DEMOKRASI.CO.ID - Kepulangan Habib Rizieq dari Arab Saudi ke Indonesia setelah bertahun-tahun, bisa mendorong persatuan bangsa.
Kini, Indonesia dilanda pandemi Covid-19. Dengan pengaruhanya yang cukup besar, Rizieq Shihab semestinya bisa ikut andil dalam penanganan pandemi ini.
Karena itu, kontroversi ketika Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu saat meninggalkan Indonesia.
Sebab, Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan yang jauh lebih besar.
Demikian disampaikan peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof. Siti Zuhro dalam Tanya Jawab Cak Ulung bertajuk “Pulang Dari Saudi, Habib Rizieq Gabung Parpol?” yang digelar RMOL, Kamis (12/11/2020).
“Habib Rizieq ini pergi ketika belum ada Covid. Pulang ada Covid mendera dunia. Ini mau tidak mau kita masuk ke kehidupan baru,” kata Siti.
Siti mengatakan, siapapun yang menjadi WNI harus mampu mengubah perspektif di tengah pandemi.
“Siapapun kita, warga negara Indonesia harus move on, harus bebenah diri, introspeksi, mengevaluasi diri untuk menyongsong kehidupan Indonesia ke depan yang jauh lebih baik,” kata Siti.
Di tengah era distrupsi saat ini, sambungnya, setiap WNI harus memiliki tanggung jawab penuh untuk memelihara persatuan dan mencegah konflik yang berujung pada kekerasan
“Jadi WNI harus punya tanggung jawab penuh untuk memelihara persatuan Indonesia, agar kecenderungan sengketa, konflik, fiksi, ujung-ujungnya tidak boleh violence,” papar Siti.
“Jadi itulah belajar berdemokrasi,” tandasnya.
Sebelumnya, Habib Rizieq bersedia melakukan rekonsiliasi dengan Pemerintahan Jokowi.
HRS meminta pemerintah menyetop kriminalisasi ulama dan membebaskan beberapa tahanan.
“Ada teriak-teriak rekonsiliasi, mana mungkin rekonsiliasi bisa digelar kalau pintu dialog tidak dibuka. Buka dulu pintu dialognya, baru rekonsiliasi. Tak ada rekonsiliasi tanpa dialog, dialog penting,” kata Habib Rizieq seperti disiarkan kanal You Tube FrontTV, Rabu (11/11).
Pemerintah, kata Rizieq, seharusnya senang jika dikritik, terlepas kritik itu diterima atau tidak.
Sebab, para pengkritik itu sejatinya menawarkan solusi yang semestinya bisa dipelajarai pemerintah.
“Kalau solusi baik, terima. Kalau tidak baik, sampaikan di mana tidak baiknya. Selesai. Tidak perlu ada kegaduhan di tingkat nasional,” ucapnya.
Rizieq mengaku telah menawarkan dialog kepada pemerintah sejak 2017 namun tak mendapat tanggapan hingga saat ini.
Setelah aksi 212 di tahun 2016 lalu, kemudian digelar lagi aksi serupa pada Januari 2017, Habib Rizieq sudah menawarkan rekonsiliasi jika pemerintah mau duduk dengan habaib dan ulama.
“Kami siap 24 jam. Kapan, di mana, silakan,” kata Habib Rizieq.
“Tapi apa jawaban yang diterima? Bukan pintu dialog yang dibuka, bukan rekonsilisasi yang didapatkan. Tapi yang kita dapatkan kriminalisasi ulama,” kecamnya.
Ia pun menyatakan bersedia berdialog asal Pemerintahan Jokowi menghentikan kriminalisasi ulama.
Setelah itu, menurut Habib Rizieq, dia akan memulai proses rekonsiliasi.
“Kita siap berdialog, kapan saja, tapi setop dulu kriminalisasi ulama, setop dulu kriminalisasi aktivis, tunjukkan niat baik.”
“Kalau mau dialog rekonsilisasi, ahlan wa sahlan,” ucap Rizieq.