![]() |
Menteri ESDM Sudirman Said bersama Chairman Freeport McMoran James Robert Moffett |
“Berita ini dianggap mendongkrak citra Sudirman Said. Publik disuguhi cerita sosok menteri yang ‘tidak doyan duit’ dan ‘anti sogokan’. Hiruk-pikuk berlian Rp4 miliar ini bagai mengubur ‘skandal’ suratnya tertanggal 7 Oktober 2015 kepada petinggi PT Freeport,” kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Energi dan Lingkungan (PKEL) Engkus Munarman dalam pernyataan kepada intelijen, Selasa (22/12).
Menurut Engkus, dengan surat itu, sangat patut diduga Sudirman Said telah melanggar UU Minerba dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas PP No 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kata Engkus, sampai di sini cerita tampaknya belum (bisa) berakhir. Masih ada sisa yang belum tuntas. “Paling sedikit, sejauh ini Sudirman Said masih emoh membuka siapa pemberi gratifikasi,” ungkap Engkus.
Engkus mengatakan, mungkin hanya mantan akuntan itu dan Tuhan yang tahu motivasi sesungguhnya menutup jati diri si penyogok. “Namun bagi publik, tentu saja, ini menimbulkan serangkaian pertanyaan. Misalnya, siapa sesungguhnya penyogok itu, kenapa tidak dibuka saja jati dirinya sekalian, kapan mau dibuka, apa yang ditunggu dari penundaan itu, dan lainnya,” jelas Engkus.
Pertanyaan, “apa yang ditunggu dari penundaan itu” menjadi menarik. Mentamsil cerita detektif, pengumuman yang setengah-setengah, terutama penundaan pengungkapan jati diri pelaku kejahatan, bisa memberi peluang kepada yang bersangkutan melarikan diri. Atau, minimal, berusaha menghilangkan barang bukti dan menyusun alibi.
Lanjutnya, pada saat yang sama, penundaan pengungkapan pelaku juga memberi peluang terjadinya ‘kesepakatan’ dengan ‘korban’ (maksudnya, kalau Sudirman Said dalam hal ini dianggap sebagai korban penerima gratifikasi).
“Nah, peluang inilah yang bisa menjadi bola liar, dengan muara keuntungan salah satu atau kedua belah pihak,” pungkas Engkus.(Itl)