DEMOKRASI.CO.ID - Sikap responsif Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terhadap gerakan pengambialihan kepemimpinan patut dipahami.
Direktur Eksekutif Romeo Strategic Research & Consulting (RSRC), A. Khoirul Umam menganalisa, jika tidak diantisipasi, upaya pembajakan kepemimpinan politik dalam partai bisa dilakukan secara cepat dan sistematis.
“Wajar AHY merespons cepat dan tegas, karena jika dibiarkan, tindakan makar itu bisa berjalan cepat dan sistematis," kata pria lulusan Flinders University of South Australia di Jakarta (1/2).
Analis yang karib disapa Umam itu kemudian mencontohkan apa yang terjadi pada Partai Berkarya.
Saat itu, pihak-pihak internal Partai Berkarya tidak percaya bahwa pencaplokan kepemimpinan partainya itu akan terjadi.
Publik kata Umam, menyaksikan bahwa saat itu tiba-tiba muncul gerakan kongres luar biasa (KLB) dadakan, lalu dengan begitu cepat mendapatkan legalisasi dari Menkumham. Tommy Suharto sebagai pihak yang di KLB bersama pengikutnya nampak terkaget-kaget.
“Itu akibat dari sikap menyepelekan setiap informasi intelijen. Dalam dunia intelijen, sekecil apapun informasi tidak boleh disepelekan, meskipun juga tidak boleh dipercaya begitu saja. Mereka harus waspada," kata Umam.
Fakta politik Berkarya itu, dijelaskan Umam bisa jadi menjadi dasar AHY bersikap tegas dan responsif.
Umam mengatakan, sikap politik AHY bisa dipahami sebagai upaya untuk membentengi partainya dari cara-cara politik kotor yang mencoba membajak kepemimpinan organisasi melalui jalan pintas.
“Cara-cara semacam itu jelas tidak elok dan tak sesuai etika berdemokrasi. Otak pelakunya tak pantas menjadi pemimpin negeri,” pungkas Umam.
Informasi adanya pihak yang ingin mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat diungkapan oleh AHY melalui pernyataan terbuka.
Awalnya AHY hanya mengungkap lima nama dengan beberapa kriteria.
Beberapa jam kemudian DPP Partai Demokrat menyebutkan bahwa Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko adalah dalang dari gerakan kudeta itu.
Dasar tudingan itu adalah kesaksian dari beberapa pengurus di tingkat pusat hingg daerah.
Moeldoko pun kemudian memberi pernyataan secara terbuka. Ia pun tidak membantah secara tegas.
Mantan Panglima TNI di masa akhir kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu hanya meminta tidak mengaitkan dengan Presiden Joko Widodo.
Moeldoko bahkan meminta AHY tida terbawa perasaan dengan adanya informasi gerakan pengambil alihan kepemimpinan di Partai Demokrat. Apalagi sampai menyampaikan pernyatan terbuka.
"Jangan dikit-dikit Istana dalam hal ini ya. Saya ingatkan, sekali lagi, jangan dikit-dikit Istana. Dan jangan ganggu Pak Jokowi dalam hal ini. Sebab beliau dalam hal ini tak tahu sama sekali, tak tahu apa-apa dalam isu ini," tegas Moeldoko saat jumpa pers secara virtual, Senin malam (1/2). (*)