logo
×

Senin, 28 September 2020

Istrinya Dibully, Guntur Romli: Dia Lulusan UIN Jurusan Tafsir Hadis, Skripsinya tentang Jilbab

Istrinya Dibully, Guntur Romli: Dia Lulusan UIN Jurusan Tafsir Hadis, Skripsinya tentang Jilbab

 


DEMOKRASI.CO.ID - Feminis muslim, Nong Darol Mahmada dihujat habis-habisan lantaran mengungkap dampak buruk anak pakai jilbab dalam video DW Indonesia yang viral beberapa hari terakhir.

Dalam video itu, Darol Mahmada mengatakan wajar-wajar saja seorang ibu atau guru mengharuskan anak memakai hijab sejak kecil.

“Tetapi kekhawatiran saya sebenarnya lebih kepada membawa pola pikir si anak itu menjadi eksklusif karena dari sejak kecil dia ditanamkan untuk misalnya “berbeda” dengan yang lain,” kata Darol Mahmada dalam video yang dibagikan DW Indonesia melalui akun Twitternya, @dw_indonesia.

Gara-gara pandangannya tersebut, Darol Mahmada dibully dan dihujat. Semuan akun medsosnya dipenuhi komentari negatif.

Menanggapi hal tersebut, suami Darol Mahmada, Mohamad Guntur Romli angkat bicara. Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu membela sang istri.

Guntur Romli menyebut istrinya memiliki kapasitas untuk berbicara soal jilbab. Sebab, dia sangat mengerti tentang hijab.

“Nong Darol Mahmada juga alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jurusan Tafsir Hadis. Skripsinya tentang Jilbab. Jadi pendapatnya soal jilbab punya otoritas baik dari keilmuan hingga pengalaman, apalagi dia seorang perempuan,” kata Guntur Romli, dikutip pojoksatu.id dari blog pribadinya, gunromli.com, Senin (28/9).

Selengkapnya simak tulisan Guntur Romli yang membela istrinya berikut ini:

Istriku yang Mengajari Anak-anakku Bisa Mengaji

Beberapa hari ini, akun-akun media sosial istriku Nong Darol Mahmada diserang makian dan hujatan. Baik twitter, IG dan FBnya. Akun-akun medsos ku pun kena limpahannya. Bagiku ini hal ini yang biasa, serangan pada aku pun lebih dari itu.

Serangan pada istriku karena wawancaranya dengan DW soal anak-anak kecil yang dipakaikan jilbab. Istriku hanya berpendapat, apa yang ia ketahui, apa yang ia yakini, apa yang ia rasakan, apa yang ia resahkan. Tapi bukan dialog setara yang muncul, justeru makian, fitnah dan hujatan.

Istriku gusar dan bertanya-tanya “Apakah negeri kita sudah tidak terbiasa dengan perbedaan pendapat? Sudah tidak bisa terima dengan perbedaan pendapat? Itu kan pendapat ku, apa sudah tidak boleh berpendapat? Mengapa yang kencang adalah bullyan bukan pendapat lain yang bisa aku pertimbangkan?”

Iya. Aku juga merasa kegusaran yang sama.

Aku pun dicolek-colek sebagai suaminya. Apa pendapat dan sikap ku tentang hal itu.

Ingin kutegaskan:

Aku sangat menghormati dan menghargai pendapat dan sikap istriku, apa pun pilihannya, aku mencintainya.

Sebelum kenal dengan dia, Nong Darol Mahmada adalah aktivis dan pemikir yang tangguh dan bertanggung jawab baik secara keilmuan dan pengalaman. Dia alumnus pesantren Cipasung 6 tahun, keluarganya mengasuh pesantren hingga saat ini. Bapaknya seorang kiai yang mumpuni.

Nong Darol Mahmada juga alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jurusan Tafsir Hadis. Skripsinya tentang Jilbab. Jadi pendapatnya soal jilbab punya otoritas baik dari keilmuan hingga pengalaman, apalagi dia seorang perempuan.

Aku tak tahu, yang sekarang sangat keras menghujatnya apa punya otoritas keilmuan, latar belakang pengalaman dan sudah menyiapkan sederet argumentasi?

Kalau hanya maki-maki dan menghujat memang mudah. Karena itu mereka terlalu gampang mengumbarnya.

Ada yang tidak setuju dengan pendapatnya, itu biasa-biasa saja. Karenanya dibuka dialog. Istriku bukan penjabat publik, bukan pula pengambil keputusan, pendapatnya adalah pendapat warga biasa, yang mengungkap keresahan apa yang dialaminya.

Untuk isu ini aku hanya ingin menambahkan soal budaya yang umum di kalangan masyarakat Timur Tengah yang dicitrakan sangat korservatif untuk isu jilbab, bahkan di kalangan yang disebut rigid, sangat mudah kamu googling saja: anak-anak perempuan kecil tak ada yang dipakaikan jilbab, hingga di Saudi sekali pun!

Jilbab dipakaikan ke anak-anak perempuan yang mulai besar, terkait menutupi bagian-bagian apa yang disebut dengan aurat, ini biasanya saat mereka memasuki sekolah dasar (madrasah ibtida’iyyah) tetapi di sekolah kanak-kanak (rawdlatul athfal) tidak ada dipakaikan jilbab. Kamu sangat mudah menemukan di google ibu-ibu dengan cadar bersama anak-anak kecil permpuan mereka yang memakai baju-baju lucu pinky dengan barbie, ariel, dan karakter-karakter lainnya.

Aku hanya sebut budaya saja yang umum, kalau soal dalil-dalil baik dari Al-Quran, Hadits dan pendapat-pendapat ulama, istriku lebih menguasai. Kalau kamu tak percaya ucapan dan tulisan istriku soal jilbab bisa kamu baca buku Prof Quraish Shihab soal ‘Jilbab’. Mungkin otoritas beliau sebagai ulama besar, alumnus doktor jurusan Tafsir Universitas Al-Azhar Cairo Mesir bisa sedikit meyakinkan mu kalau perdebatan soal jilbab ini hal yang biasa. Tapi kalau aku cek yang menyerang istriku mereka yang rata-rata pengagum Sugik Nur, ustadz-ustadz dadakan ala Hizbut Tahrir dan seleb-seleb yang baru bertobat kemudian mengaku ustadz. Ini sih maklum saja.

Dengan pendapat istriku (dan pendapatku juga), keluarga kami sering dituduh antiagama. Tapi ingin aku tulis di sini soal testimoni keluargaku, khususnya bagi mereka yang mudah menyebarkan fitnah. Pendidikan ibadah keislaman untuk anak-anakku yang mendidiknya langsung istriku.

Kepada anak-anakku istriku mendidik terkait etika keagamaan, mana yang baik mana yang buruk, mana yang boleh dan tidak boleh, karena anakku juga sekolah dengan punya teman-teman yang beda agama, istriku mengajarkan semua agama bertujuan kebaikan dan menjauhi keburukan. Hal ini penting untuk tidak membeda-bedakan teman hanya karena beda agama. Kalau dalam terminologi Islam ini yang disebut akhlaq tentang budi pekerti.

Iya keluarga kami memang mendahulukan dan menekankan akhlaq dari pada soal perdebatan fiqih (hukum Islam).

Tapi bukan berarti syariat tidak diajarkan. Karena hal ini terkait dengan keterampilan ibadah ritual. Bapak ku kiai, Bapak istriku kiai, kami sama-sama alumnus pesantren masa anak-anak kami sampai tidak bisa mengaji dan tidak mengerti dasar-dasar kewajiban dalam Islam? Aih yang bener aja!

Mulai dari doa-doa sehari-hari, shalat, puasa, hingga bisa mengaji. Ini yang membanggakanku. Jadi istriku tidak hanya pandai mengutip dalil-dalil soal hukum agama tapi dia bisa mendidik anak-anak kami bisa shalat, hafal dengan bacaan dan doanya hingga bisa mengaji. (Kami tidak punya guru privat mengaji dan agama, karena prinsip kami, agama dan budi pekerti dididik langsung oleh orang tua).

Waktu nikah aku bilang ke istriku, aku bisa sholat, hafal bacaan dan doa-doa serta bisa mengaji karena dididik ibuku, ini menjadi kenangan terindah buatku dan selalu merasa terhubung secara emosional dan spiritual dengan ibuku. Istriku pun mendidik anak-anak kami keterampilan ibadah-ibadah dasar, apalagi saat berkah PSBB tidak bisa kemana-mana setiap malam mengaji bersama anak-anakku, ini akan menjadi kenangan terindah bagi anak-anak kami.

Untuk mereka yang menghujat istriku, aku hanya mau bilang begini: kalian tidak kenal istriku, tidak kenal keluarga kami. Ada pepatah Arab yang sering aku kutip ‘an-naasu a’ daa’u maa jahiluu’ (manusia sering memusuhi yang tidak mereka ketahui) kalau dalam ucapan kita sehari-hari ‘Tak Kenal Maka Tak Sayang’.

Sedangkan bagi mereka yang sampai memfitnah hingga menyebarkan foto-foto anak-anakku dengan konten-konten fitnah aku hanya mau mengatakan: Semoga Allah Swt membalasnya, doa-doa kakek-kakek dan nenek-neneknya tidak akan pernah terima bila cucu-cucunya difitnah seperti itu.

Salam

Mohamad Guntur Romli

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: