logo
×

Jumat, 29 Januari 2021

Pewakaf Vs Pengemis Wakaf

Pewakaf Vs Pengemis Wakaf

Oleh:M. Iqbal Kliwo

JOKOWI memulai debutnya di ajang RI 1 tahun 2014 dengan slogan wong cilik. Di mana Jokowi dipromosikan sebagai calon pemimpin yang berlakar belakang rakyat jelata, untuk memperjuangkan kemakmuran rakyat. Di sini, Jokowi harus akui bahwa Jokowi memulai langkah menuju RI 1 di awal debutnya bersama rakyat.

Jokowi dan Wakaf

Ternyata menjelang akhir jabatannya Jokowi kembali menuju rakyat jelata. Sayang, kali ini Jokowi bukan membawa hasil menjadi pemimpin 2 periode, bukan memperjuangkan rakyat, tapi Jokowi kembali ke rakyat untuk meminta rakyat memberi sumbangan wakaf uang.

Apakah pembangunan infrastruktur negara ini terkendala hanya karena jumlah uang yang ditarget dari wakaf rakyat?

Bukankah sejak 2014 lalu rakyat telah wakafkan kepercayaan kepada pemerintahan Jokowi? Bukankah rakyat telah mewakafkan kesabaran? Mewakafkan penderitaan? Mewakafkan otoritas serta modal yang dimiliki bangsa ini?

Kalau modal terbaik, terbanyak dengan durasi 6 tahun menjadi pengelola asetaset wakaf dari bangsa dan rakyat tetapi tidak menghasilkan kemajuan untuk kepentingan rakyat, maka apakah arti dengan jumlah wakaf dari uang rakyat yang begitu kecil dengan sisa waktu memimpin yang tinggal beberapa tahun?

Sri Mulyani dan Wakaf

Sri Mulyani nyata sebagai rakyat Indonesia yang paling banyak bergelut dengan keuangan. Menjadi menteri Keuangan terlama dan terbanyak. Menjadi direktur Bank Dunia.

Kalau hanya data Sri Mulyani yang dibaca oleh generasi 2050 nanti, tentu mereka sangat berbangga dengan generasi Indonesia di masa Sri Mulyani. Karna mereka akan terbayang makmurnya rakyat Indonesia. Ini juga mungkin yang dimaksud oleh DR Rizal Ramli sebagai angin surga.

Faktanya, rakyat hari ini hanya melihat Sri Mulyani sebagai tukang cari duit dengan gaji persenan. Setelah sadar akan kesusahan mencari pinjaman dari luar negeri, maka sebagai tukang cari duit, Sri Mulyani harus kerja keras mencari terobosan baru. Di mana saja, ke siapa saja, itu bukan masalah, yang penting di situ ada duit.

Apalagi pengalaman Sri Mulyani dalam sekian lama menjadi Menkeu adalah pusat keuangan dunia dan negara negara donor pada skala keuangan makro.

Sementara untuk skala domestic, Sri Muyani adalah pakar sing printil yang receh receh di saku rakyat. Sri Mulyani harusnya sadar bahwa rakyat telah berwakaf kepada Kemenkeu selama Sri Mulyani menjabat Menkeu.

Inilah dua pejabat tertinggi dan tinggi negara yang sejak awal karir mereka, rakyatlah yang telah berwakaf kepada mereka. Rakyat telah berwakaf dengan modal yang terbaik yang jauh lebih mahal dari duit.

Seharusnya di akhir masa jabatan mereka, rakyat mendapat banyak duit. Tapi justru sebaliknya. Mereka masih juga mengejar eceren yang tersisa di saku saku rakyat.

Rizal Ramli dan Wakaf

Terbalik dari kedua pejabat negara di atas, Rizal Ramli justru kerjanya memberi wakaf kepada rakyat dan bangsa Indonesia. Sejak mahasiswa hingga hari ini dan hingga akhir hayat.

Bahkan Rizal Ramli telah melafazkan kalimat wakaf dengan mewakafkan dirinya dan sisa hidupnya untuk bangsa dan rakyat Indonesia. Sehingga hidup Rizal Ramli adalah sumbangsih wakaf beliau, baik di dalam pemerintahan maupun diluar.

Wakaf yang terbanyak dan termahal oleh individu rakyat di negara ini adalah Rizal Ramli. Baik wakaf dalam bentuk inovasi, terobosan, karya yang menjadi hajat rakyat dan bangsa, wakaf dalam bentuk menyelamatkan kepentingan rakyat dan bangsa dari berbagai situasi bahaya.

Dan khusus selama pemerintahan Jokowi, sangat jelas pada publik bangsa ini bahwa Rizal Ramli sangat banyak memberi dan mewakafkan saran, ide, kritik, terobosan, bimbingan, wacana, dan lainnya yang tidak dapat dinilai dengan nominal uang sebesar apapun.

Jika sebahagian dari wakaf Rizal Ramli selama ini diambil dan diterapkan oleh pemerintah, maka justru hari ini pemerintah yang akan keninggalkan aset keuangan negara sebagai wakaf untuk rakyat dan bangsa. Bukan mewakafkan hutang yang tidak terbayar bergenerasi.

Rizal Ramli tidak hentinya menjelaskan cara cara yang inovatif kepada pemerintah cara yang baik, yang baru, yang paling gampang menanggap ikan sehingga perintah bisa mendapatkan hasil tangkapan yang banyak.

Meninggalkan cara cara lama yang tidak banyak membuahkan hasil.

Pemerintah tidak mau, tidak paham, tidak sadar, dan tidak mampu untuk berubah dari cara lama, sehingga hasil yang dijanjikan ke rakyat pun tidak dapat diwujudkan, lalu pemerintah akhirnya, memintah ikan kepada nelayan tradisional.

Gajah mati meninggalkan gadingnya, harimau mati meninggalkan taringnya. Orang yang paling gagal adalah yang meninggalkan hutang untuk generasi yang belum wujud. 

(Alumni Gontor dan Al Azhar Kairo)

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: