![]() |
Presiden Joko Widodo didampingi Wali Kota Jakarta Pusat Mangara Pardede blusukan di Jl Srikandi Tanah Tinggi, Johar Baru Jakarta Pusat, Sabtu (29/8/2015). |
Penegasan tersebut disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane (15/10). “Ironisnya, Presiden Jokowi juga ikut memberi kontribusi atas hancurnya wibawa dan harkat martabat Polri tersebut,” ungkap Neta.
Kata Neta, di saat Polri sedang berusaha kuat melakukan pemberantasan korupsi, Presiden Jokowi justru mencopot Kabareskrim Komjen Budi Waseso. Sehingga wibawa anggota Polri, mulai dari jenderal hingga personil di lapangan runtuh seketika.
“Di sisi lain, masyarakat semakin menyepelekan keberadaan anggota Polri di lapangan. Di Singkil, di saat rumah ibadah dijaga sekitar 20 anggota Polri, massa tetap saja nekat merusak dan membakarnya,” ungkap Neta.
Menurut Neta, jika Polri punya wibawa yang tinggi, berapapun jumlahnya, tetap bisa mengendalikan massa. “Jika kalah jumlah dijadikan alasan, maka dikhawatirkan Polri tidak akan mampu mengendalikan situasi di pilkada serentak pada Desember mendatang,” papar Neta.
Neta menegaskan, banyaknya masalah di pilkada serentak akan membuat kerawanan tersendiri dan potensi konflik di mana-mana. Sementara polisi dipastikan kalah jumlah dengan massa para pendukung calon kepala daerah.
“IPW meminta Presiden Jokowi introspeksi dan mengevaluasi diri agar tidak mudah mengintervensi dan mengacak-acak Polri. Sikap intervensi itu hanya akan membuat wibawa Polri runtuh dan Polri makin gampang dilecehkan masyarakat,” papar Neta.
Sebelumnya, terjadi bentrokan berdarah di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, Selasa (13/10). Kerusuhan bermula pukul 11.00 WIB, ketika sekitar 700 orang mendatangi satu gereja di Desa Suka Makmur, dan membakarnya. Massa membawa senjata tajam sehingga aparat keamanan sempat kesulitan menghadang massa.
Intelijen : Red