![]() |
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebagai Keynote Speech pada Discussion of Pluralisme, Fundamentalisme & Islamphobia di Frankfurt, Jerman (10/10). (foto: KEMENAG.GO.ID) |
Pada sebuah seminar dengan tema "Pluralims, Fundamentalism, and Media" pada Frankfurt Book Fair di Frankfurt, Jerman, Sabtu (10/10 ) lalu, Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan perlunya mengembangkan "Islam Nusantara" sebagai model keberagaman yang tengah dikembangkan di Indonesia, terkait wacana perdebatan dan pencarian pemahaman, serta menyikapi fenomena perkembangan gerakan radikalisme keagamaan dan kemunculan “Islamophobia”.
Selain Lukman, dalam dialog tersebut juga hadir sebagai narasumber Frans Magnis Suseno (Katolik), Susane Schrõter, Haidar Bagir (Syiah), Ulil Abshar Abdalla (JIL), dan sekitar kurang lebih 80 orang partisipan termasuk dari Indonesia seperti Dubes RI untuk Jerman, Fauzi Bowo, Dawam Rahardjo (Liberal), Slamet Rahardjo, dan Luthfi Syaukani (JIL).
Dalam siaran pers Kemenag yang diterima Rabu (14/10) seperti dikutip ANTARA, Lukman mengklaim bila Islam Nusantara merupakan model ajaran Islam yang paling tepat diterapkan pada sebuah bangsa yang majemuk.
Islam Nusantara, menurut Lukman, adalah ajaran Islam yang menekankan pada prinsip-prinsip ajaran yang moderat (washatiyah), inklusif, toleran (saling menghormati, tidak mengklaim hanya agama sendiri yang benar, bersatu dalam keragaman (Bhineka Tunggal Ika/”Unity in Diversity”), berdasarkan pada UUD 1945, dan ideologi Pancasila dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indoneia—ternyata berhasil mempertahankan keutuhan bangsa Indonesia yang sangat majemuk.
Islam Nusantara diklaim berkontribusi sangat signifikan dalam pengelolaan bangsa Indonesia yang sangat majemuk yang berpenduduk lebih dari 250 juta, yang dihuni oleh 700-an suku bangsa, 500-an bahasa, ribuan tradisi budaya, dan enam agama serta ratusan kepercayaan lokal. Islam Nusantara mampu memosisikan diri sebagai kekuatan agama yang mengintegrasikan dan mempertahankan keutuhan bangsa Indonesia dalam bingkai NKRI.
Dalam seminar itu Menag juga menawarkan kepada dunia bahwa sesungguhnya Islam Nusantara bisa dijadikan sebagai model ber-Islam “rahmatan lil ‘alamin”.
Menurut Lukman, Islam Nusantara yang dikembangkan oleh Walisongo, bisa dijadikan sebagai perekat tata hubungan antar manusia apa pun latar belakangnya. Islam Nusantara juga bisa menjembatani dialog antara lokalitas dengan globalitas, antara Islam Timur Tengah dengan Islam Nusantara.
Ia mengklaim, Islam Nusantara yang teduh dan damai juga mendamaikan Islam konservatif dan Islam progresif, serta bisa mensintesakan Islam radikal yang penuh antara Islam Islam Timur Tengah yang radikal-problematik dan sarat konflik.
Red: abu faza
ANTARA