logo
×

Kamis, 12 November 2015

Luhut: PKI ada dibunuh, jenderal ada dibunuh, siapa yang mau diadili?

Luhut: PKI ada dibunuh, jenderal ada dibunuh, siapa yang mau diadili?

NBCIndonesia.com - Menko Polhukham Luhut Padjaitan menuding penyelenggara IPT 65 'kurang kerjaan,' anak muda kurang punya nasionalisme, demokrasi harus ada batasnya, dan gagasan menjaga terpidana narkoba dengan buaya adalah 'lelucon.'

Dalam acara Jakarta Foreign Correspondent Club, Lunch with Minister Panjaitan, ia tak tegas menjawab ketika ditanya tentang kemungkinan Presiden Jokowi ingin mengembalikan militer dalam posisi dominan sebagaimana sebelum 1998 -saat jatuhnya Soeharto.

Ia menyebut akan mengecek apa yang terjadi di Bali ( pelarangan acara terkait 65 di Festival Sastra Ubud 2015), namun tak menanggapi pertanyaan tentang peristiwa di Sumatera Barat (pengusiran Tom Ilyas saat mengunjungi makam ayahnya di sebuah kuburan masal), dan Jawa Tengah (pemberangusan majalah Lentera di Salatiga).

"Yang kami ingin lihat sekarang, misalnya tentang demonstrasi, kita punya peraturan. Jika ada yang tidak menaati peraturan, kami akan menempatkannya di penjara. Sesederhana itu.... tanpa (kepatuhan pada aturan) itu saya kira susah untuk memelihara negeri ini. Karena negeri ini begitu besar. Kita harus sedikit ketat soal ini. Demokrasi ya. Tapi kita harus lihat sejauh mana (kebebasan) itu bisa berjalan,” kata Luhut.

Kurang kerjaan

Tentang IPT 1965 yang sedang berlangsung di Den Haag, Belanda, awalnya Luhut seakan mempermasalahkan pihak asing yang hendak melakukan proses hukum terhadap peristiwa di Indonesia.

"Saya pikir kalau ada tribunal seperti itu, nanti orang bisa juga bikin tribunal mengenai Westerling," katanya.

"(Dalam kekejaman yang dipimpin) Westerling, ada 45.000 orang Indonesia mati."

Kepada Luhut disebutkan bahwa penyelenggara IPT adalah orang-orang Indonesia sendiri.
"Ya biar saja. Saya mengerti. Ya, itu orang-orang Indonesia mungkin kurang kerjaan barangkali. Kita orang Indonesia tahu menyelesaikan masalah-masalah Indonesia."

Tapi penyelenggara IPT kan orang-orang Indonesia sendiri, papar BBC.

"Ya mungkin (mereka) orang-orang Indonesia yang pikirannya sudah tidak Indonesia lagi."
IPT 1965 diketuai pengacara dan feminis, Nursyahbani Katjasungkana, dengan Jaksa Ketua, pengacara dan pejuang HAM, Todung Mulya Lubis.

Lebih lanjut Luhut menyebut, jika ada diskusi-diskusi tentang 1965, sebetulnya, "tidak ada masalah, silakan saja berdiskusi. Tapi jangan sampai meng-over-rule kita punya undang-undang. UU kita ada, peraturan kita ada, ya kita harus sabar menunggu."

'Siapa yang mau diadili?'

Ditanya lagi terkait kenyataan bahwa tidak ada pengadilan untuk dugaan kekejaman pasca Peristiwa G30S, Luhut menukas, "siapa yang mau diadili?"

"Sudah pada mati (orang) yang (mau) diadili. Yang PKI ada (yang) dibunuh, yang jenderal juga ada (yang) dibunuh. Jadi sekarang siapa yang mau diadili?"

Seorang wartawan menyebut, masih ada pembunuh yang masih hidup, yang bahkan terbuka mengakui tindakannya, sebagaimana tampak dalam film dokumenter The Act of Killing (Jagal) dan Look of Silence (Senyap) karya Joshua Oppenheimer dan kru anonim.

"Sekarang, yang bunuh-bunuh tentara, yang bunuh anu, masih ada yang hidup. Ini diadili lagi?"

Tentang gagasan yang dilontarkan Kepala BNN Budi Waseso yang ingin menggunakan buaya untuk menjaga penjara khusus para terpidana narkotika di sebuah pulau, ia menanggapinya ringan.

"Buaya itu saya kira cuma sekadar lelucon," kata Menko Polhukam Luhut Panjaitan pula.(bbc)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: