logo
×

Senin, 11 April 2022

Nalar Kritis Mahasiswa untuk Pemerintah

Nalar Kritis Mahasiswa untuk Pemerintah

OLEH: RAGIL SETYO CAHYONO*

ADA banyak isu kontemporer mengenai kebijakan pemerintah yang harus mendapatkan respons mahasiswa, khusunya organisasi ekstra kampus yang selama ini dikenal doyan kajian, diskusi, dan pengabdian masyarakat.

Paling hangat, soal kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN), dan gonjang-ganjing perpanjagan masa jabatan presiden sekaligus penundaan pemilihan umum (Pemilu).

Tepat pada 1 April 2022, pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) menaikkan harga BBM jenis Pertamax menjadi Rp 12.500/liter dari Rp 9.000/liter dengan landasan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum.

Kenaikan harga Pertamax sebenarnya imbas invasi Rusia ke Ukraina yang mengakibatkan fluktuasi minyak dunia akibat sanksi energi yang diberikan Barat kepada Rusia.

Berkaca pada realisasi subsidi energi pada 2021, pemerintah Indonesia membukukan Rp 142 triliun, di mana jumlah tersebut melonjak 30,5% dari 2020 yang tercatat sebesar Rp 108,8 triliun. Apabila BBM non-subsidi seperti Petamax tidak naik, maka BBM bersubsidi yang diberikan pemerintah ke produk Pertalite dipastikan menambah beban APBN.

Namun, kenaikkan harga BBM Pertamax berpotensi memicu peralihan penggunaan Pertalite besar-besaran lantaran perbandingan harga hampir 200 persen, yakni Rp 12.500/liter dengan Rp 7.650/liter.

Meski belum terbukti, peralihan ini mengancam kelangkaan Pertalite dengan statusnya sebagai BBM subsidi yang telah dibatasi dengan kuota 23,05 juta kilo liter sesuai Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) No 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tanggal 10 Maret 2022 tentang Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP).

Bayangan Mobilitas Pemudik

Kurang tepatnya lagi, kenaikan Pertamax ini terjadi saat pemerintah memberikan lampu hijau mudik Idul Fitri yang secara historis tingkat konsumsi masyarakat meningkat dan naiknya sejumlah komoditas.

Seyogyanya, pemerintah harusnya mengotak-atik kebijakan agar kenaikan Pertamax dapat ditahan untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pemulihan ekonomi nasional di tengah terpaan fluktuasi minyak dunia. Begitu juga dengan kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen yang berpatokan pada Undang Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP).

Pemerintah sendiri memperkiraan target inflasi sebesar 2 persen hingga 4 persen yang semoga tidak meleset jauh. Perkiraan tersebut, di luar dari efek lebaran 2022 setelah keputusan pemerintah yang membolehkan masyarakat mudik ke kampung halaman.

Tentu, target inflasi bisa saja berhasil jika pemerintah dan Bank Indonesia berhasil mengurangi risiko yang mengakibatkan inflasi serta menstabilkan kenaikan harga pangan. Namun, inflasi Indonesia tahun ini diperkirakan melebihi target maksimal dari 4 persen. Sebab, memasuki kuartal II tahun 2022, telah terjadi kenaikan harga lebih dahulu yang dipicu tekanan global.

Selain kebijakan, pemerintah melempar bola liar tentang wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan Pemilu 2024 yang sejatinya dipantik Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dengan meminjam nama para pengusaha sebagai pandangan pada Januari 2022 lalu.

Bagaimanapun juga perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan Pemilu 2024 sangat senstif yang mengusik semangat reformasi untuk membatasi masa jabatan presiden agar kepemimpinan sebelumnya tak terulang. Isu ini berpotensi menciderai demokrasi melalui perubahan amandeman Undang-Undang Dasar 1945.

Meskipun secara lisan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melarang menterinya berbicara perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu serta menyatakan pesta demokrasi terbesar di Indonesia tetap sesuai tahapan dan mengikuti jadwal, yakni 14 Februari 2024.

Menggugah Nalar Kritis Mahasiswa

Banyak kelompok mahasiwa merespon setiap detail kebijakan pemerintah dengan aksi dan demonstrasi. Tidak menyayangkan aksi dan demonstrasi untuk membendung keputusan pemerintah yang tidak pro rakyat.

Namun, sebagai kaum intelektual, mahasiswa dituntut untuk memberikan sumbangsihnya lewat pemikiran kritis serta konstruktif dalam mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah.

Baiknya, mahasiwa yang melayangkan tuntutan untuk mengubah dan mempengaruhi kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat memulainya dengan kajian yang komprehensif. Pasti memiliki daya ledak yang luar biasa, bila mereka yang selama ini berteriak-teriak menyuarakan tuntutannya membingkai ide dan gagasan melalui kajian, apalagi dalam bentuk Policy Brief.

Alangkah kuatnya suara para mahasiswa dari semua elemen, baik organisasi intra maupun organisasi ekstra bila buah pikiran mereka memenuhi isi kolom-kolom dan pemberitaan media massa.

Terlebih lagi jika mereka mampu menjadi Key Opinion Leder (KOL) yang memiliki keahlian sesuai bidangnya dan pendapatnya benar-benar didengar masyarakat secara luas. Dahsyat, Pasti!

Memang, aksi dan demonstrasi turun jalan telah menjadi sejarah untuk merobah kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat secara paksa dengan konsekuensi bentrokan hingga korban jiwa bisa dilanjutkan untuk menjadi pilihan terakhir.

Namun, sejarah baru akan terukir jika setiap organisasi mahasiswa berhasil mempengaruhi bahkan merubah kebijakan pemerintah melalui kajian yang telah digelar di mana-mana dan tersiar di berbagai penjuru Nusantara.

Mari utamakan sikap kritis terhadap pemerintah, terutama mengenai isu sensitif terhadap publik seperti kenaikan harga BBM, kenaikan PPN, dan gonjang-ganjing perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan Pemilu 2024 melalui sebuah kajian.

Mantapkan pilih untuk turun jalan bila gagasan tak lagi mempan pengaruhi kebijakan pemerintah. Saatnya kembali ke Khittoh dengan memegang teguh independensi sebagai kalangan oposisi yang mengontrol kekuasaan agar pemerintah tak sewenang-wenang dalam rangka mewujudkan tujuan negara dan cita-cita bangsa.

Teruntuk seluruh mahasiswa Indonesia, jangan hanya turun jalan karena sikap reaktif saja, tetapi pahamilah masalahnya.

Mari budayakan mengkaji terlebih dahulu, sehingga apa yang nantinya diperjuangkan penuh makna dengan semangat yang menggelora untuk mewujudkan keadilan serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat Republik Indonesia.

*(Penulis adalah Wasekjend Bidang Kaderisasi PB PMII periode 2021-2024)

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: