DEMOKRASI.CO.ID - Rencana pemerintah mengumpulkan dana masyarakat melalui Wakaf Uang maupun cara-cara lainnya masih belum henti mendapat kritik. Terlebih dana masyarakat yang terkumpul itu nantinya akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
Seperti yang dikatakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa hari lalu, dana wakaf senilai yang bisa mencapai Rp 597 miliar tersebut dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
Pernyataan ini seolah menunjukkan pemerintah sudah tak memiliki cara lain untuk bisa mendapatkan dana untuk menjalankan program mereka. Padahal, menurut aktivis Petisi'28, Haris Rusly Moti, pemerintah bisa saja menarik dana hasil korupsi yang diparkir di luar negeri.
"Sobat, bingung lihat cara Pak @jokowi, LBP, & Menkeu @smindrawatii
nyari tambalan anggaran yang dicolongin. Tax amnesty, gagal. Bikin Sovereign Wealth Fund (SWF), hingga Dana Wakaf," ucap Haris Rusly Moti melalui akun Twitter pribadinya, Sabtu (30/1).
"Kenapa pusing? Bukannya duit nyolong buanyak disimpan di luar? Rp 11.000 triliun kenapa tak dicolek?" tambahnya.
Haris Rusly pun seolah 'menantang; pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo, untuk menyita uang hasil tindak pidana yang disimpan di luar negeri. Agar pemerintah tak pusing lagi hingga harus merayu masyarakat ikut 'menyumbang' dana pembangunan.
"Saya yakin jika Presiden @jokowi berani sita uang Rp 11.000 triliun hasil korupsi, pembabatan hutan, & eksploitasi tambang, yang disimpan di luar negeri, yang datanya di kantong @jokowi, seluruh rakyat akan nobatkan @jokowi sebagai manusia setengah dewa (lagu @iwanfals)," tandasnya. (*)