logo
×

Selasa, 13 Oktober 2020

Naskah Terus Berubah, Faisal Basri: Omnibus Law Dipaksakan, Seperti Akan Kiamat

Naskah Terus Berubah, Faisal Basri: Omnibus Law Dipaksakan, Seperti Akan Kiamat

 


DEMOKRASI.CO.ID - Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menyoroti Undang-undang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja yang naskahnya masih berubah-ubah setelah disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020. Ia mengatakan dalam naskah teranyar yang akan diserahkan kepada presiden pun masih ada substansi yang dihilangkan dan ditambahkan apabila dibandingkan dengan naskah pada hari pengesahan.

“Padahal ini sudah diketok di sidang paripurna. Ini menunjukkan betapa terburu-buru dan dipaksakannya. Seolah-olah kiamat negeri ini kalau tidak ada Omnibus Law,” ujar Faisal dalam sebuah webinar, Senin malam, 12 Oktober 2020.

Di samping itu, Faisal pun mempersoalkan pengesahan beleid sapu jagad padahal masih banyak kritik dari berbagai kalangan, misalnya organisasi keagamaan, guru besar, hingga buruh. Artinya, tidak banyak pihak yang disenangkan oleh adanya beleid ini.

“Pemerintah bilang UU tidak mungkin menyenangkan semua, tapi kalau yang merasa terganggu organisasi keagamaan, organisasi profesi keilmuan, guru besar hukum, buruh, mahasiswa, yang disenangkan siapa? Pengusaha. Berarti itu bukan UU yang bagus,” ucap Faisal.

Dalam mengkritisi Omnibus Law, Faisal Basri mengatakan semua pihak harus melihat secara utuh substansinya dan tidak bisa hanya dilihat secara parsial pada pasal yang baik atau yang buruk saja. Menurut dia, secara keseluruhan beleid itu berpotensi memperkuat sistem oligarki.

“Kita lihat secara bulat UU-nya, ruhnya sama, terjadi sistem harusnya seimbang kekuatan state dan society, sekarang state semakin kuat bergandengan tangan dengan korporasi yang disebut sebagai oligarki, yang mengarah ke despotic leviathan atau raksasa yang zalim,” ujar Faisal.

Negara, kata Faisal memiliki kuasa yang sangat besar dan kuat. Mengingat, negara memiliki polisi, tentara, kebijakan, dan segala macam. “Yang diamanatkan rakyat tapi bisa abuse.”

Faisal menilai kekuatan negara dan masyarakat seharusnya bisa seimbang. Sebab, dengan timpangnya kekuatan negara ketimbang masyarakat, ancaman yang bisa terjadi adalah kebebasan masyarakat akan terganggu.

Selain itu, ia mengatakan beleid ini pun hanya mengutamakan kepastian berusaha bagi para pengusaha. “Yang diutamakan kepastian usaha tapi kepastian bekerja tidak,” tutur Faisal.

Sebelumnya, naskah final UU Cipta Kerja kembali berubah. Setelah beredar naskah setebal 1.035 halaman yang telah dikonfirmasi sebagai naskah final, kini beredar lagi naskah setebal 812 halaman.

Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indra Iskandar kembali membenarkan versi 812 halaman ini. Menurut Indra, perubahan ini terjadi karena perubahan format kertas dari ukuran A4 menjadi ukuran legal.

“Iya delapan ratus dua belas halaman. Kan tadi pakai format A4, sekarang pakai format legal jadi 812 halaman,” kata Indra ketika dihubungi, Senin, 12 Oktober 2020.

Indra mengatakan naskah itu belum dikirim ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Namun ia tak merinci apakah naskah itu sudah siap dan rampung diteken para ketua kelompok fraksi (Kapoksi) Badan Legislasi serta pimpinan DPR.

Indra juga tak merinci saat ditanya adanya kemungkinan perubahan substansi dari naskah teranyar ini. Dia mempersilakan hal itu ditanyakan kepada pemerintah. “Saya enggak bisa bicara substansi, saya administrasi saja,” kata Indra.

Artikel Asli

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: