logo
×

Minggu, 06 Desember 2020

Momen Juliari Batubara Pernah Silaturahmi ke KPK Dinilai Kamuflase Semata

Momen Juliari Batubara Pernah Silaturahmi ke KPK Dinilai Kamuflase Semata

DEMOKRASI.CO.ID - Juliari Batubara kembali menyambangi KPK pada Minggu, 6 November 2020. Namun ada status lain tersemat pada Juliari selain sebagai Menteri Sosial (Mensos) yaitu tersangka penerimaan suap.

Pemilik nama lengkap Juliari Peter Batubara itu diketahui pernah ke KPK pada Senin, 4 November 2019. Saat itu Juliari mengaku ingin bersilaturahmi ke KPK.

"Silaturahmi sebagai Menteri Sosial yang baru," ujar Juliari kala itu.

Kini Juliari berurusan dengan KPK sebagai tersangka. Dia diduga menerima suap berkaitan dengan pengadaan bantuan sosial (bansos) untuk penanganan virus corona (COVID-19). Penggiat antikorupsi Saor Siagian pun mengingat momentum Juliari itu sebagai catatan buruk.

"Ya (perbuatannya sangat keterlaluan), dia bahkan bisa menari di atas derita orang lain, apalagi dulu saya masih ingat, saya pernah ketemu dia di KPK ketika dia baru dilantik, dia datang ke KPK untuk meminta supaya Menteri Sosial disupervisi," kata Saor kepada wartawan, Minggu (6/12/2020).

Saor menilai apa yang dilakukan Juliari saat itu ternyata kini hanya kamuflase belaka. Saor tak menyangka Juliari bisa terjerat kasus korupsi bansos di tengah ancaman nyawa rakyat Indonesia yang ketakutan terjangkit virus Corona.

"Ternyata itu hanya kamuflase untuk menutupi rencana jahatnya, dia ini bukan hanya tidak punya empati tapi betul-betul dia bisa menari di atas derita atau ancaman kemanusiaan, ancaman nyawa daripada rakyat Indonesia karena kita semua terancam," tegas Saor.

Praktisi hukum ini juga meminta agar KPK percaya diri untuk menerapkan pasal hukuman mati. Dia pun menyebut tak ada lagi kata maaf untuk Juliari.

"Saya kira ini tidak ada lagi pemaafnya, saya kira KPK harus percaya diri menerapkan pasal bahwa ini layak dihukum mati, jadi menteri sosial layak dihukum mati," kata Saor.

"Ini saatnya KPK kita dorong untuk menerapkan, ini pasal belum pernah digunakan bahwa seseorang bisa dihukum mati kalau mengkorupsi bencana alam. Jadi kita ada bencana kemanusiaan yang sangat mengerikan bahwa hari-hari kita kemudian terancam nyawa kita. Ada pejabat publik yang kita bayar gaji, kita kasih tunjangan masih mampu dia memperkaya dirinya dari ancaman kematian bagi warga negara Indonesia," imbuhnya.

Diketahui, KPK telah menetapkan Menteri Sosial Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait bansos COVID-19. Selain Juliari, KPK juga menetapkan empat orang tersangka lain.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan 5 orang tersangka, antara lain:

Sebagai Penerima

1. Mensos Juliari Peter Batubara

2. Pejabat Pembuat Komitmen Kemensos Matheus Joko Santoso

3. Pejabat Pembuat Komitmen Kemensos Adi Wahyono

Sebagai Pemberi

1. Ardian I M (Swasta)

2. Harry Sidabuke (swasta)

"KPK selalu mengingatkan para pihak untuk tidak melakukan korupsi, apalagi di masa pandemi. Namun, jika masih ada pihak-pihak yang mencari celah dengan memanfaatkan situasi dan kesempatan untuk keuntungan pribadi dan kelompoknya, KPK melalui upaya penindakan akan menindak dengan tegas," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa persnya tadi malam.

Kasus ini bermula dari OTT terhadap pejabat Kemensos pada Sabtu (5/12) dini hari. KPK mengamankan sejumlah uang miliaran Rupiah dari OTT ini.

"Dari hasil tangkap tangan ini ditemukan uang dengan pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing, masing-masing sejumlah sekitar Rp 11,9 Miliar, sekitar USD 171,085 dan sekitar SGD 23.000," kata Firli.

Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan Mensos Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Adapun Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 4 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(dtk)

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: