sudah menunjukkan sistem oligarki dan politik dinasti.

Dosen salah satu perguruan tinggi di Solo itu mengatakan tidak mempermasalahkan sosok Gibran. Namun dia ingin mengkritik sistem demokrasi yang tidak berfungsi baik di Solo.

“Silakan kalau bilang bukan politik dinasti, tetapi faktanya seperti itu, demokrasi semakin formalistik. Bagi saya ini sebuah kemunduran,” katanya.

Terkait dukungan untuk kotak kosong, menurutnya, hal tersebut sebagai cara menertawakan tidak berfungsinya sistem demokrasi.

“Sebenarnya bukan kampanye kotak kosong, tetapi ini lebih pada menertawakan demokrasi. Karena pilkada menjadi tidak substansial. Jadi ditertawakan saja,” tutupnya.
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: