![]() |
Fahri Hamzah. ©dpr.go.id |
Jika tidak, Presiden Jokowi bisa menjadi korban, terlebih saat ini Jokowi sudah berani menandatangani kontrak-kontrak yang menyalahi aturan dan kaidah-kadiah bernegara.
"Presiden Jokowi harus mengerti dan menyadari karena kalau tidak dia akan jadi korban dari sebuah skandal besar, apalagi Jokowi sudah berani menadatangani keppres-keppres yang diajukan Meneg BUMN dan tidak disetujui oleh menteri-menteri lainnya, dan bertentangan dengan konstitusi,” ujar Fahri, di Gedung DPR Jakarta, Selasa (10/11).
Fahri menjelaskan bahwa dirinya bisa melacak dan mencium Meneg BUMN sebagai menteri punya persoalan dalam membaca visi BUMN.
Meneg BUMN, menurutnya, kerap mengunakan kosa kata dalam melakukan kerja sama BUMN adalah busines to busines atau B to B. Sementara dalam Konstitusi maupun dalam putusan MK jelas menegaskan sikap negara Indonesia bahwa BUMN adalah bagian dari negara dan bukan murni entitas bisnis.
“Jadi tidak bisa mengatur BUMN seperti mengatur perusahaan swasta yang bisa dilakukan dengan busines to busines seperti yang dilakukan Ibu Menteri. BUMN tunduk pada negara karena bagian dari negara dan tidak tunduk pada pasar. Ini diatur dalam UU BUMN, UU Perbendaharaan Negara,UU BPK dan lain sebagainya.Makanya auditnya pun dilakukan oleh BPK. Jadi segala macam deal-deal yang dilakukan BUMN tidak bisa mekanisme bisnis B to B seperti yang dipraktikkanan oleh Meneg BUMN,” tegas Fahri.
Oleh karena itu, Fahri berpendapat, tidak heran jika mayoritas fraksi yang terdiri dari 10 fraksi di DPR menolak penanaman modal negara atau PMN di BUMN ditambahkan seperti usulan Meneg BUMN.
“Meneg BUMN mengusulkan PMN tahap pertama sebesar Rp 43 triliun, tahap kedua sebesar Rp 76 triliun dan tahap ketiga ditambah lagi dengan Rp 30 triliun,” katanya.(sp)