logo
×

Kamis, 05 November 2015

Pemilu Myanmar Penuh SARA, Kubu Buddha Radikal Tekan Muslim Rohingya

Pemilu Myanmar Penuh SARA, Kubu Buddha Radikal Tekan Muslim Rohingya
Wirathu biksu radikal Myanmar. ©blouinnews.com
NBCIndonesia.com - Pemilihan umum di Myanmar yang akan berlangsung 8 November mendatang masih diwarnai bayang-bayang ketidakadilan. Diskriminasi terhadap kelompok minoritas diketahui berasal dari kubu Buddha garis keras yang tidak mengizinkan muslim di negara tersebut ikut dalam pesta demokrasi yang kembali diadakan setelah 25 tahun terakhir.

Khutbah-khutbah berisi ujaran kebencian dari biksu radikal Buddha jadi bagian dari kehidupan sehari-hari warga Myanmar.

Alasan kubu Buddha jelas, mereka tidak ingin kelompok minoritas seperti muslim mengambil alih tatanan negara. Bermacam cara mereka lancarkan, seperti melarang muslim Rohingya ikut pemilu dan jadi kandidat anggota legislatif, hingga berusaha merayu peraih novel perdamaian Aung San Suu Kyi yang juga seorang pimpinan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

Pimpinan Biksu radikal Ashin Wirathu menilai Aung San Suu Kyi gagal membendung ancaman dari kelompok muslim terhadap nilai-nilai Buddha, seperti dilansir VOA News, Selasa (3/11).

Seruan provokatif dari biksu radikal Wirathu menyangkut agama ini dinilai Kardinal Charles Bo sudah pada puncaknya. Dia memperingatkan keberadaan

kelompok Buddha garis keras sangat tidak bertoleransi terhadap adanya kelompok muslim minoritas.

"Mereka hanya mengakui satu ras dan satu agama, Bamar dan Buddha, itu sangat tidak bisa diterima," tegasnya kepada ucanews.com, dikutip dari laman Catholic Herald, Rabu (4/11).

Semakin tertindasnya warga muslim minoritas menjadi pertanyaan sendiri terhadap jalannya pemilu yang digadang sebagai pesta demokrasi paling bebas, jujur, dan adil dalam sejarah Myanmar. Meski jumlah warga muslim mencapai lima persen dari 51 juta penduduk Myanmar, tapi tak satu pun orang Islam muncul sebagai kandidat bagi partai berkuasa atau oposisi.

Wakil Presiden NLD, Win Mya, menjelaskan hal ini dikarenakan tekanan dari kelompok ultranasionalis Buddha. Mya sendiri yang seorang muslim ditolak masuk parlemen lantaran agama yang diyakininya, seperti diberitakan Koran The Guardian, Selasa (3/11).

Gerakan garis keras biksu Ashin Wirathu memperlihatkan Buddha Nasionalis penganut Islamophobia sedang 'bermain' untuk menyetir hasil dari pemilu pekan ini. Merekalah yang menentukan siapa yang dapat memilih, siapa yang dapat maju, dan seperti apa bentuk pemerintahan Myanmar nantinya.(mdk)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: