DEMOKRASI.CO.ID - Anggota DPR RI Fadli Zon mengomentari cuitan Staf Ahli Menkominfo Bidang Hukum, Prof Henry Subiakto.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menyebut Henry Subiakto salah dan ceroboh lantaran menyebarkan video Narasi TV tanpa melakukan pengecekan.
“Harusnya anda cek n ricek dulu video itu asalnya dari mana. Untuk hal elementer begini saja sudah salah dan ceroboh, kok berani-beraninya menghakimi dengan stempel hoaks,” kata Fadli Zon.
Fadli Zon mengingatkan Henry Subiakto agar lebih berhati-hati, jangan sampai dilabeli sebagai prof dungu.
“Jangan sampai nanti ada yang membuat stempel “dungu”, kata Fadli Zon.
Meski dihujat, Henry Subiakto tetap menanggapinya dengan santai. Ia justru mengaku senang dengan komentar nyinyir dari warganet.
“Saya senang kalo orang merespon tweet saya denga berbagai celotehan, dari nyinyir, ngumpat, nuduh, ngecam atupun yang baik-baik, itu menunjukkan tidak benar bahwa UU ITE sebabkan orang takut bicara, bahkan merasa dibungkam,” katanya.
Komentar nyinyir dan caci maki di akun Twitter Henry Subiakto merupakan bukti bahwa masyarakat Indonesia bebas berpendapat.
Itu juga membuktikan bahwa demokrasi tidak dibungkam, seperti tuduhan yang selama ini dialamatkan kepada pemerintah.
“Tuduhan itu melengkapi tuduhan yang dulu-dulu yang tidak benar, dan ngawur,” pungkas Prof Henry Subiakto.
Sebelumnya Prof Henry Subiakto dihujat warganet karena dianggap sengaja menghilangkan logo Narasi TV dalam video yang dia bagikan di akun Twitternya, @henrysubiakto.
Video itu membongkar dalang pembakaran Halte Sarinah saat demo Omnibus Law UU Cipta Kerja.
“Tugas penegak hukum itu memisahkan antara Pelaku unjuk rasa dengan pelaku kejahatan pengrusakan dan kerusuhan. Unjuk rasa itu hak, sdg pengrusakan, pembakaran fasiltas umum itu pidana. CCTV & mesin learning membantu aparat mudahkan identifikasi pelaku pidana di tengah kerumunan,” tulis Henry, Jumat (30/10).
Henry mengaku tidak tahu jika video itu adalah milik Narasi TV. Ia membantah sengaja menghilangkan logo Narasi TV dalam video tersebut.
“Video ini sejak saya terima memang tanpa logo, malah baru tahu kalau ini milik Narasi TV,” tambah Prof Henry Subiakto.