logo
×

Senin, 07 September 2020

RUU Bea Materai Rp 10 Ribu Berlaku Januari 2021, PPP: Waktunya Tidak Tepat

RUU Bea Materai Rp 10 Ribu Berlaku Januari 2021, PPP: Waktunya Tidak Tepat

DEMOKRASI.CO.ID - Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Materai resmi disepakati dan berlaku pada Januari 2021.

Namun, waktu permberlakuan RUU tersebut dinilai tak tepat. Pasalnya, volume transaksi dunia usaha terus mengalami penurunan lantaran Pandemi.

Demikian disampaikan oleh Anggota Komisi XI DPR RI Amir Uskara di Komplek Senayan, Jakarta, Senin (7/9/2020).

“Jika sebelumnya transaksi diatas satu juta yang dikenakan materai, mulai nanti nilainya naik menjadi transaksi 5 juta ke atas baik melalui kertas maupun elektronik,” ujarnya.

Kendati begitu, lanjut Amir, RUU Bea Materai tersebut dinilai tak akan terlalu signifikan terhadap penerimaan negara.

Karena menurut Politisi PPP itu, kalau berdasarkan penghitungan Pemerintah hanya bertambah sekitar Rp 5,7 triliun.

“Artinya dari sisi nilai tidak terlalu urgent hanya prinsip keadilan disini dari dua nilai menjadi satu nilai,” ungkapnya.

“Ini adalah pengenaan pajak, kita Komisi XI sepakat bahwa dari nilai Rp 3.000 dan Rp 6.000 naik ke Rp 10.000 dalam rentang 35 tahun adalah sesuatu yang wajar,” jelasnya.

Ia mengatakan, draf rancangan yang berisikan 32 pasal dengan 6 klaster tersebut akan menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1985 tentang Bea Meterai yang sudah berumur 35 tahun tanpa adanya pembaharuan.

Selain itu, kata Amir, Sanksi yang akan diatur dalam RUU tersebut juga tidak main-main.

Ia menyebutkan, sanksi tinggi yang diterapkan terkait dengan pemalsuan dan pemakaian berulang meterai.

“Terancam kurungan pidana selama 7 tahun dan denda maksimal sebesar Rp 500 juta,” ujarnya.

“Hal itu diatur, semata-mata untuk mencegah terjadinya pemalsuan terhadap salah satu dokumen negara tersebut,” sambungnya.

Amir juga menyebutkan, terkait dengan pembebanan tarif meterai kepada pihak industri.

“Dalam hal ini pihak perbankan, dari yang sebelumnya dibebankan kepada nasabah bahwa pengenaan bea tetap dibebankan kepada pihak penerima transaksi,” jelasnya.

Menurutnya hal tersebut berdasarkan kesepakatan, pembebanan biaya. Yakni, orang atau badan baik korporasi dan non koorporasi yang menerima hasil dari transaksi.

“Kalau transaksi perbankan pemungutnya tetap perbankan, terkait dengan pengenaannya tentu yang dibebankan kepada pihak yang bertransaksi,” pungkasnya.

Diketahui, draf rancangan yang berisikan 32 pasal dengan 6 klaster tersebut akan menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1985 tentang Bea Meterai yang sudah berumur 35 tahun tanpa adanya pembaharuan.
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: