![]() |
Aksi buruh tuntut kenaikan upah |
Dari rangkaian aksi mogok nasional buruh tersebut, dua hari aksi di kawasan Industri yang diikuti hampir 2 juta buruh di 22 Provinsi 200 Kabupaten/Kota, serta dua hari lainnya aksi dilakukan di kantor Gubernur/Bupati/Walikota masing-masing yang diikuti ratusan ribu buruh.
Presidium GBI Said Iqbal menyebutkan, langkah berikutnya yang akan diambil oleh pihaknya yaitu dalam pekan depan akan melakukan Judicial Review (JR) PP 78/2015 soal Pengupahan ke Mahkamah Agung (MA) dan akan melaporkan ke International Labour Organization (ILO) bahwa PP 78/2015 telah melanggar kebebasan berserikat Complain Freedom Association (CFA) yang akan disidangkan dalam sidang ILO pada Juni 2016.
"Karena serikat pekerja tidak lagi dilibatkan dalam perundingan upah minimum," ujar Said Iqbal, Jumat (27/11/2015).
Nantinya, kata Presiden KSPI ini, langkah aksi massa akan dilanjutkan yaitu saat menyerahkan JR PP 78/2015 ke MA yang akan diiringi oleh aksi 10 ribu orang di Istana Negara dan MA serta pada saat hari HAM 10 Desember 2015, akan ada aksi 100 ribu massa buruh ke Istana dan pada saat bersamann juga di 22 kantor Gubernur akan ada aksi ribuan buruh.
Selain itu juga, kata Said Iqbal, tiap bulan (mulai Januari - Juni 2016) akan ada aksi ribuan buruh di tiap-tiap kantor Bupati/Walikota. Dan pada Juli/Agustus 2016 kembali akan digelar Mogok Nasional.
"Nantinya, juga akan dilakukan pelaporan atas tindak kekerasan dan penangkapan buruh ke Komnas Ham dan Kompolnas. Karena polisi telah melanggar UU Nomor 9/1998 yang melarang unjuk rasa buruh bahkan tidak menutup kemungkinan tindakan represif polisi ini akan dilaporkan ke Mahkamah Internasional," bebernya.
Menurut dia, semua langkah ini dilakukan KAU-GBI sampai pemerintah memenuhi tuntutan mayoritas kaum buruh yaitu mencabut PP No 78/2015 tentang Pengupahan. Berikutnya, menolak formula kenaikan upah minimum yang berdasarkan Inflasi+PDB.
"Kami juga meminta para Gubernur/Bupati/Walikota menaikan upah minimum 2016 berkisar Rp 500 ribuan dan menetapkan upah minimum sektoral," tuturnya.
Pada intinya, lanjut dia, adalah Presiden Jokowi harus mencabut PP 78/2015 kemudian mengundang unsur tripartit duduk bersama membahas rumusan pasal yang baru dan formula kenaikan upah minimum yang disepakati semua pihak.
Sementara itu, lanjut Said Iqbal, telah datang ke Indonesia General Secretary International Trade Union Confederation Asia Pacific (ITUC AP), Noriyuki Suzuki, secara langsung di kantor LBH Jakarta dalam konferensi persnya atas nama Konfederasi Serikat Buruh Sedunia.
Dia mendesak Presiden Jokowi mencabut PP 78/2015 sebagaimana yang diperjuangkan serikat pekerja di Indonesia karena bertentangan dengan konvensi ILO no 131 tentang upah minimum dimana penetapannya harus hasil konsultasi serikat pekerja dengan Asosiasi Pengusaha (jadi bukan rumus flat dari pemerintah).
PP tersebut juga dianggap bertentangan dengan konvensi ILO 87 tentang hak berserikat dan No. 98 tentang hak berunding yang mana formula baru kenaikan upah minimum tidak lagi berunding dengan serikat pekerja.
"Mendesak pemerintah Indonesia dan Kapolri menghentikan kekerasan dan penangkapan terhadap buruh oleh polisi saat aksi buruh dan hal ini sudah dilaporkan ke Dirjen ILO di Jenewa, Swiss, supaya ada tindakan kepada pemerintah Indonesia dan Polri," sebutnya.
Ia melanjutkan, ITUC berpendapat ada Inkonsistensi antara ucapan/janji Presiden Jokowi kepada dunia Internasional dengan tindakannya saat membuat kebijakan di Indonesia, buktinya adalah saat sidang negara G20 minggu lalu di Turki.
Presiden Jokowi mengatakan kepada pemimpin dunia "Bahwa salah satu prioritas utama (one top priority) saya sebagai Presiden Indonesia adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi termasuk memastikan Create Job,Promote Inclusiveness, and Reduce Inequalities", tapi faktanya menurut ITUC justru melalui PP 78/2015 Presiden Jokowi meningkatkan ketimpangan pendapatan yang tidak seimbang atau kebijakan upah murah.
"Konfederasi Serikat Buruh Sedunia (ITUC/ITUC AP) akan terus mendukung serikat pekerja di Indonesia yang meminta "Reduce Inequalites" cabut PP 78/2015 melalui kampanye Internasional dan akan diramaikan disidang ILO pada Juni 2016 mendatang serta rencana "Embargo" produk Indonesia," pungkasnya.(rmn)