logo
×

Kamis, 11 Maret 2021

Sabdopalon Ramalkan Pageblug di Pulau Jawa, Pagi Sakit Sore Mati!

Sabdopalon Ramalkan Pageblug di Pulau Jawa, Pagi Sakit Sore Mati!

DEMOKRASI.CO.ID - Kejatuhan Majapahit ditandai dengan candrasengkala yang berbunyi "sirna ilang kretaning bumi " dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi.

Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Ada yang mengatakan bahwa candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bre Kertabumi atau Brawijaya V raja ke-11 Majapahit oleh Girindrawardhana.

"Padahal Brawijaya V sebenarnya tidak gugur, ketika Keraton majapahit diserang, Brawijaya V lolos dari kepungan prajurit Girindrawardhana. Dia menyamar sebagai pendeta Budha, kabur bersama abdi dalemnya Sabdopalon Noyogenggong. Mereka mempunyai tujuan ke Gunung Lawu. Sehingga Brawijaya dikenal dengan nama Eyang Lawu," ujar Mas Syarif Hidayat, paranormal yang tinggal di Jababeka, Cikarang, Bekasi.

Sabdopalon itu abdidalem yang sakti mandraguna. Mas Syarif Hidayat mengatakan, Sabdopalon akan pergi selama 500 tahun. Kemudian, Sabdo Palon menyatakan janjinya akan datang kembali di bumi Tanah Jawa (tataran nusantara) dengan tanda-tanda tertentu.

Tanda utama itu adalah muntahnya lahar gunung Merapi ke arah barat daya. Baunya tidak sedap. Dan juga kemudian diikuti bencana-bencana lainnya. Itulah tanda Sabdo Palon telah datang. Dalam dunia pewayangan keadaan ini dilambangkan dengan judul, “Semar Ngejawantah”.

Secara hakekat nama “Sabdo Palon Noyo Genggong” adalah simbol dua satuan yang menyatu, yaitu Hindu – Budha (Syiwa Budha). Di dalam Islam dua satuan ini dilambangkan dengan dua kalimat Syahadat.

Di Bali hal ini dilambangkan dengan apa yang kita kenal dengan “Sad Kahyangan Jagad”. Artinya dalam kejadian ini delapan kekuatan dewa-dewa menyatu, menyambut dan menghantarkan Sang Hyang Ismoyo (Sabdo Palon) untuk turun ke bumi.

Di dalam kawruh Jawa, Sang Hyang Ismoyo adalah sosok dewa yang dihormati oleh seluruh dewa-dewa. Dan gunung Merapi di sini melambangkan hakekat tempat atau sarana menitisnya dewa ke bumi.

"Hal ini berhubungan dengan ramalan Sabdopalon tentang tanah jawa. Sang Prabu Brawijaya mengadakan pertemuan dengan Sunan Kalijaga didampingi oleh Punakawannya yang bernama Sabda Palon Naya Genggong. Mereka berbicara, Sabdopalon mengatakan, kelak waktunya paling sengsara di tanah Jawa , "paparnya.

Umpama seorang menyeberang sungai sudah datang di tengah-tengah. Tiba-tiba sungainya banjir besar, dalamnya menghanyutkan manusia sehingga banyak yang meninggal dunia.

Bahaya yang mendatangi tersebar seluruh tanah Jawa. Itu sudah kehendak Tuhan tidak mungkin disingkiri lagi. Sebab dunia ini ada ditanganNya. Hal tersebut sebagai bukti bahwa sebenarnya dunia ini ada yang membuat.

Bermacam-macam bahaya yang membuat tanah Jawa rusak. Orang yang bekerja hasilnya tidak mencukupi. Para priyayi banyak yang susah hatinya. Saudagar selalu menderita rugi. Orang bekerja hasilnya tidak seberapa. Orang tani demikian juga. Penghasilannya banyak yang hilang di hutan.

Bumi sudah berkurang hasilnya. Banyak hama yang menyerang. Kayupun banyak yang hilang dicuri. Timbullah kerusakan hebat sebab orang berebutan. Benar-benar rusak moral manusia.

"Bila hujan gerimis banyak maling tapi siang hari banyak begal. Manusia bingung dengan sendirinya sebab rebutan mencari makan,"ungkapnya.

Mereka tidak mengingat aturan negara sebab tidak tahan menahan keroncongannya perut.

"Hal tersebut berjalan disusul datangnya musibah pagebluk yang luar biasa. Penyakit tersebar merata di tanah Jawa. Bagaikan pagi sakit sorenya telah meninggal dunia. Bahaya penyakit luar biasa. Di sana-sini banyak orang mati "bebernya.

Hujan tidak tepat waktunya. Angin besar menerjang sehingga pohon-pohon roboh semuanya. Sungai meluap banjir sehingga bila dilihat persis lautan pasang. Seperti lautan meluap airnya naik ke daratan. Merusakkan kanan kiri. Kayu-kayu banyak yang hanyut. Yang hidup di pinggir sungai terbawa sampai ke laut. Batu-batu besarpun terhanyut dengan gemuruh suaranya.

Gunung-gunung besar bergelegar menakutkan. Lahar meluap ke kanan serta ke kiri sehingga menghancurkan desa dan hutan. Manusia banyak yang meninggal sedangkan kerbau dan sapi habis sama sekali. Hancur lebur tidak ada yang tertinggal sedikitpun.

Gempa bumi tujuh kali sehari, sehingga membuat susahnya manusia. Tanahpun menganga. Muncullah brekasakan yang menyeret manusia ke dalam tanah.

"Manusia-manusia mengaduh di sana-sini, banyak yang sakit. Penyakitpun rupa-rupa. Banyak yang tidak dapat sembuh. Kebanyakan mereka meninggal dunia," ucapnya. (*)

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: