logo
×

Rabu, 05 Agustus 2020

Terbongkar! Alasan Rizal Ramli Disingkirkan Jokowi dari Kabinet

Terbongkar! Alasan Rizal Ramli Disingkirkan Jokowi dari Kabinet

DEMOKRASI.CO.ID - Rahasia mengapa Rizal Ramli disingkirkan dari Kabinet Kerja pada 2016 lalu terungkap. Penyebabnya karena Rizal tidak disukai Republik Rakyat Cina (RRC).

Soal ketidaksukaan RRC berujung pada pencopotan Rizal dari Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya disampaikan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) yang juga teman dekat Rizal, Adhie M Massardi.

Adhie menuturkan, Beijing salah satunya terganggung dengan langkah Rizal dan kementerian yang dipimpinnya menginisiasi perubahan nama untuk perairan utara Pulau Natuna dari Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara.

Bagi Beijing, perubahan nama menghilangkan klaim yurisdiksi mereka atas wilayah tersebut.

“Mereka (Cina) sangat terganggu,” tutur Adhie kepada KATTA, Rabu 5 Agustus 2020. “Bagi mereka, perubahan nama otomatis membawa konsekuensi kepemilikan,” beber dia.

Pemikiran besar Rizal merubah nama Laut Cina Selatan menjadi Laut Natuna Utara didasari kepentingan menjaga kedaulatan Indonesia dan tidak terpancing dengan ketegangan yang kerap memanas di Laut China Selatan. Mengingat, selama puluhan tahun Laut Natuna merupakan milik Indonesia sebagaimana disebutkan dalam ketetapan United Nations Convention for The Law of The Sea (UNCLOS) atau konvensi Hukum Laut PBB pada 1982.

Secara politik, Indonesia bebas memberi nama apapun karena wilayah utara Laut Natuna miliki kita. Perubahan nama menjadi Laut Natuna Utara dilakukan setelah melalui serangkaian yang dilakukan sejak Oktober 2016 yang dikoordinasikan Rizal dengan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait, khususnya tim perunding perbatasan maritim Indonesia.

Upaya tersebut dilakukan setelah 2016 muncul temuan Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag Belanda mengenai perselisihan Laut Cina Selatan antara Cina dan Filipina yang menyimpulkan bahwa tidak ada dasar hukum atau historis untuk klaim Cina terhadap perairan laut Natuna Utara yang kaya akan sumber daya alam.

“Tapi apa yang dilakukan RR (Rizal Ramli) adalah gangguan besar bagi kedaulatan, gangguan bagi nine dash line-nya Cina. Jalan menghentikannya jangan biarkan RR (tetap) di kabinet,” kata Adhie.

Setelah Rizal disingkirkan dari kabinet, pandangan pejabat Kementerian Maritim dan Sumber Daya soal perairan Natuna berubah 180 derajat. Sangat membela kepentingan Cina.

Alasan yang dikemukakan diantaranya, WPP 711 yang ditetapkan meliputi ZEE Laut Natuna Kawasan Utara merupakan klaim sepihak Indonesia, perubahan nama Laut Cina Selatan menjadi Laut Natuna Utara bisa memicu eskalasi kawasan dengan Malaysia dan Vietnam, dan perlunya menjadikan ZEE di laut Natuna kawasan utara sebagai zone of peace and freedom.

Selain itu dinyatakan juga bahwa RI tidak perlu mempertaruhkan segalanya di ZEE tersebut karena total potensi ikan di kawasan itu tidak terlalu besar, hanya sekitar 225 juta ton per tahun.

“Pertimbangan yang disebutkan hanya terkait hubungan bilateral RI dengan Vietnam dan Malaysia, sama sekali tidak disebut Cina. Padahal Cina yang paling terganggu dan menyampaikan protes keras. Masalahnya juga coba dikaburkan seolah-olah potensi ekonomi di kawasan itu hanya ikan padahal sangat kaya migas,” tutur Adhie.

Eks Jurubicara Presiden era Abdurrahman Wahid itu mengungkap motif pemecatan Rizal lainnya adalah terkait reklamasi teluk Jakarta yang dilakukan Gubernur DKI waktu itu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Rizal dicopot Jokowi di tengah isu penyegelan Pulau G hasil reklamasi yang merupakan proyek milik Agung Podomoro Land.

Rizal berpandangan reklamasi pulau G harus dibatalkan karena dikerjakan secara serampangan dan ugal-ugalan alias terjadi pelanggaran berat. Keberadaannya membahayakan lingkungan hidup, menggangu lalu lintas laut dan nelayan, selain juga karena pembangunannya dibangun di atas jaringan kabel listrik dan pipa gas bawah laut milik PLN.

Lebih dari itu ada anggapan reklamasi Teluk Jakarta dianggap termasuk bagian dari proyek raksasa One Belt One Road (OBOR) yang dicanangkan China. Pemerintah China disebut-sebut berencana menjadikan Indonesia sebagai titik awal bangkitnya Jalur Sutra abad 21 di Asia Tenggara melalui progam OBOR. OBOR mengintegrasikan 65 negara yang mencakup 4,4 miliar penduduk dan 40% Produk Domestik Bruto (PDB) dunia.

“Di salah satu kesempatan RR bilang kita jangan mau jadi antek Cina. Runutannya logis. Penghentian reklamasi memunculkan reaksi balik yang besar. Inilah juga yang membuat RR dikeluarkan dari kabinet,” kata Adhie.

Setelah Rizal tak lagi di kabinet, proyek reklamasi dilanjutkan. Moratorium pembangunan reklamasi di pantai utara Jakarta yang diteken Rizal dicabut oleh Luhut Binsar Panjaitan sebagai penggantinya.

Adhie menepis spekulasi Rizal diberhentikan karena alasan kinerja. Menurutnya tidak ada celah. 11 bulan menjadi Menko kinerja Rizal moncer. Banyak uang negara yang ia selamatkan.

Rizal misalnya menentang proyek 35.000 MW dengan alasan bisa mengganggu keuangan PLN. Belakangan terbukti akibat harus investasi di proyek itu, perusahaan setrum negara mengalami kebangkrutan. Data terbaru menyebutkan utang PLN Rp500 triliun lebih.

Kepretan Rizal kepada PT Garuda Indonesia Tbk juga terbukti. Rizal satu-satunya menteri yang menolak pembelian 30 pesawat airbus 350 dengan alasan bisa membuat Garuda bangkrut karena rute internasional Garuda tidak menguntungkan secara bisnis.

Menurut Rizal, pesawat A350 XWB hanya cocok untuk penerbangan internasional jarak jauh, sementara rata-rata tingkat isian (load factor) penumpang pada penerbangan internasional jarak jauh Garuda hanya 30% atau tidak pernah penuh.

Dan nyatanya, semester 1 2017 keuangan Garuda jeblok dan merugi hingga USD 283 juta. Garuda tidak bisa menyetor keuntungan kepada negara.

Kepretan Rizal, menurut Adhie, juga terbukti menguntungkan negara terkait perpanjangan kontrak Freeport, pembangunan kilang Blok Marsela, kontrak Pelindo II dengan Jakarta International Container Terminal (JICT), dan masih banyak yang lainnya.

“Saat di kabinet apa yang diperbuat RR murni untuk kebaikan bangsa dan negara. Soal kinerja tidak ada masalah. Kalau hanya karena urusan dari dalam negeri tentu Jokowi akan mempertahankan RR. Apalagi Jokowi sendiri sampai harus empat kali merayu RR agar mau membantunya di kabinet. Namun situasinya menjadi berbeda karena ada perintah “kaisar” yang faktanya siapapun tidak bisa menolak apalagi menentangnya,” demikian kata Adhie Massardi.
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: