
NUSANEWS - Petobo yang kini dikenal sebagai kampung bergeser pasca gempa Sulawesi Tengah, 28 September lalu, menjadi perhatian dunia.
Pasalnya, daerah ini mengalami fenomena likuifaksi yang menewaskan ribuan warga setempat. Hingga saat ini, ribuan jasad korban diyakini masih berada di bawah lumpur dan tak bisa dievakuasi.
Namun siapa sangka jika Petob itu juga dikenal sebagai pusat perjudian terbesar di Palu sebelum bencana terjadi.
Akan tetapi, bukan berarti semua warga Petobo jauh dari agama. Sebagian yang lain juga beribadah sebagaimana mestinya.
Demikian diungkap salah seorang warga, Salih (42) kepada PojokSatu.id, Minggu (14/10/2018).
“Ada banyak juga warga sana yang taat agama, beribadah. Banyak kok,” katanya.
Terbukti, masjid pun megah berdiri di Petobo yang beraktivitas sebagaimana mestinya.
“Ada pengajian, kegiatan keagamaan. Banyak,” jelasnya.
Warga-warga itu, lanjutnya, adalah sebagian yang tak terkontaminasi dengan aktivitas perjudian di Petobo.
Bagi warga Palu, sudah menjadi rahasia umum bahwa di Petobo ada tempat khusus bagi mereka yang suka bermain judi.
Bukan cuma itu, bahkan sejumlah bandar narkoba juga diketahui bermukim di Petobo.
Menurutnya, Petobo bisa disebut Las Vegas-nya Kota Palu. Kampung yang berbatasan dengan Kabupaten Sigi itu juga sudah sangat kesohor sebagai tempat judi.
Bahkan pemainnya bukan warga Palu saja. Ada yang datang dari jauh seperti dari Makassar, Manado bahkan dari Surabaya.
“Kami belum pernah ke Amerika, tapi kami biasa menyebut tempat ini (Petobo) sebagai Las Vegas-nya Palu,”
“Segala macam maksiat ada, mulai judi, prostitusi sampai peredaran narkoba,” kata pria yang akrab disapa Chalik itu.
Adapun lokasi perjudian di Petobo bukan di perkampungan warga. Ada sebuah lapangan yang dijadikan pusat praktik perjudian itu.
“Nah, di tempat itulah segala jenis judi ada. Mulai permainan kartu, kupon putih, dadu-dadu, pacuan kuda dan sebagainya. Semua ada dan lengkap,” jelasnya.
Chalik menyebut perputaran uang di Petobo setiap hari bisa mencapai Rp1 miliar lebih.
Pasalnya, penjudi yang datang dari berbagai daerah di luar Sulawesi memang bermain dengan nilai taruhan hingga ratusan juta rupiah.
Adapun ibu rumah tangga setempat ada yang memanfaatkan lokasi perjudian itu untuk berjualan beragam jenis makanan dan minuman.
Sehingga membuat perputaran uang saban hari semakin menggeliat, baik di meja judi maupun di kafe-kafe.
“Saking doyannya warga di sini bermain judi, ibu hamil pun kerap jadi objek judi. Mereka bertaruh jenis kelamin janin yang dikandung,”
“Kalau sudah deal, si ibunya di-USG untuk mengetahui siapa pemenangnya,” beber Salih.
Dari hasil berbagai macam penyakit masyarakat itu, kata dia, pada bandar maksiat itu juga kerap menyumbang untuk pembangunan dan kegiatan masjid.
“Malah mereka membantu saudara atau kerabatnya yang hendak menunaikan ibadah haji. Ya, pakai uang hasil judi itu,” jelasnya.
Namun Salih enggan menyebut bahwa bencana likuifaksi yang baru saja terjadi adalah penghakiman dari Tuhan.
Namun sebagai umat muslim, Ia menyadari bencana ini menjadi teguran bagi dirinya dan warga Petobo untuk kembali ke jalan yang benar.
“Cuma dari informasi yang saya dapat, ada beberapa bandar judi dan narkoba yang selamat dari bencana ini,”
“Pasalnya saat likuifaksi terjadi mereka berada di luar daerah,” jelasnya.
SUMBER

