DEMOKRASI.CO.ID - Tim Penasehat Hukum dari Lembaga Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur melaporkan pihak yang merusak dan menyuruh perusakan plang bertanda Muhammadiyah di Masjid Al-Hidayah Desa Tampo, Kabupaten Banyuwangi ke polisi.
"Melaporkan secara pidana di hadapan Ditreskrimum Polda Jatim kepada orang-orang yang telah melakukan pengerusakan, menyuruh melakukan pengerusakan dan yang turut serta melakukan pengerusakan," tulis keterangan resmi dari tim Penasehat Hukum dari Lembaga Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, dikutip Rabu (9/3).
Tim hukum PWM Jatim turut membeberkan inisial nama pihak yang merusak plang Muhammadiyah di masjid tersebut, yakni RH, LS, OPG, IM, S, S alias S, NS, HA, SWO, STR alias NP.
Tim hukum menduga para pelaku melanggar Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap barang.
"Karena telah mengakibatkan keresahan dan kegaduhan di tengah masyarakat dan warga Muhammadiyah," kata tim hukum.
Tim hukum lantas menjelaskan awal mula kepemilikan lahan yang dibangun masjid merupakan lahan wakaf milik KH. Yasin. Yasin lantas mewakafkan lahannya sebelum tahun 1945 kepada menantunya bernama Bakri( nadzir ) yang merupakan tokoh Muhammadiyah setempat.
Pada 1992, Bakri menyerahkan penuh pengelolaan tanah wakaf tersebut kepada menantunya, Ahmad Djamil, sebagai Nadzir pengganti. Ahmad juga berstatus sebagai pimpinan ranting Muhammadiyah setempat.
Dokumen penyerahan wakaf itu dapat dibuktikan melalui surat kuasa dalam lembaran bersegel tertanggal 12 Maret 1992. Isi dokumen itu untuk memberikan kuasa penuh dalam mengelola dan menyelamatkan tanah wakaf.
Atas dasar itu, Akta Ikrar Wakaf Pengganti pun dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cluring tertanggal 15 Juli 1992.
"Dari fakta dan bukti hukum tersebut, maka menjadi jelas dan terang-benderang, kalau tanah wakaf peruntukkan dan pengelolaannya berada pada tangan Muhammadiyah," kata Tim Hukum PWM Jatim.
Tak hanya ke polisi, tim hukum turut melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Banyuwangi. Gugatan itu dilayangkan kepada semua pihak yang diduga telah melakukan perbuatan melanggar hukum atas insiden tersebut.
"Telah menimbulkan kerugian bagi Muhammadiyah sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 1365 KUH Perdata," kata tim hukum.
Mereka juga meminta kepada pihak-pihak yang telah merobohkan plang Muhammadiyah untuk memasang dan mengembalikan lagi seperti keadaan semula.
Polemik itu bermula pada 25 Februari 2022 lalu sejumlah warga menurunkan paksa plang bertanda Muhammadiyah di Masjid Al-Hidayah Desa Tampo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Video penurunan plang itu turut viral di media sosial.
Ada tiga plang Muhammadiyah yang diturunkan paksa oleh warga setempat. Di antaranya plang bertuliskan "Pusat Dakwah Muhammadiyah Tampo" dan "Pimpinan `Aisyiyah Ranting Tampo". Warga yang menurunkan plang itu turut membawa mesin gerinda.
Ketua Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah, Trisno Raharjo mengatakan penurunan plang itu dilakukan karena ada warga setempat yang menilai masjid tersebut bukan masjid Muhammadiyah.
"Jadi ada permintaan dari warga yang menyatakan itu bukan masjid Muhammadiyah. Saya sayangkan, khususnya dari aparat desa, camat. Itu bukan menyelesaikan. Harusnya itu bukan jadi hal untuk menurunkan. Jadi tak sampai seperti itu," kata Trisno. [law-justice]